Bab 6
Masa Lalu yang Mengikat
3
Waktu ketika banyak banyak siswa pergi ke fasilitas yang ada di kapal.
Amasawa Ichika, kelas A, tahun pertama, berjalan ke kamar tamu di mana salah satu siswa sedang menunggu.
“Bagaimana kamu akan menjelasakan jika teman sekamarmu kembali di waktu ini? Biasanya aku akan menanyakan itu, tapi mengingat ini kamu, kamu pasti sudah memperhitungkan bahwa mereka tidak akan pernah kembali, bukan?”
Dia tersenyum tipis pada Amasawa dan tidak menjawab pertanyaannya.
“Apa kau tahu bagaimana situasinya sekarang? Tampaknya Nanase-chan, Horikita-senpai, dan Ryūen-senpai, semuanya sibuk sedang mencarimu. Kau yakin akan membiarkannya begitu saja?”
“Biarkan saja seperti ini. Rencanaku berjalan dengan menarik, loh.”
“Kalau begitu, beritahu padaku detail dari yang kau sebut rencanamu itu———Takuya.”
Seseorang yang dipanggil Takuya, Yagami Takuya, siswa dari kelas B tahun pertama, dengan santai bangkit dari tempat tidurnya.
“Kau juga tidak pernah belajar, ya, Ichika?
Saat Yagami mendekat, Amasawa mewaspadainya dan menatap tindakannya tanpa berkedip.
Karena saat dia berkedip, dia bisa menerima semacam serangan yang sangat kuat.
“Aku tidak akan mengangkat tanganku di tempat seperti ini kok.”
“Aku juga ingin mempercayainya.”
“Memang benar, kau sudah bukan lagi orang dari pihak White Room. Itulah sebabnya bagiku kau adalah musuh.”
Dia mengulurkan tangan kanannya dan dengan lembut menyentuh poni Amasawa.
“Mungkin kau berpikir begitu, tapi... aku bahkan tidak mengenalimu sebagai musuh.”
“Arara, kau mengatakannya.”
“Aku hanya bercanda. Hanya saja sekarang kau adalah warga sipil, aku tidak bisa mengambil risiko.”
“Karena aku mungkin sedang merekam percakapan kita sekarang sih, ya.”
“Kalau hanya itu, lakukan saja sesukamu.”
Yagami tahu bahwa tidak akan ada kerugian dalam merekam percakapan ini.
Jika Amasawa sepenuhnya berada di pihak Ayanokōji, dia hanya perlu berbicara tentang Yagami secara langsung.
Bahkan jika tidak cukup untuk membuatnya percaya bahwa cerita itu benar, itu sudah cukup untuk membuat Yagami tetap waspada.
“Alasan aku memanggilmu ke sini adalah karena aku ingin mengkonfirmasi niatmu yang sebenarnya. Apa kau benar-benar ingin melindungi Ayanokōji-senpai hingga berulang kali mengganggu rencanaku?”
“Aku sama sekali tidak tahu apa yang kau bicarakan, nya~.”
Yagami tertawa saat melihat kelucuan Amasawa dan melepaskan jari-jarinya dari ujung rambutnya.
“Ada terlalu banyak untuk ditunjukkan yang akan merepotkan, jadi izinkan aku bertanya tentang satu hal yang memaksaku untuk mengubah rencanaku. Kenapa kau menghalangi Kushida dan Kurachi yang kukirim ke Ayanokōji dalam ujian di pulau tak berpenghuni?”
“Tanpa perlu kujelaskan, kau pasti mengerti, ‘kan? Karena itu adalah strategi yang menyakitkan untuk Ayanokōji-senpai. Aku tidak ingin dia merekam adegan di mana Nanase-chan dan Kurachi-kun, dua orang yang tidak ada hubungannya bertarung dengannya. Aku yakin senpai bisa mengatasinya, tapi meski begitu, tidak dapat dihindari kalau itu akan menjadi rekaman yang mengganggu.”
“Ya. Memang benar dia bisa menangani Nanase dan Kurachi tanpa kesulitan. Tapi, jika adegan saat dia menangani mereka direkam, itu bisa digunakan sebagai alat negosiasi. Bahkan jika Ayanokōji secara paksa mengambil tablet dari Kushida, dia tidak bisa membuka kunci passwordnya, dan kehancuran fisik akan menimbulkan masalah lain.”
Amasawa mengantisipasi tindakannya dan menghentikan rencananya.
“Apa kau marah?”
“Sama sekali tidak. Hasilnya, kupikir itu membuat arah yang lebih menarik. Aku juga jadi tahu kepribadiannya dan kepastian membacanya. Dia tidak memilih untuk melakukan pencarian GPS meskipun dia merasa akan diserang. Dia bisa melakukan ini karena dia telah membaca dengan benar bahwa itu hanya akan menjadi pengalih perhatian. Normalnya, seperti yang dilakukan Nanase, dia seharusnya melakukan pencarian GPS dan melacak Kurachi atau Kushida.”
(Tln: Enshutsu : arah/produksi ‘dalam film’)
Bahkan setelah kembali ke kapal, tidak ada perubahan perilakunya dalam hal itu.
“Hasilnya, Nanase-chan dan Ryūen-senpai masuk ke dalam hutan yang hilang, ya. Sepertinya mereka belum melakukan kontak, tapi tidak ada gunanya menanyai Utomiya-kun, yang tidak ada hubungannya denganmu di masa depan, ya. Tapi bagaimana dengan Horikita-senpai? Sepertinya dia mencoba menemukan Takuya dengan mengambil petunjuk dari kertas yang kamu tulis. Cukup kreatif juga dia sampai meminta para peserta untuk menulis tangan di daftar dalam game berburu harta karun, ya.”
“Jika aku memberinya sedikit petunjuk lagi, dia mungkin akan sampai padaku pada akhirnya.”
Yagami tidak terburu-buru, malahan dia sepertinya sedang menunggunya sekarang.
“Jadi, [kertas] itu adalah tindakan yang disengaja, ya?”
“Tentu saja, itu juga pengarahan dariku. Aku hanya berharap dia berjuang untuk sampai padaku.”
Yagami sudah menebarkan dengan baik petunjuk untuk itu di masa depan.
Bahkan tanpa menanyakannya secara langsung, Amasawa memahaminya dengan sangat baik.
“Dan bagaimana setelah itu? Jika itu cocok dengan tulisan tangan Takuya, informasi itu juga akan masuk ke telinga Ayanokōji-senpai.
Jika itu terjadi, dia akan dicurigai sebagai calon siswa White Room.
“Dia sudah tidak memercayaiku sejak awal, dan aku berasumsi dia mengetahui beberapa kebohongan yang telah kusebarkan. Jalan memutar ini awalnya karena Tsukishiro menghalangi. Sekarang setelah dia mundur, kebutuhannya telah berkurang. Tidak ada artinya untuk mengalahkan Ayanokōji dalam situasi yang menguntungkan.”
“Jadi maksudmu kau tidak peduli kapanpun kau akan ketahuan?”
“Itulah yang kumaksud. Aku bahkan bersedia untuk keluar langsung kepadanya.”
Sejak awal, Yagami berniat untuk berhadapan langsung dengan Ayanokōji.
Tapi, jika dia bertindak sembarangan di tahap awal itu, ada kemungkinan Tsukishiro akan mengganggunya.
Sementara dia membuat rencana dan mengikuti jejak Tsukishiro, itu semua hanya untuk mengulur waktu.
“Tapi, setelah ujian di pulau tak berpenghuni selesai, kau tidak akan memiliki kesempatan untuk berinteraksi dengan siswa tahun kedua untuk sementara waktu, ‘kan? Kupikir akan lebih baik untukmu kalau kau segera kembali ke White Room loh~”
Bagi Amasawa, yang tidak berniat untuk kembali, diusir dari White Room adalah harapan yang terkabul.
Tapi bagi Yagami, itu juga satu-satunya tempatnya untuk kembali.
“Aku harus menghancurkan dirinya sepenuhnya dengan cara yang sempurna. Aku bisa mengejar studiku sebanyak yang ku inginkan.”
Senyum di wajahnya saat dia dengan canggung menunjukkan giginya tidak seperti kesegaran biasanya.
“Kepribadianmu benar-benar melengkung dengan cara yang berbeda dariku, ya, Takuya.”
(Tln: melengkung = sinting)
Amasawa terus berbicara, meskipun dia tercengang.
“Aku merasa kasihan pada Utomiya-kun. Dia hanya peduli dengan teman-temannya, tapi dia malah bekerja sama dengan Takuya untuk melindungi Tsubaki-chan. Aku yakin dia akan marah besar jika dia mengetahui Takuya-lah yang membuat teman sekelasnya di kelas C dikeluarkan.”
“Karena aku tahu dari awal bahwa dia adalah orang yang canggung dan peduli dengan teman-temannya. Kalau aku bisa membuat satu teman sekelasnya dikeluarkan, dia akan bertekad untuk menghentikannya kali ini. Agar aku bisa bekerja sama dengan seseorang dari kelas lain yang biasanya tidak bisa aku ajak bekerja sama, akan lebih cepat untuk membuat musuh bersama yaitu Hōsen. Aku mendekatkan diriku ke Tsubaki dan Utomiya dan mengembangkan strategi yang tidak akan pernah berhasil dan mengkonfirmasi kartu yang ada di tangan Ayanokōji. Berkat itu, aku juga bisa tahu bahwa dia terhubung dengan pemimpin kelas A tahun kedua yang bernama Sakayanagi.”
“A~, yang datang menemuiku. Arisu-senpai, ya.”
“Ada kemungkinan dia akan ikut campur dalam pertarungan antara aku dan Ayanokōji di masa depan, jadi aku harus memikirkan cara menghadapinya.”
“Iya, iya, yah, lakukan sesukamu.”
Lelah melihat Yagami mulai banyak bicara, Amasawa mendesah bosan.
Ketika Yagami dalam suasana hati yang baik, dia akan mengabaikannya sendirian dan terus bicara sendiri, seperti sekarang.
Dia menikmati situasi ini lebih dari siapa pun, meskipun dia mengambil risiko identitasnya ditemukan.
“Apa kamu sudah puas dengan pidatomu? Apa aku sudah boleh pulang sekarang?”
“Sebelum itu, apa yang ingin kupastikan sampai aku harus memanggilmu adalah niatmu, Ichika.”
“Hn~, niat?
Menampilkan senyum seperti anak kecil, Yagami dalam sekejap meraih kedua lengan bawah Amasawa.
“Hah?!”
Amasawa, yang sudah waspada dengan maksud untuk menghindarinya apapun yang terjadi, tidak lengah, tapi dia tidak bisa bereaksi sepenuhnya.
“Entah itu Utomiya atau aku. Semua orang akan mengetahuinya tidak akan lama lagi. Dari sanalah semuanya dimulai.”
“...Jadi di sana kau akan memberinya apa yang kau inginkan, pertarungan serius, Takuya?”
“Setelah kami mengenali satu sama lain sebagai musuh, kami akan bersaing untuk melihat siapa pemilik kemampuan sejati.”
“Kenapa tidak kau putuskan dengan tinjumu seperti layaknya laki-laki, daripada mencoba menyiasatinya? Dengan kemampuan bertarung Takuya, kau seharusnya bisa bersaing dengan Ayanokōji.”
“Aku tidak akan melakukan kekerasan kecuali untuk keperluan yang paling sedikit.”
“Bisa-bisanya kau mengatakan itu, ya.”
Kekuatan tangan yang menahannya luar biasa, dan bahkan Amasawa yang tidak bisa melepaskannya bukan tandingannya.
Tetapi bahkan jika dia mencoba untuk memilih cara lain, dia bahkan tidak bisa bersaing sekarang karena dia tidak sepenuhnya siap.
“Dengan aku melakukan ini sekarang, tidak bisakah kau memahami bahwa ini adalah jumlah kekerasan yang paling sedikit yang diperlukan?”
Amasawa balas tersenyum padanya, tapi dia sudah membayangkan apa yang akan terjadi selanjutnya berkali-kali dalam kepalanya.
Tapi, tidak peduli berapa kali dia mengulanginya, dia tidak bisa menemukan pola yang bisa memecahkan situasi ini.
“Alasan kenapa aku memanggilmu ke sini hari ini sebenarnya adalah karena aku benar-benar berpikir untuk melumpuhkanmu. Ichika yang tahu tentang aku hanya akan menjadi penghalang untukku tidak peduli bagaimana aku mencoba di masa depan. Apakah kau menyadarinya?”
“Ahaha~, itu mungkin tidak lucu.”
Dengan wajah Yagami yang mendekat di depannya, Amasawa mulai mempersiapkan dirinya———.
Tekanan telah dihilangkan dari tangannya yang terkepal dan pengekangnya dilepaskan.
“Canda deng.”
Dia tertawa lembut, seperti biasanya, dan meletakkan tangannya di pintu di belakang punggung Amasawa.
“Lelucon yang pedas, nya”
“Maaf, maaf. Tapi sungguh, hari ini aku berniat untuk menghancurkanmu. Tapi aku berhenti.”
“Uwa, benarkah itu?”
Membalas seperti itu, Amasawa membungkuk ke belakang dan menarik dirinya.
“Aku pernah dengar kalau kamu diberi hukuman oleh Shiba. Kau benar untuk tidak menyerangnya balik.”
“Jika aku menyerangnya balik sekali, itu hanya akan kembali dua kali lebih kuat. Aku mempelajarinya ketika aku masih kecil. Tapi apa kau yakin akan membiarkanku bebas?”
“Karena sekarang aku tahu kalau Ichika akan tetap diam. Kalau kau sudah memutuskan untuk sepenuhnya memihak Ayanokōji, aku pasti sudah menghabisimu.”
“Agak sulit untuk menimbang antara senpai yang ku kagumi dan persahabatan dengan teman sebaya.”
“Tenang saja. Karena apa yang harus kukalahkan dari Ayanokōji adalah pertarungan dengan otak. Aku tidak akan melakukan kekerasan padanya. Salah satu dari dua hal, aku yang akan dikeluarkan atau dia yang akan dikeluarkan.”
Setelah mengatakan itu, Yagami membuka pintu kamar tamu dan membiarkan Amasawa pergi dengan sopan.
semangat min
ReplyDeletelagi minn up
ReplyDeleteSEMANGAT minn
ReplyDeletelanjut min
ReplyDelete35 orang siswa white room menjadi siswa biasa
ReplyDeleteGass min
ReplyDeleteSemangat min
ReplyDeleteproduk gagal banyak bcd
ReplyDeleteNggak tahu kenapa kok sweet ya, ichika sama takuya (gila emang gw) 😂
ReplyDelete