Bab 3Ke Desa, Reuni
◇◇◇
Setelah meninggalkan kastil, Rio dan yang lainnya turun ketika mereka pindah ke gerbang kota bangsawan, dan dari sana mereka berjalan ke luar ibukota kerajaan. Di luar ibukota kerajaan, mereka berjalan di sepanjang jalan utama, dan begitu mereka keluar dari jalan utama ketika itu benar-benar sepi, mereka pergi ke rumah batu tempat Sara dan yang lainnya sedang menunggu.
Segera setelah mereka memasuki penghalang rumah, Sara dan yang lainnya keluar——,
“Selamat datang di rumah.”
“Salah, bukankah salam yang benar untuk Miharu-nēsan, Latifa dan yang lainnya adalah kami pulang?”
Kan kita yang baru pulang dari desa, kata Alma.
“Benar juga... Tapi, mereka semua juga baru pulang ke rumah batu.”
“Fufu, kalo gitu ucapkan keduanya saja.”
Orphia menyarankan dengan cara yang lucu. Dan——,
“Kami pulang! Dan selamat datang kembali! Lama tidak bertemu, Sara-onēchan dan semuanya!”
Latifa memanggil dengan riang dan gembira sambil mengangkat tangannya.
“Aku senang melihat kalian bertiga baik-baik saja.”
“Sudah lama sejak kita semua berkumpul di rumah batu, jadi rasanya seperti kita di rumah, ya.”
Miharu dan Celia juga mengungkapkan perasaan mereka sendiri.
“Aku ingin beristirahat seperti ini, tapi..., bisakah kita langsung pergi ke desa?”
Rio yang berdiri di samping Aishia, bertanya pada mereka semua.
“Benar. Aku juga tidak sabar untuk mengunjungi desa Sara dan yang lainnya.”
Celia mengangguk sedikit bersemangat, memancarkan ketidaksabaran yang kuat.
“Aku senang kalau kamu sangat tidak sabar untuk datang ke desa kami.”
Sara sedikit menyeringai geli.
“Habisnya lembut! Itu adalah surganya lembut! Itu akan membuatmu ingin menyentuh bulu anak lain selain Sara dan Latifa, bukan?”
“Ahaha.”
Sempat menaikan suaranya dengan aneh.
“Jadi mari kita cepat pergi.”
Celia tersipu karena malu dan mendesak mereka untuk segera pergi.
“Kalau begitu aku akan menyimpan rumahnya. «Storage»
Menggunakan gudang ruang dan waktu yang Orphia kenakan di lengannya, dia menyimpan rumah batu itu. Dan tempat di mana rumah itu tadinya berada langsung menjadi tempat terbuka.
“Baiklah, aku akan menggunakan kristal teleportasi. Karena ada area efek, jadi tolong mendekatlah padaku sedekat mungkin. Ada banyak orang juga.”
“Baik!”
Latifa memimpin untuk memeluk lengan kanan Rio, sementara Aishia menempel erat dari sisi lainnya.
(Tidak perlu sampai sedekat ini juga kali...)
Radius efektif paling jauh sekitar tiga meter, tapi itu cukup untuk tujuh orang. Ekspresi Rio sedikit tegang karena malu, dan menurunkan pandangannya dengan gatal. Lalu——,
“Ba-Baik. Begini saja?”
Mungkin untuk menanggapi Aishia dan Latifa, Celia juga menempelkan dirinya pada Rio dari depan. Karena ada perbedaan tinggi badan, dia hanya meletakkan wajahnya di sekitar dada.
“Y-Ya...”
Rio kebingungan dan mengangguk canggung.
“.........”
Satu-satunya ruang yang tersisa adalah punggung Rio. Tatapan dan kesadaran Miharu, Sara, Orphia, dan Alma secara alami tertarik ke arah itu. Pada akhirnya, yang bergerak selanjutnya adalah——.
Keempatnya bergerak pada saat yang sama. Tapi, Miharu adalah berdiri paling dekat dengan punggung Rio. Tiga lainnya berdiri di depan, jadi mereka tertinggal.
“...Mi-Miharu?”
Sentuhan tak terduga mendorong dari belakang, dan Rio meliriknya. Karena Sara dan yang lainnya berdiri di depannya, orang yang mendekat dari belakang tidak lain adalah Miharu.
Namun bagi Rio, itu mengejutkan. Ini karena Miharu tidak pernah mendekati Rio sendirian sampai saat ini....
Karena itu, dia mencoba memutar lehernya untuk melihat ke belakang. Dan——,
“A-Aku akan senang... kalau kamu tidak melihat ke belakang.”
Miharu menghentikan Rio dengan suaranya yang bergetar. Wajahnya berwarna merah pekat seperti buah persik matang. Mungkin dia tidak ingin Rio melihatnya. Tapi——,
“Wah, Miharu-onēchan, wajahmu merah banget.”
Latifa membelalakan matanya dan mengucapkan itu.
“Ti-Tidak merah kok?”
Suara Miharu cukup tinggi saat dia menyangkalnya. Dia pasti merasakan wajahnya sendiri memanas seperti terbakar.
“Ano, tidak perlu sampai sedekat ini juga...”
Rio mencoba memberitahu dengan malu, tapi——,
“Hei, kalian terlalu dekat Rio-san!”
“Ini tidak adil kalau hanya Miharu-chan dan mereka, ‘kan, Sara-chan.”
“Benar tuh! Eh, bukan itu maksudku!?”
“Gak papa sih, ayo sini lebih mendekat. Tidak ada tempat untuk kita.”
Sara, Orphia, dan Alma berdesakan, membuatnya semakin berisik dan penuh sesak.
(A-Aku gak bisa gerak...)
Rio yang biasanya bergerak dengan kecepatan super dan bahkan tidak membiarkan lawan mendaratkan serangannya, telah sepenuhnya ditahan. Itu adalah pengepungan yang sempurna.
Jika Rio mencoba menggerakkan anggota tubuhnya walaupun sedikit, dia seperti merasakan segala macam sensasi di bagian tubuhnya yang seharusnya tidak dia sentuh. “Aku lebih suka di sana, Sara-onēchan!” atau, “Wajahmu terlalu dekat tahu, Aishia!” ada suara yang tidak senonoh seperti itu terdengar——,
“Sudah kubilang tidak perlu sedekat ini...”
Tidak ada yang menanggapi pernyataan sederhana Rio itu.
(Y-Yah sudahlah. Untuk saat ini, mari kita segera berteleportasi dan biarkan mereka menjauh di sana.)
Rio memutuskan demikian sambil mencoba untuk mengabaikan keadaan——,
“Ka-Kalau begitu, bersiaplah. Aku akan merapalkan mantranya. «Teleport».”
Dia mengucapkan mantra dan mengaktifkan kristal teleportasi di tangannya. Seketika, ruang terdistorsi menjadi pusaran, berpusat di Rio, yang memegang kristal teleportasi.
Dan seketika berikutnya——. Pemandangan di sekitar berubah dalam sekejap. Dari hutan di pinggiran Kerajaan Galarc, mereka dipindahkan ke sekitar desa Roh Rakyat, jauh di dalam hutan belantara. Jika mereka terbang, mereka bisa mencapai balai desa hanya dalam satu atau dua menit.
Ada perbedaan waktu antara wilayah Strahl dan desa, tapi masih cerah di sini, dan pemandangan hutan dengan matahari bersinar melalui pepohonan menyebar di sekitar. Tempat Rio dan yang lainnya berdiri tepat di sebelah mata air, dan langit biru berada di atas kepala mereka.
Dalam waktu normal, itu akan menjadi tempat yang sangat tenang dan damai. Namun, karena para wanita membuat beributan sebelum teleportasi, suara percakapan para gadis selama teleportasi bergema di dalam hutan, mungkin mereka tidak menyadari bahwa mereka telah diteleportasi.
“...Kita sudah sampai.”
Sambil menghela nafas, Rio memanggil gadis-gadis yang masih menempel padanya. Dia melihat sekeliling untuk memastikan bahwa teleportasi berhasil. Kemudian, dia merasakan tatapan datang dari arah tertentu. Rio mengalihkan pandangannya ke arah itu——.
Beberapa dari mereka mengenakan kimono yang mengingatkan pada pakaian Jepang, dan mereka duduk di atas batu dekat mata air. Mereka mungkin terkejut melihat teleportasi tiba-tiba Rio dan yang lainnya, atau mereka mungkin terkejut menemukan Rio dikelilingi oleh gadis-gadis cantik, mereka membelalakan mata.
(......Kenapa mereka ada di sini?)
Rio mengenali orang-orang yang ada di sana. Karena mereka seharusnya berada di tempat yang akan dia tuju setelah mengunjungi desa ini.
Rio menegang tanpa sadar dan memiringkan kepalanya. Tatapan para gadis didekatnya mengikuti Rio secara alami ditarik ke arah mereka. Akibatnya, Rio, para gadis, dan orang-orang yang mengenakan kimono saling berhadapan. Lalu, seorang pria segera berdiri——,
“Kenapa kalian ada di sini, Gōki-san?”
Rio bertanya kepada pria yang berdiri itu. Ya, dia adalah Saga Gōki, samurai senior Kerajaan Karasuki. Seorang pria yang pernah bertugas sebagai pengawal untuk ibunya, Ayame, bersama dengan ayah Rio, Zen.
“Saya tidak yakin harus berkata apa, tapi kami sedang menunggu Anda setelah diberitahu bahwa jika kami tinggal di mata air ini, Rio-sama akan ada di sini...”
Gōki menggaruk pipinya dengan cara yang agak canggung, tapi setelah dia mengatakan semua itu, dia menatap wajah para gadis di sekitar Rio——,
“Jadi ini yang dimaksud menjadi populer. Wah wah wah, Anda benar-benar putra Ayame-sama dan Zen.”
Wahahaha, Gōki tertawa terbahak-bahak.
“Tidak, ini..., haha.”
Rio menutupinya dengan senyum pahit. Miharu, Celia, dan Latifa melihat Gōki dan yang lain seolah-olah mereka bertanya-tanya siapa mereka. Di sisi lain, Sara dan yang lainnya, yang sempat kembali ke desa sebelumnya, mungkin menyadari kedatangan Gōki dan yang lain, melihat wajah Rio. Akibatnya, ada suasana yang sangat rumit. Dalam keadaan seperti itu——,
“Tuanku, jangan mempermalukan Rio-sama.”
Istrinya, Saga Kayoko, yang berdiri di belakang Gōki, memberi tahu suaminya dengan suara yang agak dingin. Ini bukan waktunya untuk bercanda, tahu? Seakan mengatakan itu....
“U-Umu.”
Gōki mengangguk canggung dan——,
“Meskipun Rio-sama telah menolaknya sekali, saya ingin melayani Anda, jadi saya mendatangi Anda. Saya sungguh minta maaf, tapi bisakah Anda memberi saya kesempatan lagi untuk berbicara dengan Anda?”
Dia berlutut di tempat, dengan hormat, dan memohon pada Rio. Kemudian——,
“Saya mohon, Rio-sama!”
Dilanjutkan dengan suara seorang gadis muda yang bergema. Suara itu berasal dari putri Gōki, Saga Komomo. Tepat di sampingnya adalah Aoi, pengawal dan pendampingnya.
“...Komomo-chan juga itu kesini, ya. Dan...”
Rio mengalihkan pandangannya kepada gadis yang bersembunyi di belakang Gōki dan Komomo. Tepat di sampingnya, ada juga sosok anak laki-laki yang dikenalnya.
“Shin-san dan Sayo-san juga...”
Ya, mereka adalah dua bersaudara Shin dan Sayo, penduduk desa tempat Rio dulu tinggal. Mereka telah berpisah sebelum Rio meninggalkan wilayah Yagumo, tapi mengapa mereka ada di sini? Wajah Rio menjadi sedikit rumit saat dia memikirkan alasannya. Lalu——,
“Oi, Sayo. Ngapain kamu sembunyi di sana? Ayo.”
“Tu-Tunggu, Onī-chan...”
Shin menarik tangan Sayo dengan nada suara yang tegas dan secara paksa membawanya ke posisi di mana Rio bisa melihatnya dengan jelas. Sejenak, tatapannya bertemu Rio dan Celia dan Latifa dan yang lainnya, yang berada di dekatnya, tapi Sayo langsung menoleh dan memalingkan muka. Melihat reaksi Sayo seperti itu——,
“.........”
Gadis-gadis di sekitar Rio semuanya yakin bahwa pasti telah terjadi sesuatu antara dia dan Rio.
“Cih, kamu harus lebih percaya diri.”
Shin menatap gadis-gadis di samping Rio dan Sayo seolah membandingkan mereka, lalu menyipitkan matanya saat dia memelototi Rio.
“...Yang jelas, senang bisa bertemu dengan kalian lagi. Niatnya aku mau kembali ke wilayah Yagumo lagi, jadi kenapa kita tidak pindah tempat? Aku harus menyapa para tetua juga.”
Rio menyarankan, wajahnya agak mendung dengan malu-malu, tapi ekspresinya santai saat dia tersenyum.
“Tentu, dengan senang hati.”
Gōki membungkuk dalam-dalam. Dengan demikian, rombongan memutuskan untuk pindah ke balai desa.