Bab 1
Langkah Kaki Keributan
3
Selama dua minggu berikutnya, kehidupan sekolah kami berjalan seperti biasa.
Aku mencurahkan hari-hariku untuk belajar sambil mempersiapkan Festival Budaya dan Festival Olahraga pada waktu yang sama. Ini adalah waktu yang berharga ketika aku dapat mengatakan bahwa aku mengulangi rutinitas yang sama seperti di sekolah biasa. Anehnya, hubungan antara aku dan Kei tidak menyebar dari Sudō, dan tidak ada tanda-tanda bahwa ada orang baru yang mengetahuinya.
Kemudian saat itu sepulang sekolah pada hari Rabu minggu ketiga di pertengahan bulan September. Duduk di belakang kelas, aku melihat bayangan orang yang tidak biasa menghampiri Horikita yang duduk di tengah barisan depan.
“Hei, Horikita-san. Jika kau tidak keberatan, bisakah aku minta waktumu sebentar setelah ini?”
Satō-lah yang memanggilnya dengan sedikit ragu. Dia adalah salah satu gadis yang tidak pernah terlibat dengan Horikita.
“Aku ada urusan di OSIS dalam satu jam lagi, jadi jika tidak lewat dari itu, aku bisa saja. Ada apa?”
Dia tidak menunjukan ekspresi curiga, tapi kurasa dia tidak memiliki banyak pengalaman didekati oleh Satō. Saat ditanya balik dengan penasaran, Satō melanjutkan dengan suara yang sedikit berbisik.
“Kami sudah memikirkan banyak hal terkait hiburan apa yang akan kita sajikan untuk Festival Budaya, atau lebih tepatnya... Kamu yang suruh, bukan? Kamu minta kami untuk memberi tahumu jika kami punya ide.”
“Ya. Aku terbuka untuk presentasi, sih...”
“Nah itu, biarkan aku mempresentasikannya. Aku punya ide hiburan untuk memenangkan Festival Budaya ini dengan pasti.”
Satō terlihat percaya diri, tapi Horikita tidak terkesan dengan mudah.
Yang tidak mengejutkan, itu karena tidak sedikit siswa yang sudah mendatangi Horikita dengan ide-ide mereka dalam sepuluh hari terakhir ini.
Baik anak laki-laki maupun perempuan berulang kali mengajukan usulan ke Horikita, karena ada kompensasi jika usulan mereka diterima.
Mulai dari yang klasik hingga yang aneh, tetapi satu kesamaan dari mereka adalah bahwa Horikita bahkan tidak akan menganggapnya serius jika mereka hanya menyebutkan nama sajian secara acak. Di hari yang sama saat hadiah untuk pengusul diumumkan, Hondō langsung mengusulkan untuk menjual karaage karena rasanya yang enak. Namun, Horikita menolaknya dan menyuruhnya pergi untuk membuat proposal. Dia bahkan tidak mau menerimanya sebagai proposal. Keesokan harinya, tanpa gentar, Hondō mengajukan usulan untuk membuat karaage, tapi yang dia katakan hanyalah resep karaage yang pasti dia dapat dari Internet dan pidato yang penuh semangat tentang berapa banyak yang akan terjual dan betapa enaknya itu.
Melihat proposal tingkat rendah itu, Horikita sekali lagi menekankan pentingnya proposal. Jika dia ingin membuka stan karaage, berapa biayanya, di mana lokasi stannya, berapa banyak tenaga kerja yang dibutuhkan, berapa harga tetapnya, berapa banyak pelanggan yang diharapkan untuk membelinya, dan apa dasar untuk semua itu? Dia mengatakan kepada semua orang bahwa dia hanya akan mendengarkan ide-ide dari mereka yang telah memikirkannya dengan benar.
Setelah itu, kukira jumlah orang yang dengan mudah mengajukan usulan ke Horikita akan berkurang drastis, tapi ternyata malah semakin banyak siswa yang membawa proposal mereka yang dibuat dengan baik.
Dan beberapa ide akhirnya dimasukkan ke dalam daftar pertimbangan Horikita.
Namun, belum ada proposal yang diadopsi karena mereka tidak memiliki proposal yang pasti.
“Kalau begitu, bisa tunjukan proposalnya?”
“Ah, un. Tentu saja aku bisa menunjukannya, tapi... tidak bisa di sini. Jika memungkinkan, bisakah aku minta waktumu sebentar setelah ini?”
“Begitukah? Yah baiklah, kemana aku harus pergi?”
“Mmm itu, di ruang kelas kosong di gedung khusus dalam 30 menit. Aku sudah mendapatkan izin dari guru untuk memakainya.”
“Kelas kosong?”
Setelah mengabaikan pertanyaan balik dari Horikita yang penasaran dan memintanya untuk datang, Satō melihat mataku yang sedang mengawasi mereka, dan segera mendekatiku.
“Hei, Ayanokōji-kun. Apa kamu juga punya waktu setelah ini, Ayanokōji-kun?”
“Aku? Aku tidak punya rencana setelah ini.”
“Kamu sudah dengar pembicaraan kami tadi, ‘kan? Bisakah kamu datang dengan Horikita-san dalam waktu 30 menit?”
“Kenapa aku juga?”
“Itu rahasia untuk sekarang. Pokoknya kamu akan tahu ketika kamu sampai di sana.”
Seperti sikapnya terhadap Horikita barusan, wajah Satō penuh dengan kepercayaan diri.
“Kalo gitu aku tunggu, ya!”
Setelah memeriksa waktu di ponselnya, Satō buru-buru keluar dari kelas.
“Itu anak kenapa, ya. Dia tampaknya cukup percaya diri, meski begitu.”
“Apakah itu berarti dia sudah memikirkan sajian bagus?”
“Jika demikian, apa dia perlu repot-repot memanggil kita?”
Aku juga tidak tahu apa niatnya itu, tetapi aku akan mengetahuinya dalam 30 menit lagi.
Aku dan Horikita memutuskan untuk menghabiskan waktu di kelas sebelum menuju ke gedung khusus.
Njir ternyata udah 2 Minggu belum nyebar meskipun sudo udah dikasih tau
ReplyDeleteMakasih min lanjut terusss
ReplyDeleteThx atas terjemahannya
ReplyDeleteLanjut min
ReplyDeleteNextt
ReplyDeleteKostum Maid nih pasti wkwkwk
ReplyDeletetombol next kok beda dah min ?
ReplyDelete