Bab 4
Pilihan Ichinose Honami
Sebelum ujian khusus ini dimulai, ada satu kelas yang menurut setiap guru pasti bisa menyelesaikan ujian. Di sisi lain, juga dapat diperkirakan bahwa jika mereka menyelesaikan ujian tanpa kesulitan, mereka mungkin harus mundur dari kompetisi kelas A di masa depan. Itu adalah Kelas B, kelas Ichinose berada.
Isu ⑤ : Dapatkan 100 poin kelas sebagai ganti satu teman sekelas dikeluarkan.
(Jika suara bulat setuju, tentukan siswa mana yang akan dikeluarkan, dan voting akan dilakukan)
Ichinose dan rekan-rekannya yang mencapai isu terakhir lebih awal telah menyelesaikan voting pertama dan sedang menunggu hasilnya. Tidak ada tanda-tanda kecemasan atau kegelisahan di sana. Kecuali 1 orang.
Kanzaki berdoa sambil menatap 39 orang, tidak termasuk dirinya, yang telah memilih.
Dia sangat berharap bahwa hasil voting akan sedikit terpecah.
“...Baiklah, aku akan mengumumkan hasilnya.”
Hoshinomiya mengoperasikan tabletnya dengan ekspresi agak kecewa di wajahnya.
Hasil yang ditampilkan saat semua orang mengamati adalah....
Hasil Voting Pertama : 1 Setuju | 39 Tidak Setuju
Setelah menyadari hasil terburuk yang bisa dia bayangkan, Kanzaki menutup matanya sekali.
Sebagian besar memilih tidak setuju tentu saja tidak mengejutkan bagi siswa-siswi di Kelas B.
Mereka tidak ragu bahwa suara bulat tidak setuju akan dicapai sebagai hal yang biasa. Ini dilambangkan dengan fakta bahwa mereka tidak merasakan sesuatu yang aneh tentang fakta bahwa ada yang memilih setuju.
“Hei, siapa yang menekan setuju? Kamu menekan tombol yang salah loh~.”
Tanpa merasakan kejanggalan, Shibata yang duduk di depan mengatakan itu ketika dia berbalik.
Benar, dia tidak mempertimbangkan kemungkinan bahwa satu suara ini adalah suara setuju dengan maksud yang jelas.
Bukan hanya Shibata, tapi semua orang di kelas memiliki persepsi yang sama.
Justru karena dia tahu ini, perasaan marah yang tak terkendali muncul dalam diri Kanzaki.
Hingga saat ini, Kanzaki telah sebisa mungkin diam-diam membantu teman-teman sekelasnya dan mengikuti keinginan mereka.
Namun, dia tidak bisa terus berjuang hanya untuk melindungi teman-temannya secara delusi dalam situasi apa pun.
Justru karena posisinya sebagai penasihat umum, Kanzaki merasakan kekhawatiran ini lebih kuat daripada siapa pun.
“Aku rasa tidak ada yang perlu didiskusikan untuk saat ini, sampai voting berikutnya, dengan tepat———”
Kurangnya kesadaran akan krisis. Pola pikir yang menganggap bahwa tidak mungkin ada siswa yang memprioritaskan poin kelas di atas teman sekelas.
Kanzaki tidak bisa terus bertahan dalam diam setelah melihat semua ini.
“Tunggu sebentar.... Tentunya kita pasti selalu bisa mendapatkan suara bulat menentangnya. Tapi bisakah kita benar-benar yakin bahwa itu adalah hal yang benar untuk dilakukan, dengan tetap memilih untuk melindungi teman sekelas kita?”
Menyela kata-kata Shibata, Kanzaki berdiri setelah memukul meja dengan kuat meski dia masih tenang.
“Aku hanya bisa berasumsi bahwa kalian semua menderita bias normalitas jika kalian tidak berpikir itu aneh bahwa kita akan mendapat 39 suara tidak setuju tanpa keraguan atau kecurigaan.”
Bias normalitas mengacu pada karakteristik tidak memperhatikan sesuatu seperti peristiwa atau informasi yang meresahkan, dan tidak mengenali krisis.
“Agar kelas kita menang di masa depan, kita harus memilih keputusan baru. Kita sudah ada di tepi jurang. Tapi kalian malah meremehkannya dan mengira bahwa kita tidak akan pernah jatuh dari tebing itu, bukan? Jika kita tidak lebih serakah dalam mengejar poin kelas, naik ke Kelas A hanya akan menjadi mimpi dalam mimpi.”
Aku ingin kalian memahami itu. Kanzaki membuat argumen yang tidak cocok untuknya, tapi mata teman-teman sekelasnya sangat dingin saat mereka melihatnya.
“Ada apa sih, Kanzaki? Apa itu berarti suara setuju ini diberikan olehmu?”
Kata Shibata saat dia berbalik, tampak tidak terima dengan suara setuju, yang bukan karena salah tekan.
Tidak, bukan hanya Shibata. Hamaguchi, Andō, Kobashi, Amikura, Shiranami, seluruh kelas menatapnya seperti itu.
“Ya. Melindungi teman sekelas kita tentu penting. Tapi, kelas kita perlahan kehilangan poin sejak pertama kali masuk sekolah. Jika kelas bawah memprioritaskan poin kelas di atas teman sekelas mereka, kita akan jatuh kembali ke kelas D dalam ujian khusus ini.”
Mungkin hanya Hoshinomiya, wali kelasnya, yang mendengarkan keluhan dari Kanzaki itu secara langsung.
Namun, dari posisinya sebagai guru, dia tidak bisa mengatakan bahwa dia setuju dengan itu.
“Itu benar sih... tapi tidak ada seorang pun di kelas ini yang pantas untuk dikeluarkan.”
Tidak bisa diperdebatkan, kata Shiranami, langsung menunjukkan penentangannya terhadap Kanzaki.
“...Aku tahu. Aku tahu itu.”
“Kau bilang kita akan jatuh ke kelas D, tapi aku tidak berpikir ada yang akan mengeluarkan seseorang hanya untuk 100 poin kelas. Yah, aku tidak tahu apakah salah satunya adalah Ryūen, tapi ujian ini membutuhkan suara bulat dari seluruh kelas dengan anonimitas. Aku tidak sangat yakin, tapi aku tidak berpikir kelas-kelas lain akan memilih untuk mengeluarkan seseorang.”
Jika diperkirakan semua kelas akan sepakat untuk tidak setuju, maka kesenjangan tidak akan melebar.
“Tentu tidak akan mudah bagi kelas mana pun untuk memilih menebas teman mereka. Tapi, aku lebih mementingkan prosesnya. Bukankah wajar bagi sebagian siswa, meski tidak sampai setengahnya, untuk berpikir bahwa mereka harus memprioritaskan kelasnya daripada teman-temannya sampai batas tertentu?”
“Jadi kau ingin berdebat? Meski sudah diputuskan untuk sepakat tidak setuju?”
“...Ini belum diputuskan. Ini adalah diskusi dengan maksud untuk mencapai kesepatakan menyetujuinya.”
“Tidak, tidak, itu aneh. Bukankah karena kita punya teman dan karena tidak ada yang hilang, makanya kita bekerja keras untuk menjadi yang teratas? Jelas tidak boleh ada satu pun dari kita yang hilang.”
Poin kelas dan teman sekelas.
Mana dari keduanya yang lebih penting? Jika dia memiliki dua pilihan sederhana seperti itu, Kanzaki juga tidak akan ragu tentangnya.
Namun, banyak hal telah berubah sejak dia pertama kali masuk sekolah.
Mereka start dari kelas B, saat poin kelas sejajar.
Pada semester pertama tahun pertama, mereka memimpin besar atas dua kelas dibawahnya. Dia tidak pernah mengeluh tentang seberapa berharganya teman-temannya selama mereka mempertahankan status itu.
“Apakah tidak ada seorang pun... yang memiliki pendapat lain selain tidak setuju?”
Meskipun hampir menyerah, Kanzaki percaya pada kemungkinan terakhir dan melihat-lihat teman-teman sekelasnya.
Tapi, tidak satu pun dari mereka yang menunjukkan tanda-tanda setuju dengannya.
Bahkan jika mereka sebagian setuju di dalam hati, tidak ada siswa yang bisa mengungkapkannya dengan kata-kata.
Semua orang percaya, atau lebih tepatnya berharap, bahwa voting kedua akan berakhir dengan suara bulat untuk tidak setuju.
“Maaf, tapi aku... tidak akan membiarkan pilihan ini berakhir dengan suara bulat tidak setuju.”
Kanzaki bergumam untuk melawan tekanan yang dia rasakan.
“Apakah itu berarti... kamu akan memilih setuju di voting berikutnya juga?”
Ichinose yang diam sampai saat ini, bertanya pada Kanzaki tentang niatnya yang sebenarnya.
“...Ya.”
“Tapi Kanzaki-kun, kami tidak akan berubah pikiran, loh? Aku jelas tidak ingin kelas untuk... mengorbankan teman untuk mendapatkan poin kelas.”
“Benar tuh, Kanzaki. Isu ini jelas adalah tantangan, atau lebih tepatnya jebakan dari sekolah. Mengorbankan teman sekelas demi poin kelas jangka pendek. Jika kita mulai berpikir seperti itu, kita akan menderita rasa sakit yang sama di pertempuran selanjutnya, bukan?”
“Namun, jika kita mendapatkan poin kelas bahkan jika harus meninggalkan teman kita, kita bisa lebih dekat ke Kelas A. Jika kesempatan seperti itu datang lagi dan lagi, itu lebih baik. Di sisi lain, jika hanya kelas kita yang memilih untuk melindungi teman-teman kita, kita akan disusul oleh kelas lain.”
“Kurasa tidak mudah mengorbankan banyak teman. Selain itu, bisakah kelas seperti itu terus menang? Kelas yang melindungi teman-temannya dan percaya pada teman-temannya akan menang pada akhirnya. Benar, bukan?”
Semua anggota kelas mengangguk hampir serempak.
“Lihatlah kenyataannya, Shibata. Situasinya sangat berbeda dari tahun lalu. Kita berada di tempat yang sulit. Kita juga telah kehilangan banyak poin pribadi karena memilih untuk tidak mengeluarkan siapa pun. Di sisi lain, ketiga kelas lain yang kehilangan teman sekelas mereka membuat kemajuan yang baik.”
“Itu tidak akan bertahan selamanya.”
“Atas dasar apa kamu bilang itu tidak akan bertahan selamanya?”
“Kalau begitu aku akan bertanya sebaliknya, atas dasar apa itu akan bertahan selamanya?”
“Lihatlah situasi saat ini. Kita berada di posisi kedua, dan sekarang dalam bahaya jatuh ke posisi keempat.”
“Kaulah yang perlu melihat situasi saat ini, Kanzaki. Sekarang, kita kelas B. Entah itu memimpin 1 poin atau 100 poin, kenyataannya kita kelas B, bukan? Selain itu, jika kita turun peringkat sedikit, pada akhirnya kita akan kembali.”
Sejauh ini, Kanzaki sudah didorong oleh harapan orang-orang di sekitarnya dari awal hingga akhir, tapi dia sudah mencoba yang terbaik untuk tetap bertahan.
Dia mati-matian menolak keinginan untuk mempertanyakan ide gila ini.
“Kanzaki-kun. Aku mengerti kalau kau ingin memiliki banyak pilihan untuk menang. Tapi ada beberapa pilihan yang tidak boleh kamu pilih. Aku yakin pilihan dari isu ini sama seperti itu. Bukan karena poin kelas tidak cukup untuk membuat seorang siswa dikeluarkan. Menimbang poin kelas dan teman itu sendiri adalah salah.”
Ketika Ichinose angkat bicara, tekad teman-teman sekelasnya berubah menjadi ketegasan.
Tidak, dari awal mereka memang sangat bertekad untuk mengutamakan teman-temannya, tapi sekarang mereka diberi lapisan tambahan.
Kanzaki sangat kecewa. Kelas ini sering membuat iri orang luar.
Teman ideal yang baik, ceria, dan setara, dan yang mampu menyeimbangkan belajar dan olahraga.
Ini adalah kelebihan yang diciptakan oleh Ichinose, sebagai pemimpin, tapi juga memiliki kelemahan besar. Kehadirannya menghasilkan pengikut secara massal dan telah menciptakan lingkungan di mana mereka tidak memandang hal-hal kotor.
Bahkan jika dikatakan bahwa mereka dijamin akan naik ke Kelas A jika mereka mengeluarkan seseorang, kelas ini akan mengutamakan teman-temannya. Sebuah obsesi yang membuat mereka berkata, “Kami lebih suka berada di kelas B daripada menebas teman kami.”
Kanzaki diingatkan kembali bahwa itu adalah satu-satunya dan kelemahan terbesar mereka.
“Begitu, ya... kurasa kau benar. Mungkin aku salah.”
Untuk mengatasi kelemahan tersebut, dia bersedia mengambil risiko dan mencoba tindakan tegas.
Meskipun dia tahu dia tidak cocok untuk pekerjaan itu, dia tidak punya pilihan selain melakukannya karena tidak ada orang lain yang bisa melakukannya.
“Tetap saja bagaimana jika aku terus memilih setuju sampai akhir? Satu suara memiliki kekuatan yang besar dalam ujian khusus ini. Aku bisa mengabaikan kehendak 39 orang dari kalian dan tetap memilih setuju.”
“Mana bisa kamu melakukan itu. Jika kita gagal karena kehabisan waktu, kita akan minus 300. Dan itu berarti kamu tidak akan bisa mengalahkan kelas lain.”
Tidak mungkin ada yang akan memilih untuk gagal karena kehabisan waktu. Itu adalah akal sehat.
“Itu sama saja. Jika kita tidak berkorban dan meraih 100 poin di sini, aku tidak berpikir kelas ini akan lulus sebagai Kelas A. Dengan kata lain, entah itu 100 atau 300 poin, jumlah poin yang hilang itu masalah sepele———”
“Yak, cukup. Sekarang waktunya untuk memilih, jadi tolong hentikan diskusinya.”
Hoshinomiya menyela Kanzaki dan beralih ke waktu voting 60 detik.
Tablet menampilkan layar voting yang diaktifkan, dengan tombol setuju dan tidak setuju.
Dalam diam, Kanzaki melihat tombol-tombol itu. Kelas berhenti bergerak dan keheningan melanda.
Suasana dipenuhi perasaan bahwa 39 orang telah selesai memilih dalam waktu kurang dari lima detik.
Tidak, mereka benar-benar telah selesai memilih.
Ketika Kanzaki mengambil keputusan dan menekan tombol, Hoshinomiya bergerak pada saat yang sama.
“Oke. Baiklah karena semua orang sudah memilih, aku akan mengumumkan hasilnya.”
Hasil Voting Ke-2 : 1 Setuju | 39 Tidak Setuju
Meskipun bujukan putus asa sia-sia, hasilnya sama dengan voting putaran pertama.
Tentu saja, hal yang sama berlaku untuk fakta bahwa satu suara yang mendukung ini adalah Kanzaki.
“Kau pasti bercanda...”
“Kanzaki-kun, kamu serius ketika kamu bilang akan memilih setuju?”
Teman-teman sekelasnya, termasuk Ichinose, lebih tercengang daripada marah dan melontarkan kata-kata mereka.
Namun, suasana riang itu mulai berubah sedikit demi sedikit karena kemauan keras Kanzaki.
“Ya. Aku benar-benar siap pada voting kedua tadi. Aku ingin isu ini disetujui dengan suara bulat.”
Kelas menjadi hening setelah mendengar komentar itu, meskipun interval baru saja dimulai.
“Kalau aku terus memilih setuju, setelah beberapa jam, kalian tidak akan punya pilihan selain berpikir untuk berhenti dan mencairkan pikiran. Kita harus berdiskusi apakah memilih tidak setuju benar-benar hal yang benar untuk dilakukan.”
Kanzaki mengatakan bahwa dia siap untuk menggunakan sisa tiga setengah jam waktu ujian sepenuhnya.
“Hanya ada beberapa cara untuk keluar dari situasi ini. Kalian harus mengubah pendapat kalian dan sepakat untuk setuju.”
“Apa yang kamu katakan, Kanzaki-kun? Hal seperti itu———”
“Tidak realistis, bukan? Karena seperti kata kalian, dari awal tidak ada ide untuk mengorbankan salah satu teman sekelas di kelas ini kecuali aku. Meski begitu, itu tidak berarti aku akan mempengaruhi suara yang setuju.”
Menyela kata-kata Ichinose, Kanzaki masih tidak berhenti melawan dan terus berbicara.
“Maka hanya ada satu cara yang nyata. Kalian pilih setuju, dan kemudian keluarkan aku.”
Aku ingin mengubah kelas ini bahkan jika harus mengorbankan diri. Dia mengungkapkan keinginannya dalam bentuk itu.
“Jika aku tidak memiliki keberanian untuk mengambil langkah maju dalam ujian khusus ini, aku tidak akan bisa naik ke Kelas A. Itu berarti aku akan menghabiskan separuh sisa masa sekolahku dengan sia-sia. Aku lebih suka dikeluarkan dan mencari jalan lain daripada membiarkan itu terjadi.”
Itu tampak seperti skema pintar, tapi itu juga satu-satunya cara yang bisa dilakukan oleh Kanzaki.
Tidak mungkin kelas ini, yang dekat dengan yang lemah, dapat mengambil tindakan untuk memilih siswa untuk dikeluarkan.
Di sisi lain, mereka juga tidak ingin menggunakan adu nasib untuk hukuman berat seperti pengusiran.
Kemudian sejak perlawanan itu, voting diulang tiga kali, dengan interval baru di antaranya.
Sebanyak lima kali voting dilakukan, semuanya dengan 1 suara setuju dan 39 suara tidak setuju.
Layar yang sama dan hasil yang sama diulang tanpa satu suara pun dipindahkan.
“Baiklah, interval lagi~.”
Mungkin bosan dengan kebuntuan, Hoshinomiya tidak menyembunyikan kebosanannya dalam sikapnya.
Para pengamat di belakang kelas tidak mempermasalahkan sikap guru yang seperti itu.
Peran yang diberikan kepadanya hanya untuk menjaga keadilan.
Tidak peduli apakah siswa bermain-main atau guru tidak termotivasi, itu adalah tindakan bebas yang diperbolehkan dalam aturan. Namun, sudah lebih dari 30 menit dari sana.
Dengan kata lain, bahkan jika mereka mengulangi 3 putaran voting tambahan, hasil yang keluar tetap sama.
Hanya hasil voting tetap yang tidak akan pernah berubah yang dicerminkan dan dikembalikan ke kelas.
“Sudah lebih dari 1 jam loh ini? Hanya untuk isu terakhir ini.”
“Tapi apa boleh buat. Kita harus menunggu sampai Kanzaki-kun memilih tidak setuju.”
Keinginan dari 39 orang yang memilih tidak setuju adalah bahwa Kanzaki akan kehilangan kesabarannya dan memilih tidak setuju.
Awalnya, mereka mencoba bersikap baik padanya, dan kemudian mereka memarahinya dengan nada tegas, tapi Kanzaki hanya terus mengulangi voting dalam diam.
“Hei semuanya, aku udah bosan sama keheningan ini, boleh gak aku bicara sama kalian bentar? Ah, kalau ada yang gak tertarik, abaikan aku saja ya.”
Hoshinomiya yang telah mengawasi isu terakhir sampai sekarang, membuka mulutnya.
“Sebenarnya, Sensei juga punya pengalaman yang sama seperti kalian waktu masih sekolah dulu. Kenapa bisa sih? Soalnya aku juga mengikuti ujian khusus suara bulat ini. Dan isu kelima persis sama dengan isu yang kalian hadapi sekarang.”
“Kok tumben, Sensei membicarakan tentang masa sekolah Anda. Ini baru pertama kalinya, bukan?”
Hubungan antara kelas Ichinose dan Hoshinomiya baik, dan sudah diketahui sejak awal bahwa dia berasal dari sekolah ini. Dalam prosesnya, tidak sedikit siswa yang mencoba bertanya tentang masa sekolahnya, tapi bisa dikatakan bahwa tidak pernah ada kesempatan untuk membicarakannya dengan serius.
“Meskipun situasi kelas benar-benar berbeda, aku ingat terjebak untuk waktu yang lama pada isu ini juga.”
Dia tertawa agak dingin saat mengingat masa itu.
“Disuruh milih antara mendapatkan poin kelas atau teman ini pilihan bukan main, ‘kan? Jadi kami bertengkar dan bertengkar. Anak laki-laki bahkan sampai saling mencengkeram kerah.”
“Bu-Bukankah itu lebih dari pertengkaran?”
Mungkin mereka tidak bisa membayangkan situasi seperti itu di kelas mereka sendiri, di mana mereka saling mencengkeram kerah.
Shiranami tertawa pahit sambil melihat gadis-gadis lain.
“Ya~h, waktunya juga beda sih. Dalam kasusku, itu diadakan di semester ketiga tahun ketiga. Ketika kami berjuang keras untuk satu poin. Jika kalian sedikit saja berbicara tentang mengeluarkan seseorang tertentu, seorang teman akan membela seseorang itu sebagai hal yang wajar. Tetapi terkadang kalian harus menebas seseorang untuk menang, bukan? Jika kalian berada dalam situasi di mana kalian hanya butuh 100 poin lagi untuk mencapai Kelas A, apakah kalian akan membuat keputusan yang sama seperti yang kalian buat saat ini?”
Hoshinomiya tahu persis apa yang ingin ditanyakan Kanzaki, dan dia mengatakannya secara langsung.
“Kami tidak bisa mengeluarkan siapa pun. Di ujian khusus selanjutnya kami akan berjuang keras untuk menebusnya———”
“Bagaimana jika tidak ada selanjutnya? Bagaimana jika ujian khusus ini adalah ujian terakhir sebelum kelulusan? Sekarang kalian telah mencapai Kelas A yang kalian inginkan. Tapi kesenjangan dengan Kelas B hanya beberapa puluh poin. Jika kalian memprioritaskan melindungi teman kalian di sini, kalian akan berakhir di kelas B. Nah, apa yang akan kalian dilakukan? Tentu saja, Kelas B yang mengejar kalian juga tidak ada lain kali, ‘kan? Kalian akan mengambil 100 poin bahkan jika harus menebas seseorang, ‘kan?”
Tidak peduli berapa banyak orang baik hati di kelas, mereka harus memikirkan hal itu.
Jika mereka melindungi teman mereka, mereka hampir pasti jatuh ke Kelas B.
“Haruskah kita membuatnya bulat untuk tidak setuju juga? Ingin bertaruh pada angan-angan di mana Kelas B menyerah pada Kelas A dan memilih pilihan untuk tidak mengeluarkan seseorang?”
Bahkan teman-teman sekelas yang terus-menerus keberatan, akhirnya mulai sedikit berbicara.
“Itu pertanyaan yang kejam, bukan? Kenyataannya, kalian tidak dalam situasi itu sekarang. Tapi hanya 1 hal yang pasti. Artinya, jika kalian memiliki keinginan untuk naik ke Kelas A, akan tiba saatnya kalian harus bermain batu-kertas-gunting atau apa pun dan memilih setuju. Kehabisan waktu bukanlah pilihan.”
“Kalau Sensei... pilihan apa yang Anda buat saat itu?”
“Aku? Kalau aku... tentu saja, aku memilih untuk menebas orang yang tidak perlu. Habis, mau nyebut dirimu teman atau sahabat, pada akhirnya, yang penting adalah dirimu sendiri. Bukankah kalian semua yang saat ini tidak setuju berpikiran sama? Intinya, selama kamu bisa menyelamatkan dirimu sendiri, itu yang terpenting.”
Semua orang ingin lulus sebagai kelas A. Itulah yang semua orang pikirkan.
Namun banyak dari mereka juga memahami dalam hati mereka bahwa itu adalah idealisme.
Teman atau perlindungan diri? Para siswa tidak bisa menemukan kata-kata untuk menjawab pertanyaan itu.
“Aku tidak bisa mengatakan lebih dari itu karena aku diawasi ketat di belakang. Aku akan menghormati pilihan mana pun yang kalian buat. Tapi, jangan pernah hanya membuat keputusan yang ambigu. Jika kalian berteman hanya di permukaan, prioritaskan saja poin kelas tanpa perlu khawatir. Kalian baru mengenal satu sama lain selama lebih dari satu setengah tahun, ‘kan? Aku yakin rasa sakit karena kehilangan teman kalian akan sembuh pada waktunya. Faktanya, tiga orang yang benar-benar dikeluarkan dari kelas lain sudah agak dilupakan, bukan? Tetapi jika kalian tidak bisa naik ke Kelas A, itu akan menghantui kalian selama sisa hidup kalian. Sebaliknya, jika teman benar-benar lebih penting daripada apa pun, maka kalian harus mengutamakan mereka.”
Tanpa menyarankan pilihan manapun, Hoshinomiya menyelesaikan ceritanya sambil menghindari tatapan tajam pengawas. Sebagai seorang guru, dia hanya memberi tahu mereka bahwa ada kelebihan dan kekurangan keduanya. Tepat ketika mereka selesai mendengarkan cerita itu, voting berikutnya tiba. Semua orang memiliki perasaan aneh tentang tombol itu, baik setuju maupun tidak setuju. Sementara itu, hasil voting yang memakan waktu lama adalah 1 suara setuju dan 39 suara tidak setuju. Sama seperti sejauh ini, tidak ada pergeseran satu suara pun.
Hoshinomiya tidak terlalu terkejut, tetapi sebaliknya, dia sepertinya bisa melihat bentuk kelas ini.
“Hei, Kanzaki-kun. Bisakah kau hentikan ini?”
Pada interval segera setelah voting selesai, Himeno memanggilnya dengan ekspresi muak.
“Aku mengerti apa yang Kanzaki-kun coba katakan, dan aku juga mengerti apa yang Hoshinomiya-sensei coba katakan. Tapi aku tidak berpikir itu akan membuat kami memilih setuju sekarang. Aku yakin itu mungkin tidak akan berubah bahkan jika kita kehabisan waktu.”
Mereka akan memilih untuk kehabisan waktu untuk melindungi teman-temannya. Itulah persepsi yang pasti dimiliki Himeno dan kebanyakan orang di kelas. Sebagai tanggapan, Ichinose mengungkapkan pikirannya sendiri.
“Apa yang Kanzaki-kun dan Hoshinomiya-sensei coba katakan, un. Aku bisa memahaminya dengan baik. Tapi ya, apa yang baru saja keduanya bicarakan adalah apa yang harus dilakukan ketika kita berada dalam situasi seperti itu. Aku juga mengerti kenapa kalian terguncang, dan kupikir itu bukan hal yang buruk. Tapi———bahkan jika aku berada dalam situasi seperti itu, kupikir tidak ada gunanya meraih Kelas A jika harus mengeluarkan seorang teman. Lalu apa yang harus kita lakukan untuk itu? Untuk menghindari situasi seperti itu, kupikir penting untuk memastikan bahwa kita mengambil Kelas A agar kita tidak harus membuat pilihan yang tidak masuk akal seperti itu.”
“Itu idealisme... bukan? Kelas A yang luar biasa di mana tidak ada yang dikeluarkan. Kira-kira berapa banyak poin kelas yang harus dikumpulkan untuk mewujudkan itu...”
“Aku mungkin belum cukup baik sekarang. Tapi aku ingin mengincar kelas yang seperti itu.”
Teman-teman sekelasnya mendengarkan dengan seksama narasinya, yang hanya seperti angan-angan, dan mengangguk berulang kali.
Perlawanan Kanzaki sudah tidak berarti lagi.
Bahkan jika dia terus memilih setuju di sini, mereka hanya akan kehabisan waktu, seperti yang dikatakan Himeno.
“Mari kita berjuang sama, Kanzaki-kun.”
“———Ya.”
Satu kekuatan oposisi dimangsa dan diambil oleh mereka yang tidak mengenal rasa takut.
“Aku berpikir untuk mengubah kelas ini dengan cara ku sendiri, bahkan jika aku harus memaksanya. Tapi, ternyata aku tidak memenuhi syarat...atau lebih tepatnya aku tidak kompeten untuk melakukan itu.”
Kelas ini tidak akan pernah berubah. Dia tidak tahu apakah mereka akan berakhir di kelas B atau D, tetapi mereka tidak akan pernah mencapai kelas A. Sudah cukup waktu baginya untuk menjadi yakin akan hal itu. Ekspresi wajahnya saat menerima untuk memilih tidak setuju tidak menunjukkan semangat apa pun, tapi hanya sedikit siswa yang menyadarinya. Setelah itu, waktu voting tiba seolah-olah tidak pernah ada masalah sejak awal.
Jawaban yang didapat oleh ke 40 orang itu adalah....
Hasil Voting Ke-10 : 0 Setuju | 40 Tidak Setuju
Dia memilih untuk melepaskan poin kelas dan melindungi teman sekelasnya.
“Baiklah, karena isu terakhir juga sudah disepakati dengan suara bulat, maka ujian khusus berakhir.”
“Ini yang terbaik, Kanzaki. Kita akan mendapatkan 50 poin untuk hadiah juga.”
Waktu yang dibutuhkan kurang lebih 3 jam. Mereka tidak diizinkan untuk tinggal di sekolah, tetapi ini akan menjadi waktu luang.
“Ngomong-ngomong, sepertinya Kelas A sudah menyelesaikan ujian khusus.”
“Serius? Kelas Sakayanagi memang hebat.”
“Berarti, kelas Ryūen-kun dan Horikita-san masih di tengah ujian, ‘kan?”
“Oke, semuanya~a. Ngegosipnya setelah keluar dari sekolah, ya. Kelas lain sedang dalam ujian khusus, jadi jangan ganggu mereka. Para guru sekarang akan memandu kalian, jadi silakan tinggalkan tempat duduk kalian dengan tenang.”
Sementara masing-masing dari mereka mengungkapkan kesan mereka tentang kegembiraan terbebas dari ujian khusus, Kanzaki berdiri dari tempat duduknya.
Aku klik chapter 3 part 2 tembusnya kok ke Inro chapter 4?
ReplyDeleteIni lanjutan chpt 3 cuma 1 ini doang kah? Apa ada part lain yang blm di upload?
ReplyDelete