Bab 7
Pilihan Horikita Suzune
“Baiklah, aku akan mengumumkan hasil votingnya.”
Hasil Voting Ke-10 : 1 Setuju | 38 Tidak Setuju
Pemandangan yang sudah bosan kulihat terulang kembali.
Memintanya untuk maju juga sama saja. Diskusi berulang juga sama saja.
Jumlah suara setuju tidak bertambah atau berkurang.
Hasilnya membuat orang bertanya-tanya apakah voting itu sebenarnya tidak adil dan layar yang sama hanya ditampilkan berulang-ulang.
“Karena suara tidak bulat, interval akan dimulai dari sekarang.”
Rona kelelahan bisa dilihat bahkan di wajah Chabashira yang menyampaikan kata-kata prosedural.
Sekarang dia telah menceritakan masa lalunya, yang bisa dia lakukan hanyalah melihat akhir dari isu ini sebagai guru.
“Kenapa sih.... Apakah benar-benar ada orang yang memilih setuju?”
Dapat dimengerti bahwa Keisei merasa terdorong untuk menyuarakan keraguannya.
Pada titik ini, bahkan jika kami ingin melanjutkan diskusi, kami sudah melakukan segala bentuk diskusi.
Entah sudah berapa kali Horikita dan Yōsuke mencoba membujuknya.
“Siapa pun yang memilih tidak setuju... tolong, bisa angkat tangan kalian?”
Jika percuma saja memanggil yang setuju, Yōsuke meminta siswa yang tidak setuju untuk mengangkat tangan mereka.
Dia terus berusaha keras untuk menemukan terobosan, bahkan jika itu berarti mengusulkan pola kebalikan yang tidak berarti.
Tangan di kedua sisiku direntangkan ke atas dalam satu baris. Tentu saja, aku juga mengangkat tangan.
Dapat dilihat dari sini bahwa 38 orang, termasuk Yōsuke, memilih tidak setuju tanpa ragu-ragu.
Satu-satunya yang tidak mengangkat tangannya adalah Kōenji, tapi....
“Aku tidak akan mengangkat tanganku, tapi jangan khawatir karena aku pilih tidak setuju.”
Kōenji menjawab Yōsuke yang menatapnya dengan cemas.
“Aku gak yakin bisa memercayaimu, Kōenji? Aslinya, kau pilih setuju, buk...”
“Mau diulang berapa kali? Diskusi itu. Kau tidak pernah bosan, ya.”
Adapun Sudō, dia hanya bisa menyinggung Kōenji. Bukan tidak masuk akal untuk percaya bahwa ada orang di kelas ini yang terus berbohong.
Ada siswa yang terus terang mengangkat tangan dan mengatakan bahwa dia memilih tidak setuju, meski dia memilih setuju.
“Aku tidak ingin berpikir bahwa ada di antara kalian yang baru saja mengangkat tangan sedang berbohong. Tapi sekarang aku akan melakukannya lagi, kali ini aku akan menatap mata kalian masing-masing dan bertanya langsung kepada kalian. Jika ada di antara kalian yang memilih setuju, katakan dengan jujur... tidak, aku ingin kamu memilih tidak setuju di voting berikutnya.”
10 menit terus mencoba. Horikita tidak membuang waktu dan tenaga dalam menangani setiap orang satu per satu.
Karena dia mungkin sama lelahnya dengan siswa lain, tapi dia tidak bisa mengatakannya.
Huruka, Airi, Keisei, dan Akito. Ike, Sudō, Mī-chan, dan Matsushita. Kushida, Onodera, Okitani, Mori, semua orang menjawab dengan menatap lurus ke mata Horikita.
Aku (aku) memilih tidak setuju, kata mereka.
(Tln: ore dan watashi)
Akhirnya, Horikita mencapai barisan terakhir pintu masuk kelas, sampai pada yang terakhir yaitu aku.
Matanya adalah campuran ketidaksabaran dan kecemasan, tetapi mereka masih demam.
“Bagaimana denganmu, Ayanokōji-kun?
“Tentu saja aku pilih tidak setuju.”
“...Oh.”
Dengan ini, berarti kami sekali lagi menyelesaikan wawancara yang hampir seperti interogasi setiap orang.
Tidak ada perubahan dalam pernyataan bahwa semua anggota kelas memilih tidak setuju.
Sisanya, yang bisa kami lakukan adalah memohon penyesalan hati nurani yang tersisa di hatinya dan membuatnya memilih tidak setuju, tapi....
“Sudah hampir 10 menit. Kembalilah ke tempat dudukmu, Horikita, kita akan mulai voting.”
Setelah segala upaya, waktunya voting datang lagi. Dan jawabannya.
Hasil Voting Ke-11 : 1 Setuju | 38 Tidak Setuju
Hasilnya tidak berbeda. Kurasa tidak ada lagi kata yang perlu ditambahkan.
Hanya hasil yang sama, sama, sama, dan sama, yang ditampilkan.
“A~a mō! Ini membuatku gila! Sumpah aku gak ngerti———!”
Sambil menggaruk kepalanya dengan kacau, Sudō membanting sikunya dengan keras ke meja.
“He-Hei tapi, serius kita harus gimana? Waktu yang tersisa hampir habis, bukan?”
Hingga saat ini, para siswa telah menginjak asumsi bahwa bahkan pemilih setuju yang bertahan pada akhirnya akan menyerah.
Horikita dan yang lainnya pasti berpikir bahwa dia tidak akan pernah memilih untuk kehabisan waktu.
Pemilih setuju tak salah lagi, hampir, pasti, mungkin, akan memilih tidak setuju karena takut kehabisan waktu.
Dan di menit-menit terakhir, suaranya akan bulat tidak setuju dan kami menyelesaikan ujian khusus.
Mereka pasti menggambarkannya seperti mulai mengerjakan ke Festival Olahraga atau Festival Budaya berikutnya.
Tapi———
Suara setuju tidak berubah.
Menunggu 10 menit, 30 menit, atau 1 jam lagi tidak akan mengubah jawaban itu.
Yang menunggu kami hanyalah kemungkinan rute terburuk yaitu [kehabisan waktu].
9 menit lagi menuju voting berikutnya. 9 menit ini tidak lagi hanya 9 menit.
Setelah titik ini, kami akan memiliki kurang dari 2 jam batas waktu.
Selama 3 jam terakhir, Horikita telah berjuang keras melawan isu terakhir ini.
Bukan karena strategi Horikita naif. Bahkan jika dia telah melakukan segala upaya agar mendapatkan suara bulat tidak setuju, itu akan menjadi [mustahil].
Mengapa demikian? Apa alasan yang mendasari hal itu?
Alasannya karena segala macam bujukan, segala macam negosiasi, segala macam tindakan tidak ada artinya.
Pemilih setuju hanya berjuang untuk mengindari suara tidak setuju menjadi suara bulat.
Yang paling menakutkan adalah bahwa orang yang memberikan suara setuju ini tidak melihat kehabisan waktu sebagai hal negatif terbesar.
Normalnya itu tidak mungkin dalam ujian khusus ini.
Ketika melihat isu ini secara objektif, prioritas dari ketiga pilihan itu sudah pasti dan tentu saja.
Tidak Setuju ≥ Setuju > Kehabisan Waktu
Ini adalah pertidaksamaan mutlak yang umum untuk keempat kelas dan semua siswa.
Prioritas ini menjadi pasti, yang merupakan premis dasar, sehingga dapat dikatakan, yang menjadi dasar ujian khusus.
Namun———bagaimana jika ada satu siswa saja dengan tanda pertidaksamaan yang berbeda?
Ya > Kehabisan Waktu > Tidak
Jika keutamaan yang menyimpang semacam ini diberikan, isu ini tidak akan mungkin terselesaikan.
Oleh karena itu, sekolah memiliki pengawasan dan aturan yang ketat untuk mencegah intervensi dari kelas lain. Untuk mencegah mereka menandatangani kontrak dengan seseorang seperti Sakayanagi atau Ryūen, yang akan mengundang mereka ke kelas mereka atau mentransfer sejumlah besar poin pribadi kepada mereka jika mereka membiarkan kelasnya kehabisan waktu.
Ujian khusus berubah menjadi kacau karena siswa yang tidak sejalan itu tercampur di dalamnya.
Bahkan jika kami terus membujuknya, yang menunggu kami hanyalah kehabisan waktu.
Lantas apa yang harus dilakukan?
Hanya ada satu hal yang harus ku lakukan dalam 2 jam tersisa.
Membuat suara bulat setuju
Itu adalah solusi terbaik. Tidak ada cara untuk membuka jalan kecuali mewujudkannya.
Itu mungkin sudah ada di kepala Horikita.
Namun, dia tidak bisa melangkah ke sana.
Menebas teman sekelas itu tidak mudah.
Memilih satu orang untuk dikeluarkan lebih sulit daripada membuat suara bulat tidak setuju.
Setelah dia mengambil langkah pertama, tidak ada jalan untuk kembali.
Itu karena dia tidak bisa menyesalinya dan berkata, sudah kuduga aku tidak bisa mengeluarkan seseorang, jadi aku akan kembali memilih tidak setuju.
Namun, aku masih ragu untuk menjalankan rencana ku ketika tiba saatnya untuk memilih.
Mengapa? Rute yang ideal telah hilang, dan waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan rencana ku sudah semakin dekat.
Menghabiskan waktu yang tidak perlu akan menghalangi suara bulat setuju dan pemilihan peserta dikeluarkan nantinya.
Tapi meski begitu, aku ingin coba membuat suara bulat tidak setuju sekali lagi, bahkan jika itu mengurangi waktu berhargaku.
Perasaan irasional yang belum pernah aku rasakan sebelumnya muncul di benakku.
Aku ingin tahu keputusan macam apa yang akan kamu buat pada saat seperti ini. Aku bertanya pada Horikita Manabu di dalam hatiku.
Tidak mungkin aku bisa mendapatkan jawabannya, tapi aku memutuskan untuk mengubah rencanaku. Aku bertaruh pada kesempatan terakhir tanpa mengubah jalan keluar strategi.
“Baiklah hasilnya...”
Setelah menyelesaikan penghitungan, Chabashira sejenak tidak dapat melanjutkan kata-katanya.
“...Aku akan mengumumkan hasilnya.”
Hasil Voting Ke-12 : 2 Setuju | 37 Tidak Setuju
“Gak mungkin, ‘kan? Kenapa!? Orang yang setuju bertambah!?”
Setelah waktu yang lama, satu orang berubah dari 38 orang yang selama ini secara konsisten tidak setuju menjadi setuju.
Itu akan memiliki dampak yang cukup untuk menghancurkan pemilih tidak setuju yang bersatu.
“Seperti melihat mimpi buruk, ya...”
Orang yang memberikan suara ini tidak lain adalah aku sendiri.
Hanya 1 suara berubah. Tentu tak sesederhana itu. Ini adalah suara yang kuat di mana seseorang di antara 37 orang yang memiliki persatuan yang kuat kecuali Kōenji berubah memilih setuju.
Horikita yang tak lagi memikirkan pikiran seperti itu, beralih ke mode berpikir lagi.
Jika kami tidak bisa membuat humlah suara setuju menjadi nol, apa yang harus kami lakukan?
Horikita segera memahami bahwa ini adalah satu suara yang berubah untuk menghindari kehabisan waktu.
Bagaimanapun jadinya isu terakhir ini menjadi suara bulat, itu adalah pilihan terburuk dari semuanya.
Yaitu kehabisan waktu. Bahkan tanpa pengusiran, poin kelas akan menjadi berkurang 300. Dengan asumsi bahwa semua kelas lain telah lulus, perbedaannya adalah 350. Dan jika ada kelas yang lulus dengan suara bulat setuju pada isu terakhir, selisihnya akan mencapai 450 poin.
Dengan kesenjangan yang begitu besar, tidak ada jaminan bahwa kami akan dapat mengejar ketinggalan bahkan jika kami memiliki lebih dari satu tahun sekolah tersisa. Tidak, bisa dikatakan itu tidak ada harapan.
Tidak lucu jika kami menghindari pengusiran, tapi kami juga harus melepaskan Kelas A.
Dan begitu pemikiran ini menyebar luas, tidak dapat dihindari bahwa pertanyaan akan mulai muncul tentang arti dari terus memilih tidak setuju. Mereka mulai berpikir bahwa akan lebih mudah untuk memobilisasi suara tidak setuju, yang memiliki potensi untuk menggerakkan kami secara serempak, daripada memobilisasi suara setuju, yang tidak mau mengalah.
Kami bisa maju setengah langkah dari status terkini yang kaku, bahkan jika rintangan terbesar menanti kami adalah; siapa yang akan dikeluarkan selanjutnya?
“He-Hei. Kita tidak punya pilihan lain selain memilih setuju, bukan?”
“Kau ini bicara apa? Jika kita melakukan itu, seseorang harus dikeluarkan, ngerti?”
“Tapi kan... Jika kita kehabisan waktu, kita semua tamat, loh?”
Erosi bertahap dari suara setuju mulai berkembang.
Kandidat pertama yang memulai gerakan adalah [siswa yang yakin tidak akan dikeluarkan].
Di sisi lain, bisa dilihat bahwa para siswa yang terus memilih tidak setuju cenderung mereka yang berpikir bahwa [mereka mungkin akan dikeluarkan].
Suara setuju terus tumbuh dari dalam.
Namun, tidak ada satu siswa pun yang akan maju untuk mengatakan bahwa mereka memilih setuju.
Itu tentu saja. Jika diketahui bahwa mereka berganti memilih tidak setuju, mereka mungkin akan dikeluarkan.
Hanya ketika suara bulat setuju, kami dapat melanjutkan ke pemilihan siswa yang akan dikeluarkan selanjutnya pada pijakan yang sama.
Hasil Voting Ke-13 : 5 Setuju | 34 Tidak Setuju
Tiga suara berganti setuju.
Siapa yang memilih setuju, suara-suara seperti itu masih kuat, tapi hanya sampai di situ.
Hasil Voting ke-14 : 12 Setuju | 27 Tidak Setuju
Jumlah persetujuan yang terus meningkat tidak berhenti, dan jumlahnya terus bertambah.
Dan akhirnya, suara setuju untuk pertama kalinya membengkak menjadi dua digit, hampir sepertiganya.
Mungkin akan ada lebih banyak suara setuju pada voting berikutnya.
Setelah mencapai titik ini, batas waktu yang tersisa adalah sekitar satu setengah jam.
“A-Aku ingin kalian menunggu. Jika kalian sungguh berpikir lebih baik memilih ke setuju di sini, kalian salah!”
Tak tahan lagi dengan krisis, Yōsuke meminta para siswa yang memilih setuju untuk menunggu.
“Aku tahu bahwa kita harus menghindari kehabisan waktu. Tapi, itu tidak berarti suara bulat setuju itu akan menyelesaikan masalah, bukan?”
“Benar katanya.... Kita nantinya harus mendapatkan suara bulat dari 39 pilihan untuk memilih target individu. Itu bahkan lebih sulit daripada mendapatkan suara bulat tidak setuju. Kita hanya punya waktu satu setengah jam lagi. Kalian sadar itu?”
Untuk menyelesaikan isu ini dengan suara setuju, kami perlu memutuskan siapa yang akan dikeluarkan.
“Ini belum terlambat. Kupikir kita harus memilih tidak setuju.”
“Aku setuju. Kita jangan terbawa suasana.”
Teman-teman sekelas terus terguncang secara emosional.
Mungkin sudah waktunya untuk tidak lagi membuat penilaian normal tentang apakah setuju atau tidak setuju itu benar.
“Terlebih lagi, kalian seharusnya tahu bahwa kalian tidak boleh setuju. Meski 12 orang memilih setuju, tidak satu pun dari mereka yang maju. Bukan begitu?”
Bahkan jika voting diulang dan jumlah mereka yang setuju meningkat nantinya, tidak akan ada kebulatan suara yang ideal kecuali ada intervensi besar untuk memaksakannya. Awalnya, aku berniat untuk membuat suaranya bulat dalam voting berikutnya, tapi kuputuskan untuk memajukan waktu luang dan menggunakannya di sini sekarang.
“———Bolehkah aku memberikan pendapat?”
“Eh...?”
Aku tidak yakin apakah Horikita mengharapkan ini, dia sedikit terkejut dengan saranku.
“Horikita, aku pilih setuju di voting ke-14 tadi.”
Ini bohong. Aku sudah memilih setuju dari voting ke-12.
Tapi tidak ada yang bisa membuktikannya.
“Ayanokōji-kun pilih setuju, kenapa...”
“Bukan apa-apa, jika kita terus bersikeras tidak setuju, kita akan kehabisan waktu. Dalam hal ini, tidak ada cara lain selain memilih setuju. Semua orang pasti sudah tahu itu.”
Untuk meningkatkan jumlah orang yang setuju, seseorang harus melakukan peran ini.
Dari kursi di sebelahku, Satō menatap wajahku dengan cemas.
Tidak, bukan hanya Satō. Siapa pun yang khawatir tentang situasi ini mungkin sama.
“Itu tidak akan menyelesaikan akar masalah. Pada akhirnya, kita harus berdebat tentang siapa yang akan dikeluarkan.”
“Itu benar. Tapi kita bisa keluar dari jalan buntu ini. Aku yakin bahwa bahkan jika kita mengidentifikasi orang yang telah memilih setuju dalam keadaan ini, orang itu tidak akan memilih tidak setuju. Dengan kata lain, kita tidak bisa mengharapkan suara bulat tidak setuju pada akhirnya. Tapi sekarang, kita bisa membuat suara bulat setuju. Dan kita bisa mengadili satu-satunya pembelot dan meminta 38 orang mengadilinya. Ini memaksa, tapi mungkin untuk mendapatkan suara bulat.”
Aku dan Horikita memikirkan satu orang yang sama.
Tentu saja, tidak ada jaminan bahwa itu adalah orang itu, tapi dia tahu apa yang ku maksud.
“Itu...”
“Mengadili? Apakah menurutmu kita berhak untuk mengadili siswa yang hanya memilih setuju?”
Yōsuke mengutip kata-kataku dan membalas.
“Ya. Jika kita tidak bisa membuat ini bulat, kita tidak akan bisa naik ke Kelas A. Tidak ada yang akan berpikir bahwa siswa yang mengetahui hal ini dan terus memilih setuju sama sekali tidak bersalah, bukan?”
“Ta-Tapi, tapi itu... jika batas waktunya semakin dekat, pasti tidak setuju———”
“Semakin dekat? Hanya ada beberapa kesempatan lagi untuk voting. Apakah kamu ingin melibatkan semua teman sekelas dalam kemungkinan tipis itu? Semakin sedikit waktu yang kita miliki, semakin tertutup jalan kita untuk lari dengan memilih setuju. Itu berarti memetik tunas kebulatan suara sepenuhnya.”
Tanpa perlu ku repot-repot mengatakannya, Yōsuke dan teman-teman sekelas tahu itu. Alasan banyak siswa tidak mengambil langkah pertama meskipun mereka tahu itu karena rintangan terbesar muncul ketika mereka menyetujuinya.
“Aku yakin pasti banyak siswa yang ragu-ragu untuk memilih setuju. Itu sebabnya aku ingin mengidentifikasi orang yang terus memilih setuju dan menyesuaikan arah untuk menargetkan hanya orang itu untuk dikeluarkan. Dengan kata lain, itu berarti menjamin keselamatan para siswa yang memilih tidak setuju sekarang.”
Satō yang telah mendengarkanku lebih dari siapa pun, mengangkat tangan kecil.
“Aku senang mendengarnya, tapi... percuman saja jika kita tidak tahu siapa yang memilih setuju, ‘kan? Dan pada akhirnya, ketika waktu hampir habis, kita hanya perlu menemukan kandidat acak untuk dikeluarkan... itu menakutkan.”
“Jika kita tidak dapat mempersempit kandidat siswa yang dikeluarkan, kita dapat memilih untuk kehabisan waktu lagi. Yang perlu kita hindari sekarang adalah tetap diam padahal ada kesempatan kita bisa menyelesaikan ujian, dan tidak mengambil langkah itu.”
Untuk mendorong siswa yang tidak yakin, aku akan memberikan lebih banyak info untuk membuat mereka mengambil keputusan.
“Horikita juga sudah mengatakannya sedikit, tapi aku pun tahu seseorang yang memilih setuju.”
“Lalu kenapa tidak kau katakan saja langsung saja? Tapi Horikita terus menolak menyebutkan namanya. Itu berarti dia tidak benar-benar tahu, bukan? Pikirnya jika dia menggertak, atau lebih tepatnya mengancamnya, dia akan memilih tidak setuju, kan?”
Tebakan Miyamoto tidak benar, tetapi tentu bukan tidak masuk akal untuk berpikir begitu.
“Jika kau benar-benar tahu, coba kau yakinkan kami semua.”
“Aku tidak bisa melakukan itu, itulah sebabnya aku melakukan ini. Setelah aku menyebutkan nama orang itu, suara yang setuju tidak akan pernah berubah. Malah dia akan keras kepala dan membawanya sampai akhir. Aku ingin menghindari hal itu.”
Ini adalah bujukan untuk semua orang agar setuju, juga belas kasihan terakhir dariku.
Itu karena dengan memberitahukan semua ini, dia pasti akan sadar bahwa dialah yang dimaksud.
Jika dia takut identitasnya terungkap, hanya 1 orang yang akan memilih tidak setuju di voting berikutnya.
“Bulatkan tekadmu, Horikita. Pihak lain ingin memangsamu. Tidak ada cara lain selain bertarung, berburu, atau diburu.”
Selain pada Horikita yang diam, aku mengalihkan perhatianku ke orang lain.
“Dan Yōsuke. Aku mengerti perasaanmu yang tidak ingin mengeluarkan siapapun dari kelas. Jika kau benar-benar tidak ingin ada yang dikeluarkan, kita harus mendapatkan hasilnya sebelum waktunya habis. Kau mengerti maksudku, ‘kan?”
Sehari sebelum ujian khusus ini dimulai, aku telah memperingatkan Yōsuke tentang hal itu.
Aku bisa melihat dari samping bahwa dia berjuang keras.
Aku pun jadi bisa memahami keinginannya untuk terus melawan.
“Tapi aku———”
“Voting berikutnya akan menjadi titik balik nasib kita.”
“...Aku...”
Ini keputusan yang menyakitkan, tapi Yōsuke sudah bukan pria yang sama seperti sebelumnya.
Dia telah tumbuh sejak dia masih tidak bisa berbuat apa-apa selama ujian pulau di pulau tak berpenghuni dan voting di kelas tahun lalu.
“Ka-Kamu benar. Aku... aku tidak ingin menyulitkan seluruh kelas hanya karena emosiku.”
Dia menundukan kepalanya, tapi memutuskan untuk bergerak atas kehendaknya sendiri.
“Aku akan pilih setuju. Dan seperti yang Ayanokōji-kun katakan, kupikir kita harus menyesuaikan arah untuk mengusir orang yang telah memilih setuju selama ini.”
Keputusan Yōsuke yang merupakan pusat kelas, akan mengubah situasi bahkan lebih drastis.
“Sisanya hanya kamu, Horikita. Sudah waktunya bagimu untuk membuat keputusan agar tidak kehabisan waktu.”
Waktu yang tersisa semakin dekat sebelum voting berikutnya dimulai.
“Kumohon. Sekali lagi, beri aku kesempatan untuk membuat suaranya bulat tidak setuju sekali lagi. Jika kita tidak membuat suaranya bulat tidak setuju pada voting berikutnya... aku juga akan siap.”
Tidak ada lain kali. Aku telah berhasil menciptakan situasi itu.
Voting terakhir untuk suara buat tidak setuju dimulai.
Semua orang tidak menghabiskan banyak waktu dan menyelesaikan voting mereka dalam hitungan detik.
Namun, hal-hal terkadang sangat berbeda antara ideal dan kenyataan.
Hasil Voting Ke-15 : 1 Setuju | 38 Tidak Setuju
“Sialan! Ternyata memang tidak mungkin!”
Ini adalah langkah yang berbahaya untuk memaksa suara yang sudah mulai menyetujui pengusiran dengan berani kembali menentangnya.
Dengan batas waktu yang semakin dekat, bahkan strategi terakhir untuk membuatnya bulat berakhir tidak berguna.
Tapi sekarang semua orang pasti sudah mengerti.
Bahwa siswa yang terus memilih setuju ini siap untuk kehabisan waktu.
“Horikita, Yōsuke. Mengerti, ‘kan?”
Aku menegaskan keputusan mereka berdua dan berhasil mendapatkan persetujuan mereka dengan jelas.
Bagaimanapun, persiapan yang diperlukan dalam pertempuran untuk mengeluarkan siswa sudah siap.
Sekarang niat dari dua pemain utama, Horikita dan Yōsuke, telah dibuat jelas, sejumlah besar suara mungkin akan setuju. Meski begitu, mudah dibayangkan bahwa siswa yang khawatir akan dikeluarkan akan ragu-ragu untuk memilih.
Itu sebabnya mereka yang siap untuk memilih tidak setuju juga harus memiliki kesiapan sebesar itu.
“Jika ada suara tidak setuju di voting berikutnya, kalian harus dapat dengan jelas menyatakan alasannya. Kalian pasti tahu betapa menyakitkannya menghabiskan 10 menit waktu untuk sekali voting.”
Jika masih banyak waktu yang tersisa, tidak heran jika beberapa siswa masih mengeluh.
Tapi dengan hampir 1 jam lagi, jalan mundur benar-benar terputus.
Ini cara kasar yang setengah paksa membuat para siswa yang tidak memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan melakukannya.
“Karena sudah begini... kita harus memilih siapa yang akan dikeluarkan.”
“Kau tidak serius, ‘kan?”
“Aku juga tidak ingin kehilangan teman sekelasku. Tetapi jika kita tidak mengeluarkan seseorang di sini, kerusakan kelas akan sangat besar. Hanya itu yang harus kita hindari.”
Dengan melihat perubahan poin kelas sejauh ini, mereka pasti sangat menyadari rasa sakit kehilangan hampir 300 poin kelas di sini.
Interval terpaksa dilakukan selama 10 menit.
Mereka harus menahan keinginan untuk melarikan diri untuk memilih tidak setuju.
Hasil Voting Ke-16 : 39 Setuju | 0 Tidak Setuju
Dengan ini suara bulat. Seiring dengan hasilnya, ketakutan dan kecemasan semua orang sangat terasa.
“Suara bulat setuju, ya...”
Chabashira bergumam seakan dia telah siap untuk semua ini dan menlanjutkan proses.
Ketika kami membuat pilihan ini, satu-satunya jalan yang tersisa adalah mengeluarkan seseorang atau kehabisan waktu.
Tentu saja, kasus terakhir dapat dikatakan berarti kekalahan hingga kelulusan kelas ini.
Dengan kata lain, dari 39 siswa, ada seseorang yang akan dikeluarkan dalam waktu sekitar satu jam.
Tentu saja, aku tahu siapa yang harus dikeluarkan.
“Identifikasi individu dilakukan dengan mencalonkan diri, yang hanya diperbolehkan satu kali, atau dengan memilih nama siswa di tablet dan memberikan suara rekomendasi. Namun, jika tidak ada kandidat dan rekomendasi tidak melebihi mayoritas pada akhir interval, voting akan dilakukan dengan pemilihan acak seperti yang dijelaskan sebelumnya.”
Akhirnya tiba saatnya untuk memutuskan siapa yang akan dikeluarkan dari sekolah, dan tentu saja ada banyak siswa yang melihat ke arahku dan Horikita.
Buruan sebutkan namanya, tekanan seperti itu datang berturut-turut.
Interval yang penting dan berharga, tidak ada bandingannya dengan yang ada sejauh ini.
Untuk 10 menit yang sama, kami juga diminta untuk memilih siapa yang akan direkomendasikan.
“Suara bulat setuju telah didapat... setidaknya, aku ingin mengambil kebijakan menunggu agar dia mengaku sendiri dalam satu interval ini. Tergantung pada keadaan dan kasusnya, aku bisa memilih untuk kehabisan waktu untuk menolong siswa itu.”
Tentu saja, usulan seperti itu tidak akan mampu menekan kritik.
Alasannya adalah karena mereka tidak akan pernah menerima pilihan seperti kehilangan poin kelas.
Namun, Horikita tetap diam dari sana, dan mulai mendengar dan menanggung keluhan.
Aku sendiri perlu menemukan waktu yang tepat, jadi aku akan mengikuti ide itu dan tetap diam.
Waktu yang gelap dan sulit berlalu, dengan keluhan diarahkan pada kami dan pemeriksaan setiap orang.
Tentu saja, mereka tidak bisa memilih siapa yang akan dikeluarkan, dan waktu interval semakin dekat.
Melihat nama mereka ditampilkan di monitor akan membuat mereka merasa seperti jantungnya sedang dicengkeram. Apalagi pada voting pertama, sulit untuk memungkiri momentum kebulatan suara.
“Sensei, tidak masalah jika saya mencalonkan diri, ‘kan?”
“Tentu saja.”
“Kalau begitu tolong pilih aku.”
Mengatakan itu, Yōsuke maju sebagai siswa tertentu dengan hampir tidak ada waktu tersisa.
Mengeluarkan [Hirata Yōsuke] dari sekolah.
Seujut | Tidak Setuju
Voting ini sama beratnya dengan voting yang baru saja kami lakukan.
Jika ada siswa yang memilih setuju, itu tidak lebih dari cara langsung untuk memberitahu Yōsuke bahwa mereka tidak peduli jika dia menghilang, dan bahwa mereka ingin dia menghilang.
Hasil Voting Ke-17 : 6 Setuju | 32 Tidak Setuju
Keheningan yang membuatku bisa mendengar para siswa menarik dan menghembuskan napas.
Kelegaan karena mayoritas tidak setuju, dan sosok 6 orang tak terlihat yang memilih setuju, biasanya akan membuatnya khawatir untuk beberapa waktu ke depan. Namun, Yōsuke mungkin lebih lega karena dia mampu mengatasi rintangan pertama dengan pencalonannya.
“Kita harus gimana... apakah kita benar-benar bisa membuat salah satu dari kita dikeluarkan...”
“Kita tidak punya banyak waktu, kalian berdua bisa beritahu kami. Siapa siswa yang terus memilih setuju?”
Seolah tidak sabar, Keisei meninggikan suaranya untuk meminta jawaban.
“Tentu saja aku akan memberimu nama siswa yang ada dalam pikiranku. Tapi, aku juga tahu segalanya tidak sesederhana itu.”
“Bukankah itu sederhana? Kita tidak punya pilihan lagi. Karena kita telah memutuskan untuk mengeluarkan seseorang, kita harus mencari tahu siapa dia sesegera mungkin, meskipun hanya sesaat.”
Masih banyak siswa yang menyesal dan was-was karena sudah memilih setuju.
10 menit yang terbuang tadi pasti juga melelahkan secara mental bagi mereka.
Itu sebabnya mereka ingin sesuatu yang membuat mereka merasa seperti mereka tidak membuat kesalahan dengan memilih setuju.
“Voting berikutnya, jika waktu ini berlalu, seseorang akan dipilih secara acak, ‘kan...?”
Tidak heran Sudō gelisah. Bahkan Yōsuke mendapat 6 suara yang setuju.
“Jangan khawatir, Ken. Aku akan memilih tidak... ja-jadi pastikan kamu melindungiku juga, oke?”
“Tentu sajalah, Kanji. Be-Benar. Selama kita saling melindungi, kita akan baik-baik saja... ‘kan?”
“Hiks... hi... hiks...”
Teman-teman sekelas kehilangan ketenangan. Sebuah tangisan samar terdengar di antara mereka.
Dia memegang mulutnya dan menyembunyikan matanya, tapi jelas suara siapa itu.
“Kikyo-chan... ka-kau baik-baik saja?”
Mī-chan buru-buru mendekatinya dan meletakkan tangannya di punggung Kushida.
“N, maaf.... kenapa jadi seperti ini... ketika aku mulai memikirkannya, aku tidak bisa berhenti menyesalinya...”
(Tln: N diatas itu “iya”, manggut sambil menjawab dengan mulut tertutup)
“Aku pun sama seperti itu. Tapi seseorang harus dikeluarkan... harus...”
Sebagian besar siswa tidak memiliki perasaan seperti itu.
Mereka dipaksa untuk melakukan sesuatu yang agak tidak realistis.
“Aku, benar-benar menyesali pilihanku sekarang.... Aku seharusnya terus memilih tidak sejutu sampai akhir apa pun yang terjadi...”
“Kami pun sama seperti itu. Tapi, apa boleh buat. Jika kita kehabisan waktu, poin kelas akan berkurang 300 poin.”
Keisei mengatakan bahwa ini tidak bisa dihindari, untuk membenarkan keputusannya memilih setuju.
“Meski begitu... penyesalanku memilih setuju ketika aku disuruh tidak akan pernah hilang...!”
Suara bulat setuju, dia mengaku menyesal telah berperan di dalamnya.
Para siswa yang merasakan hal yang sama mulai menunjukkan lebih banyak warna mereka, tetapi tidak dalam kata-kata.
“Jangan salahkan dirimu, Kushida-chan. Karena kita semua sama... iya, ‘kan?”
Sudō dan Ike juga menghibur Kushida itu.
“Frustrasi... aku frustrasi ...”
Air mata mengalir di pipinya. Sambil menyekanya, Kushida menahan tubuhnya yang gemetar dan mengangkat wajahnya.
“Kupikir, kita sebenarnya punya kesempatan untuk membuatnya bulat tidak setuju, bukan? Aku yakin jika kita gigih dan terus berusaha membujuknya, orang yang memilih setuju akan mengerti pada akhirnya...”
“Itu———tapi waktunya...”
“Tentu aku mengerti apa yang dikatakan Horikita-san dan Ayanokōji-kun. Kita hanya harus menghindari kehabisan waktu, bukan? Ya, aku mengerti itu.... Tetapi, bahkan jika kita dihukum, kita seharusnya menjadi kelas tanpa ada yang ditinggalkan, bukan?”
Kushida mengeluarkan perasaan yang selama ini dia simpan.
“Tidak, tapi, orang yang memilih setuju yang salah. Jelas.”
“Tidak ada yang pantas dikeluarkan. Keunggulan akademik, keunggulan atletik, dan sebagainya adalah hal-hal sepele. Kita tidak bisa memutuskan siapa yang harus dikeluarkan hanya berdasarkan itu.”
Kushida mengungkapkan niatnya yang sebenarnya untuk melindungi bahkan pemilih setuju yang menyebabkan situasi ini.
“Ta-Tapi kan. Jadi gimana kita memutuskan siapa yang akan dikeluarkan?”
“Lalu gimana dengan... u-undian?”
“Itu tidak bisa. Jika kita mengeluarkan seseorang karena itu... aku yakin semua orang tidak akan setuju.”
Sambil menyeka air mata dengan ujung jarinya, dia melanjutkan.
“Aku, aku siap untuk dikritik.”
Letakkan tangannya di dadanya, Kushida menuntut kepada teman-teman sekelasnya.
“Menurutku———Horikita-san yang memimpin ujian khusus ini... atau Ayanokōji-kun yang mendesak kita untuk memilih setuju, harus bertanggung jawab untuk itu.”
Sudah kuduga akan jadi begini. Langkah pertama yang dikeluarkan oleh Kushida.
Dari sudah pandang Kushida, tidak ada untungnya jika siswa seperti Ike dan Sudō dikeluakan di sini.
Kata-kata itu adalah keinginan kuat dari orang yang tidak disebutkan namanya yang tidak diragukan lagi terus memilih setuju.
“Aku merasa sangat tidak enak menyebutkan nama mereka hingga aku hampir membenci diriku sendiri. Tapi aku tidak bisa membiarkan waktunya habis. Seseorang harus memikul beban ini.... Jadi, aku akan mengambil peran orang yang dibenci...”
Mereka tidak ingin ada yang dikeluarkan.
Meski begitu, selama seseorang harus dikeluarkan, seleksi tidak bisa dihindari.
Sama seperti mereka yang direstrukturisasi, mereka yang mengucapkan restrukturisasi memikul penderitaan yang sama.
(Tln: restrukturisasi dalam bisnis berarti pengurangan personel/pemecatan)
Kushida mengajukan diri untuk mengambil peran ini.
Dibutuhkan kombinasi banyak tekad dan alasan untuk membuat nama untuk diri sendiri.
Dengan kata-kata yang tepat, dia mampu membuat teman sekelas menandai nama kami, yang merupakan tujuannya, tanpa membuat mereka merasa bahwa dia adalah si pemilih setuju anonim itu.
Kushida jauh lebih pintar dari yang kukira. Biasanya, dalam posisi Kushida, dia tidak akan dikeluarkan bahkan jika dia tetap diam sampai akhir. Karena dia dipercaya dan memiliki banyak teman, banyak siswa yang akan memilih menentangnya. Namun, Horikita dan aku sudah tahu bahwa Kushida adalah pemilih setuju anonim. Jika kebetulan salah satu dari kami mengangkat tinju kami dan merusak reputasi Kushida, itu bisa menyebabkan situasi yang tidak terduga. Jika demikian, akan lebih untuk melukai diri sendiri dengan cara yang tidak fatal dan menggunakannya sebagai pertahanan.
Dengan mengambil inisiatif dan menyebutkan nama ku dan Horikita, bahkan jika kami mengatakan sesuatu yang menjatuhkan Kushida, dia dapat membuat mereka percaya bahwa itu karena kebencian atas keputusannya untuk merestrukturisasi.
“Jangan konyol!”
Yang pertama menolak ide Kushida bukanlah Horikita atau aku, tapi Kei.
“Mengapa Kiyotaka harus dikeluarkan? Kita hampir kehabisan waktu, jadi dia hanya mengajak kita memilih setuju karena sama-sama merasa sudah muak. Di mana kesalahannya?”
“...Ya. Kamu benar. Aku tahu persis apa maksudmu, Karuizawa-san. Sejujurnya kupikir aku juga salah karena menyebutkan nama-nama mereka barusan. ...Tapi, kita tidak bisa maju jika tidak melakukan itu.”
“Aku tidak akan memilih Kiyotaka untuk dikeluarkan. Di poin itu, kau tahu dia tidak akan pernah dikeluarkan, ‘kan?”
“Tunggu, Karuizawa. Itu sedikit egois.”
“Ha? Hondō-kun, bukankah kau juga barusan diam-diam berjanji pada Onizuka-kun kalau kau akan memilih tidak setuju? Bukankan itu sama saja.”
“Ugh, ta-tapi aku tidak mengajak untuk membuat suaranya bulat setuju...”
“Egois banget. Kenapa dia harus dikeluarkan kalau kau tidak menyatakan niatmu untuk melakukannya? Apa kita akan kehabisan waktu dan tidak bisa naik ke Kelas A? Emang kenapa? Kiyotaka adalah segalanya bagiku. Aku tidak peduli mau itu Kelas B atau Kelas D.”
Kei tak henti-hentinya marah, tapi sudah waktunya untuk berhenti.
“Hentikan, Kei. Apa yang Kushida katakan lebih tepat dan benar.”
“Ta-Tapi!”
Aku menghentikan Kei yang memelototi Kushida dengan frustrasi tanpa menyembunyikan kekesalannya.
“Jika kamu membiarkan emosi menguasaimu di sini dan terus berdebat, orang yang menurut Kushida harus memikul tanggung jawab paling besar akan kabur, dan targetnya akan beralih ke aku dan Horikita. Kamu tahu sebanyak itu, ‘kan?”
(Tln: kabur disana bukan melarikan diri, tapi blur/memudar)
“...Un...”
Jika dia kehilangan ketenangan, aku mungkin akan membentaknya lebih jauh lagi, tapi sepertinya tidak.
Dia punya cukup alasan untuk menahan diri selama aku memberinya perintah yang kuat.
Akibatnya, tidak buruk jika teman sekelas berbicara untuk apa yang mereka miliki di hati mereka.
“Harus kukatakan, aku juga tidak setuju dengan pengusiran Suzune. Memang benar bahwa itu mungkin bukan kebulatan suara yang ideal, tapi itu bukan salah Suzune. Ini adalah kesalahan orang yang berpuas diri dalam anonimitas dan tidak menyatakan dirinya. Lagian, emang kau pikir kita bisa naik ke Kelas A tanpa Suzune? Aku yakin kalian setuju bahwa dia dapat diandalkan, dan kita bahkan sudah memberinya poin perlindungan. Iya, ‘kan, Yukimura.”
“...Memang benar aku menilai bahwa Horikita harus diberi poin perlindungan. Tapi, jika pada akhirnya kita gagal dalam ujian khusus ini, tindakan itu sendiri tidak akan ada artinya. Bukankah itu sama jika kita kehilangan 350 poin?”
Keisei menjawab sambil memegang kacamatanya.
“Selama ada Suzune, kita bisa mendapatkannya kembali!”
“Sekolah ini tidak senaif itu. 300 poin yang diperoleh Kōenji dalam ujian di pulau tak berpenghuni seperti keajaiban. Jika mengecualikan itu, berapa lama waktu yang kita butuhkan untuk mencapai poin kelas kita saat ini? Meski tidak terlalu, tapi tidak realistis, ‘kan? Lubang yang akan ditinggalkan Horikita memang sangat besar, tapi tetap saja tidak sebesar ketika kehilangan 350 poin.”
Entah kami akan mengisi kerugian 350 poin dengan Horikita, atau kami akan bertarung setara tanpa Horikita.
Sulit untuk diungkapkan sebagai nilai sederhana, tapi apa yang dikatakan Keisei umumnya benar.
“Aku tidak setuju dengan keputusan dikeluarkannya Kiyopon dan Horikita sekarang. Bukan karena hubungan pribadi, tapi kupikir kita harus mendengarkan apa yang mereka katakan terlebih dahulu. Karena, seperti yang Sudō-kun katakan, yang paling bersalah adalah orang yang terus memilih setuju, bukan?”
Kushida pun mengangkat wajahnya seolah-olah dia terkejut oleh kata-kata Haruka, yang tidak biasanya ikut campur dalam percakapan.
Penjelasannya bukan untuk melindungui karena aku adalah temannya, tapi dengan cara mengatakan bahwa itu terlalu dini untuk memutuskan.
“...Itu, benar. Kupikir aku mungkin sedikit kehilangan ketenanganku juga.... Tapi jika Ayanokōji-kun salah tentang nama orang yang memilih setuju... tidak, bahkan jika dia tidak salah, jika dia menyebutkan namanya, aku yakin seluruh hubungannya akan hancur, ‘kan...”
Jangan salah menyebut namaku. Mau tak mau aku merasakan tekanan seperti itu.
Yang jelas, pada titik ini, tongkat itu diserahkan kepadaku lagi.
“Kita sedang berdiskusi, tapi kurasa itu sudah cukup. Ini hampir 10 menit, dan kita perlu memutuskan siapa yang akan dipilih untuk dikeluarkan. Jika kita tidak dapat memutuskannya, kita harus voting secara acak, loh.”
“...Oke. Sudah tidak ada waktu lagi sebelum voting. Kurasa aku harus melakukannya. Tolong pilih aku.”
“O-Oi Suzune!? Apa yang kau lakukan!”
“Jika kita tetap harus voting sekali per waktu, aku ingin memastikannya. Karena aku ingin melihat berapa banyak siswa yang ingin aku dikeluarkan.”
Untuk menguji dirinya sendiri, Horikita mengangkat tangannya dan merekomendasikan agar dia menjadi target dalam voting.
Jika suara bulat setuju, dia akan dikeluarkan. Di sisi lain, jika suara bulat tidak setuju, dia akan dikecualikan dari pengusiran. Dan jika keduanya tidak bulat, kami harus mulai dari awal lagi dengan pemilihan siapa yang harus dipilih, termasuk Horikita.
“Baiklah, kita mulai voting 60 detik dengan target Horikita Suzune.”
Voting setuju atau tidak setuju pengusiran dimulai dengan target Horikita.
Aku ingin tahu berapa banyak siswa yang akan memilih menyetujui pengusiran Horikita.... Tampaknya semua voting telah selesai dalam waktu sekitar 30 detik, dan Chabashira menampilkan hasilnya di monitor.
Hasil Voting ke-18 : 16 Setuju | 22 Tidak Setuju
Mungkin aku satu-satunya yang berpikir ini adalah hasil yang menarik.
Dari sudut pandang objektif, seseorang yang tampaknya jelas tidak memilih Horikita hanyalah Sudō.
Dan Kōenji yang tidak mau melepaskan Horikita, yang bisa dikatakan satu-satunya sekutunya, mungkin berada di urutan berikutnya.
Di sisi lain, siswa lainnya memilih murni entah itu mereka setuju atau tidak setuju dengan menghilangnya Horikita. Bagi 16 orang tak terlihat, keberadaan Horikita tidak begitu penting.
Atau mungkin lapisan siswa yang tidak peduli siapa itu asalkan mereka sendiri tidak dikeluarkan?
“Kalian apa sudah gila! Angkat tangan kalian yang yang memilih setuju, akan kubunuh kalian!”
Sudō berdiri kesal, seolah dia mengharapkan hanya beberapa suara setuju paling banyak.
“Hentikan, Sudō-kun.”
“Mana bisa aku berhenti!”
“Kamu hanya buang-buang waktu dengan membuat keributan. Mari kita bicara lebih konstruktif.”
“Horikita-san benar, Sudō-kun. Kebulatan suara adalah aturan ketat untuk ujian khusus ini. Bahkan jika ada 37 suara setuju, selama kamu terus memilih tidak setuju, Horikita-san tidak akan dikeluarkan.”
Yōsuke membujuknya bahwa tidak perlu menabur kemarahan di mana pun.
Persis seperti yang baru saja Yōsuke katakan, yang diperlukan hanyalah satu orang untuk tetap berada di pihaknya(Horikita) bahkan ketika dia tidak puas.
Ini juga satu-satunya cara untuk benar-benar bisa mencegah pengusiran dari ujian.
Hanya 1 suara. Dengan suara defensif yang tidak tergoyahkan, nasib dikeluarkan dapat dihindari.
Jika dibalik, ketika suara terakhir itu hilang, tidak ada cara untuk mencegah pengusiran.
“Kita benar-benar tidak punya banyak waktu lagi. Sudah waktunya kamu memberitahu kami nama siswa yang menurutmu memilih setuju.”
“Aku tahu. Tapi sebelum aku menjawab, aku ingin memberi saran.”
“Saran?
“Aa. Akan kusebutkan namanya sekarang, tapi aku tidak berpikir ini hanya akan dianggap pernyataan. Jika aku mengatakan orang yang salah, kata rumor tidak bisa menutupinya.”
“Itu... kurasa benar juga.”
“Justru karena itu, ini bukan pernyataan acak, dan di sisi lain, jika ternyata aku mengatakan orang yang salah, maka aku akan bertanggung jawab dan aku akan dikeluarkan.”
“Tunggu, Kiyotaka!?”
Aku akan bertanggung jawab. Mendengar kata-kata itu, kelas menjadi gempar.
“A-Apa kamu yakin baik-baik saja? Ayanokōji-kun.... Aku tidak ingin ada teman sekelasku yang dikeluarkan... Ayanokōji-kun juga salah satunya, loh...?”
“Terima kasih sudah mengkhawatirkanku, Kushida. Tapi aku baik-baik saja.”
“Kau bilang kau akan dikeluarkan, tapi Karuizawa-san tidak menyetujui pemilihan Ayanokōji-kun, ‘kan? Itu tidak masuk akal———”
“Aku tak akan membiarkan itu terjadi. Bertanggung jawab juga berarti menghentikan suara tidak setuju itu. Jika saatnya tiba, akan kupastikan Kei memilih setuju. Tak apa, ‘kan?”
“...A-Aku mengerti, tapi aku yakin itu tidak akan pernah terjadi.”
“Ketika Kushida memberitahuku, aku yakin akan hal tertentu. Aku berbicara tentang fakta bahwa aku harus mengambil bagian dari kesalahan dalam ujian khusus ini, karena aku adalah orang yang memimpin untuk memilih setuju. Tapi, ada satu orang anonim yang dengan keras kepala terus memilih setuju. Aku masih berpendapat bahwa orang ini adalah orang yang harus disalahkan.”
“Benar tuh benar, jadi ada siswa di kelas ini yang mencoba menyelinap dengan memanfaatkan anonimitas untuk mengeluarkan seseorang, bukan?”
Di sini, Kei bergabung untuk membelaku.
“Ku-Kupikir juga begitu...! Orang itulah yang harus bertanggung jawab...”
“Un, betul sekali. Yang salah adalah siswa yang memilih setuju.”
Airi dan Haruka, diikuti oleh Akito, juga mengikuti tren ini dan memberikan dukungan mereka.
“Tekadmu... sudah bulat, ya?”
Saran terakhir, mata cemas Kushida menatapku.
“Karena aku menyebutkan namanya, aku harus siap akan konsekuensinya. Yang paling penting, aku hampir 100% yakin, itu sebabnya aku berani mempertaruhkan pengusiranku sendiri untuk berbicara.”
“A-Aku mengerti. Kalau begitu aku percaya padamu, Ayanokōji-kun.”
Percaya, bersama dengan kata-kata seperti itu, mata kuat Kushida terus diarahkan padaku.
Dengan ditariknya waktu pengumuman, minat siswa semakin meningkat.
Selain satu siswa yang benar-benar memilih setuju, siswa lainnya pada dasarnya tidak terlalu cemas.
Karena itu mereka mendengarkan dengan seksama dan menunggu nama seseorang yang bisa mereka pilih untuk dikeluarkan.
Mereka ingin alasan yang bagus untuk menghakimi, dan tenggorokan mereka kering, menunggu saat yang tepat untuk meneriakkan caci maki.
“Nama orang itu adalah———”
Seseorang yang harus aku keluarkan dari sekarang, seseorang yang telah kuputuskan untuk dikeluarkan.
Aku akan mengungkapkan semuanya di sini.
“———Kushida. Itu kamu.”
Keheningan melanda. Bahkan dengung di telingaku tidak bisa menjangkauku, dunia yang sama sekali tanpa suara.
Aku mengerti kok, Horikita. Aku mengerti kenapa kau sampai pada kesimpulan bahwa kau harus memilih setuju, tapi kau masih tidak bisa melakukannya.
Namun Kushida tidak mundur sedikit pun. Dia terus memilih setuju untuk mengeluarkan Horikita atau aku pada isu ini. Sadar atau tidak bahwa itu tindakan yang buruk bukan lagi masalah yang sepele.
Aku telah menilai bahwa rehabilitasi Kushida tidak mungkin, tapi kau ingin menghadapinya sampai akhir.
Pengorbanan kelas, bagaimana mungkin kau tidak menyebutkan namanya sejauh ini, dengan kemungkinan itu di kepalamu?
Kau mungkin tidak dapat menyelamatkan Kushida, tapi kau tidak harus mengorbankan dirimu sendiri.
Aku tidak tahu apa yang sedang dipikirkan Horikita saat ini, tapi aku bisa melihat dengan jelas bahwa dia menatapku lebih tenang dari yang kukira.
Sekarang Kushida telah memilih untuk berdiri sebagai musuhmu yang sulit.
Maka tidak ada pilihan selain bertarung. Aku akan mengambil peran untuk mengalahkan lawan ini.
“Eh———?”
Sebuah suara bocor yang tidak bisa aku mengerti.
Aku yakin itu adalah kata yang tidak hanya dimiliki Kushida tapi hampir semua siswa pada saat yang sama.
“A-ku?”
Kushida masih tidak percaya namanya dipanggil dan menunjuk dirinya sendiri.
Atau dia pasti sudah membayangkan bahwa aku mungkin akan menyebutkan namanya.
Itu sebabnya dia juga bersiap untuk itu dengan menyiapkan respon yang terpat terlebih dahulu.
Tapi meski begitu, kurasa Kushida tidak bisa benar-benar berasumsi bahwa aku akan menjualnya, bukan? Apalagi dia pikir dia memiliki beberapa kelemahanku.
“Ya. Kaulah yang dengan keras kepala terus memilih setuju bahkan setelah didesak untuk memilih tidak setuju.”
Bahkan teman-teman sekelas, yang bersiap untuk menghakimi, tidak mengucapkan sepatah kata pun.
“Mu-Mungkinkah... karena aku bilang kalau Horikita-san dan Ayanokōji-kun harus bertanggung jawab?”
Melihat air mata Kushida mengalir karena sedih, Hondō buru-buru mendukungnya.
“U-Untuk alasan apa pun, Ayanokōji, Kushida-chan tidak mungkunlah...! Dendammu sudah kelewatan.”
“Itu tidak relevan. Aku sudah memikirkannya sejak sebelum dia menyebutkan namaku, atau bahkan sejak voting pertama pada isu kelima.”
“Tu-Tunggu sebentar. Aku pilih tidak setuju sampai akhir, loh? Kenapa kau seperti...”
“Menuduh, ya? Yah, tentu saja akan terlihat seperti itu dalam situasi ini.”
Itu hanya alasan acak untuk membalas dendam karena hampir dikeluarkan.
Jelas bagi semua orang bahwa ini terlihat seperti itu.
“Sama sekali tidak ada bukti bahwa kamu terus memilih tidak setuju. Itu wajar, karena ini adalah voting anonim. Meski begitu, mulai sekarang akan kubuktikan bahwa kau adalah pelaku yang terus memilih setuju. Kau tidak keberatan, bukan?”
“Kejam... Bagaimana bisa kau mengatakan itu? Akulah yang pertama menyebut nama kalian.... Tapi, aku sudah siap untuk ini. Aku sudah memutuskan untuk mengorbankan diri untuk melindungi kelasku, bahkan jika itu berarti difitnah dengan kebohongan.”
Apa pun yang akan kukatakan dari sini, itu semua bohong.
Dengan memasang garis pertahanan itu, dia memastikan pendukungnya tidak meninggalkannya.
“Pertama, aku akan memberi tahu kalian kenapa ku pikir Kushida adalah orang yang terus memilih setuju. Itu karena ada siswa di kelas ini yang sangat ingin dia keluarkan. Tentu saja ini mungkin sulit dipercaya, tapi tolong dengarkan sampai akhir. Orang yang ingin Kushida keluarkan adalah, seperti yang Kushida sebutkan, Horikita dan aku.”
Banyak orang bingung dengan apa yang sedang aku bicarakan.
Dalam situasi seperti itu, Kushida, yang seharusnya lebih kesal daripada orang lain, dengan tenang memilih kata-katanya dan berbicara sambil tetap terlihat kesal. Ini adalah debat di mana tidak ada satu kesalahan pun yang diizinkan.
“Aku menyebutkan nama kalian berdua, tentu akan jadi seperti itu, ‘kan...”
“Tidak, bukan seperti itu. Kushida telah mengenali Horikita sebagai penghalang lebih dari siapa pun sejak dia pertama kali memasuki sekolah ini.”
Jika sudah sampai sejauh ini, bahkan jika dia tidak menyukainya, Kushida akan mengerti.
Bahwa aku akan mengungkapkan semua informasi yang ku ketahui tentang Kushida di sini.
Tapi, dia tidak bisa menyuruhku untuk berhenti.
Selama dia terus memainkan peran sebagai gadis halus, tidak ada cara untuk menghentikannya.
“Kushida. Kau memiliki kesamaan dengan Horikita yang tidak dimiliki teman sekelas yang lain, bukan?”
“Eh? Kesa-kesamaan...?”
Dia tahu itu, tapi dia harus mengambil sikap bahwa dia tidak tahu segalanya setidaknya sekali.
Dia bisa saja menghentikan aktingnya itu, tapi dia tidak berani.
Karena naluri bertahan untuk melindungi diri sendiri akan membuat Kushida sendiri semakin menderita mulai sekarang.
“Etto... Ah, apakah maksudmu tentang kami berasal dari satu SMP?”
Tidak ada yang pernah mendengar cerita seperti itu sebelumnya.
Teman-teman sekelas terkejut mendengar informasi yang baru pertama kali mereka dengar.
Aku bahkan tidak perlu mengungkapkan kartu yang dia sembunyikan, dia hanya perlu mengungkapkannya sendiri.
“Ya. Tidak ada satu pun dari siswa di sini yang mengetahuinya, bukan?”
Orang yang dimaksud, Horikita, sekarang menatap lurus ke podium, jadi aku tidak bisa melihat ekspresinya.
Namun di sisi lain, aku bisa dengan mudah melihat tatapan teman-teman sekelas.
“Tu-Tunggu? Aku memang tidak pernah memberi tahu siapa pun tentang hal itu, tapi aku hanya tidak punya kesempatan untuk membicarakannya secara khusus. Itu adalah sekolah yang cukup besar, bahkan kami tidak pernah satu kelas.... Butuh waktu cukup lama bagiku untuk memastikan dengan Horikita-san kalau kami berada di sekolah yang sama....”
Kushida mengatakan bahwa tidak mungkin dia ingin mengeluarkannya dari awal.
Dan di sini, para siswa, yang tidak dapat melihat situasi Kushida, mulai mengambil tindakan.
“Yang benar saja, Ayanokōji. Aku dengerin dengan tenang karena kau bilang kau tahu siapa yang memilih setuju, dan itu adalah Kikyo-chan? Itu tidak mungkin.”
Sangkalan itu dari Ike. Dan suaranya menyebar dengan cepat.
“Itu benar. Bukankah yang dikatakan Ayanokōji-kun tidak masuk akal?”
“Kau sendiri yang memimpin untuk setuju, tapi pada akhirnya, kau hanya menyebut nama Kushida-san untuk melampiaskannya padanya, apaan itu?
“Lagian, kenapa kamu ngomongin soal pengusiran hanya karena mereka satu sekolah? Maksudku, apa itu berarti kau satu SMP dengan mereka, Ayanokōji?”
Pertanyaan jelas yang muncul diajukan oleh teman-teman sekelas.
Keluhan yang muncul berlipat ganda dari satu menjadi dua, dua menjadi tiga.
Pasukan persahabatan muncul satu demi satu tanpa diminta.
Tidak diragukan lagi bahwa ini adalah senjata ampuh yang dimiliki Kushida Kikyo.
“Dan hei, emangnya karaktermu seperti itu, ya? Dari tadi kamu bersikap agak aneh, loh, Ayanokōji.”
“I-Itu benar. Agak menakutkan... padahal kau selalu memiliki citra yang pendiam...”
Tidak hanya melindunginya, beberapa orang mulai tidak mempercayaiku karena aku bertindak berbeda dari biasanya.
“...Jangan menyalahkannya, teman-teman. Aku yakin Ayanokōji-kun juga tidak ingin mengatakannya. Aku mengerti kenapa dia ingin menyalahkan orang lain dalam situasi seperti ini...”
Dia mengambil kata-kata teman-teman sekelasnya dan berpura-pura melindungiku.
“Kau terlalu baik, Kikyo-chan. Jangan biarkan dia mengatakan apapun yang dia mau.”
Otomatis, saat juru bicara Kushida mengamuk, hak bicaraku akan dicabut.
Tapi aku juga punya senjata untuk melawan mereka.
“Yang sedang membicarakan sesuatu yang penting sekarang adalah Ayanokōji-kun. Kita seharusnya tidak ikut campur di tengah jalan.”
(Tln: Ini hirata kok gak manggil pake nama depan. Kesalahan editor lagi kah)
Mengatakan itu, Yōsuke memperingatan para siswa yang mencoba menggangguku.
“Hentikan, Hirata. Tak ada gunanya mendengarkan kebohongan Ayanokōji lagi.”
“Kita harus menunggu sampai kita memiliki semua materi sebelum mengomentari apakah sesuatu itu benar atau bohong. Tentu saja, jika ternyata bohong, aku juga tidak akan memaafkannya.”
“Emangnya penting itu didengarkan?”
“Ya, itu adalah sesuatu yang harus kita dengarkan. Ini akan sangat mempengaruhi tidak hanya Kushida-san, yang namanya disebutkan, tapi juga tindakan Ayanokōji-kun sendiri. Benar, bukan?”
Aku memberitahu Yōsuke tentang kemungkinan aku mengendalikan suara ketika waktunya hampir habis.
Tapi tidak mungkin aku mengetahui sebelumnya apa konten isu itu, dan tentu saja dia belum pernah mendengar tentang Kushida.
Sebagai orang yang murni netral, dia harus menilai agar tidak terjadi kesalahan dalam penilaian.
“Aku tidak ada hubungannya dengan dari mana mereka berasal. Sebaliknya, fakta bahwa mereka dari satu SMP tidak begitu berarti bagiku. Tapi memang benar kalau Kushida memiliki rahasia besar di SMP.”
“Sudah hentikan, Ayanokōji-kun... jangan menumpuk kebohongan lagi...”
Kushida mulai menangis di tempat saat air mata mulai mengalir di pipinya.
“Hei Kiyopon, aku di pihakmu... tapi, aku juga ada dipihak Kyō-chan. Gimana aku mengatakannya, apakah kita benar-benar harus terus membicarakan ini?”
Huruka yang awalnya tergabung di grup Ayanokōji, membelaku seperti yang baru saja kukatakan.
Huruka tidak memiliki banyak teman, tapi dia dekat dengan Kushida di luar grup.
Jika dia peduli dengan kedua belah pihak, mungkin wajar saja jika dia mencoba menghentikan konflik ini.
“Huruka. Kamu sedang menunggu siswa anonim yang memilih setuju terungkap, bukan? Kalau begitu, kamu perlu mendengarnya sampai akhir.”
“Tapi, habis Kyō-chan...”
“Bukan siswa itu? Aku tahu kamu merasa seperti itu, tapi Kushida tidak seperti yang kamu pikirkan. Maaf, tapi biarkan aku melanjutkan. Rahasia Kushida terletak pada sifat aslinya yang tersembunyi.”
“Sifat asli... Kyō-chan...?”
“Ya. Di permukaan, Kushida tampak seperti orang baik di mata semua orang. Dia baik dan perhatian, siswa teladan sempurna yang bisa belajar dan berolahraga. Namun bagaimana jika kenyataannya dia lebih cemburu daripada orang lain dan tidak bisa puas kecuali dia yang terbaik? Akibatnya, bagaimana jika dia bahkan memiliki masa lalu yang menyebabkan kehancuran kelasnya ketika sifat aslinya terungkap di SMP?”
“...Sejujurnya itu adalah cerita yang sulit dipercaya. Tapi bahkan jika itu benar, ini tidak masuk akal. Memang benar Horikita-san yang bersekolah di SMP yang sama dengannya, mungkin tahu tentang masa lalunya. Tapi kenapa kamu mengetahuinya, Ayanokōji-kun? Aku tidak berpikir Horikita-san akan memberitahukannya.”
“Itu karena aku berkesempatan untuk melihat sifat asli Kushida tak lama setelah aku masuk sekolah. Aku menyaksikan Kushida memuntahkan emosi negatifnya, yang tidak seperti penampilannya yang sopan seperti biasanya.”
Bahkan setelah semua ini, Kushida tidak mengambil tindakan apa pun seperti memelototiku.
Dia terus memainkan peran sebagai gadis baik hati yang hanya menatap siswa malang yang berbohong.
Alasannya adalah karena dia memiliki rasa bangga yang kuat bahwa jika dia melakukan ini, dia akan baik-baik saja.
Tentu saja, membicarakan hal-hal buruk tentangnya, entah itu benar atau bohong, adalah faktor buruk yang akan membayangi sisa kehidupan sekolahnya. Namun, itu juga merupakan tanda dari keinginannya yang kuat bahwa dia rela melakukan apapun untuk mengeluarkan Horikita atau aku di sini.
“Kushida ingin dilihat sebagai orang yang baik, tapi dia tidak ingin sifat aslinya diketahui. Di samping itu, dia tidak tahan dengan situasi di mana Horikita dan aku memegang kelemahannya. Mengapa, karena dia selalu ingin memandang rendah orang lain dari atas.”
“...Interval akan berakhir sekitar satu menit lagi.”
Kami di tengah-tengah percakapan, tapi Chabashira memberi tahu kami tentang waktu untuk berjaga-jaga.
“Gi-Gimana nih, voting berikutnya?”
“Itu... untuk saat ini, kita hanya perlu mengambil voting dengan memilih Ayanokōji, bukan?”
Dalam situasi saat ini, tentu saja aku akan berada di urutan berikutnya.
“Hentikan———”
Namun yang menghentikannya bukanlah Kei atau Haruka, tapi Kushida.
“Sudah cukup... aku, hatiku sudah tidak sanggup lagi...”
“Ku-Kushida-san?”
“Jika aku jujur saja, itu tidak pernah berubah.... Aku tidak ingin Horikita-san atau Ayanokōji-kun dikeluarkan. Aku bahkan membuat Ayanokōji-kun berbohong karena aku menyebut nama mereka... aku tidak ingin melalui perdebatan yang menyakitkan ini lagi. ...Karena itu... karena itu, aku akan berhenti... dengan begitu, semua orang akan kembali normal lagi, ‘kan?”
Kushida mengajukan diri untuk menjadi kandidat pengusiran.
Dalam ujian khusus ini, di antara kriteria pemilihan nama pribadi, diperbolehkan jika hanya satu orang yang maju secara sukarela tanpa mengambil suara, seperti yang baru saja ditunjukkan oleh Horikita dan Yōsuke.
“Apa kamu yakin, Kushida? Sekali kamu mengatakannya, kamu tidak bisa menariknya kembali.”
“Ya, aku tidak keberatan.... Aku ingin kalian semua pilih setuju untuk mengeluarkanku. Tolong...”
Saat nama Kushida dipilih bersama dengan kata-kata itu, isu muncul di tablet.
Teman-teman sekelas pada gelisah dengan pencalonannya yang tak terduga.
Hasil Voting ke-19 : 5 Setuju | 33 Tidak Setuju
Seiring waktu, voting Kushida diambil dan hasilnya bulat oleh tidak setuju yang luar biasa.
“Te-Teman-teman... kenapa?”
“Dibilang tidak mungkin kami akan mengeluarkan Kushida-chan, apapun yang terjadi. Iya, ‘kan?”
Ke-33 siswa yang memilih tidak setuju mengangguk dalam jumlah besar untuk menunjukkan persatuan yang kuat.
“Ayanokōji. Sejujurnya, menurutku bukan ide yang baik untuk memukul Kushida-chan hanya agar kamu tidak dikeluarkan. Sejujurnya, menurutku tidak bijaksana untuk menghakimi Kushida-chan hanya agar kamu tidak dikeluarkan.”
Kecuali 1 suara setuju dariku, hanya 4 orang yang setuju dengan pengusiran Kushida.
Aku tergoda untuk mengatakan hanya, tapi aku agak terkejut karena mendapat 5 suara.
“Selanjutnya giliran Ayanokōji-kun, ‘kan?”
Benar, jika ini terus berlanjut, kali ini voting untuk mengeluarkanku akan diadakan.
Itu akan menjadi waktu terbaik untuk mengharapkan kemungkinan suara bulat setuju dalam situasi saat ini.
Tapi, hanya jika aku bisa membuat keputusan itu dalam 10 menit.
“Ayanokōji-kun, kamu bilang sifat asli Kushida-san itu berbeda, tapi aku tidak mempercayainya tiba-tiba.”
“Itu benar. Lagipula, apakah selama ini Kushida-san pernah mencoba mengeluarkan Horikita-san? Jika dia benar-benar ingin mengeluarkannya, bukankah dia telah mengambil tindakan sejak lama?”
Jika aku menunggu kesempatan yang tepat, secara alami aku akan menemukan suara yang menuntut apa yang ingin kukatakan.
“Tidak mudah untuk mengeluarkan teman sekelas. Tapi, setidaknya aku pernah menjadi target Kushida sekali. Dalam ujian khusus yang mirip dengan ujian khusus suara bulat ini.”
Dengan menghindari pernyataan langsung, aku membiarkan teman sekelasku menggali ingatannya.
“Ah, voting di kelas.... Seingatku Yamauchi-kun dan Kushida-san pada waktu itu...”
Ya. Voting pertama di kelas untuk mengeluarkan seorang siswa dari kelas kami tahun lalu.
Di sana, Yamauchi akhirnya dikeluarkan dari sekolah, tapi Kushida adalah salah satu orang yang menggunakan Yamauchi untuk membuatku dikeluarkan. Aku yakin itu masih segar dalam ingatan mereka.
“Apakah kebetulan? Ujian yang sama diberikan dua kali, dua kali juga aku menjadi target pengusiran, dan terlebih lagi kali ini pun Kushida terlibat. Ini terlalu bagus untuk menjadi kenyataan.”
Jika mereka ingat saat itu, mereka akan mengerti bahwa itu aneh bagi Kushida.
“Memang benar terkadang aku berpikir itu hanya kebetulan. Tapi Ayanokōji, jika Kikyo-chan sengaja mencoba membuatmu dikeluarkan, apakah dia akan melakukannya pada waktu yang sekebetulan itu?”
Maksudnya, mungkin ada cara yang lebih baik, tapi ini tidak sesederhana itu.
“Itu karena Kushida mengira aku ada di pihaknya. Kau tidak berpikir aku akan mengungkap semua hal dibalik latar seperti ini, bukan?”
“...Pihakku?”
“Ya. Apa aku salah bicara? Kushida.”
“...Aku juga, tak tahu harus gimana, Ayanokōji-kun.... Baiknya aku jawab apa?”
Pada dasarnya, Kushida hanya bisa menyangkal atau bertanya balik.
Selama dia tidak bisa menegaskannya, inisiatif selalu bersamaku.
“Berikan buktinya, Ayanokōji. Kau pasti akan membutuhkannya jika kau ingin menyalahkan Kushida-chan lebih dari ini, bukan?”
Hondō-lah yang tampil ke depan dengan paksa. Sepertinya dia memiliki perasaan yang luar biasa terhadap Kushida.
“Yah. Kamu benar, mungkin akan sia-sia untuk terus bicara seperti ini tanpa bukti. Aku sekarang akan memberitahu kalian kenapa Kushida mempercayaiku.”
Jangan terburu-buru, pastikan, dan biarkan air meresap.
“Sudah lama sekali. Aku diancam oleh Kushida dan membuat kontrak dengannya untuk memberinya setengah dari poin pribadi bulananku sebagai ganti tidak mengeluarkanku dari sekolah.”
Cerita yang tidak dapat dibayangkan oleh siapa pun, dan bahkan para pembela Kushida pun sedikit terkejut.
“Benar, ‘kan? Kushida.”
“Eh...?”
Mungkin dia tidak mengharapkan cerita ini muncul, atau mungkin itu ada di sudut kepalanya, tapi dia tidak dapat memutuskan bagaimana meresponsnya. Yang mana pun itu, Kushida kesulitan berbicara.
Dia tidak bisa dengan jujur mengakui bahwa dia mendapatkan poin pribadi.
Di sisi lain, juga sulit untuk menyangkal bahwa dia tidak mendapatkannya.
Bahkan jika saat ini dia bisa menutupinya bahwa dia tidak mendapatkannya, kebenaran akan terungkap saat dikonfirmasi nanti.
Ini karena fakta siapa yang mentransfer berapa banyak uang ke mana akan tetap ada dalam riwayat.
“Bagaimana? Bisakah kau mengatakan bahwa kau belum menerima satu poin pun?”
“Itu———”
Aku tidak akan membiarkannya meluangkan waktu.
Ketika dia hendak mengalihkan pandangannya ke Chabashira, Kushida menjawab dengan bibirnya yang bergetar.
“...Memang benar... aku, menerima poin pribadi, dari Ayanokōji-kun setiap bulan...”
Kushida telah menyangkal sebagian besar dari apa yang kukatakan, tapi sekarang dia harus mengakuinya.
Jika aku memastikannya pada Chabashira, dan dia mengatakan bahwa dia tahu perpindahan poin pada titik ini, situasinya pasti akan memburuk.
Ada sedikit keraguan, apakah Chabashira sebagai guru melacak transfer poin antar individu kapan saja dan apakah dia akan membocorkan informasi pribadi atau tidak, tapi Kushida tidak mau mengambil risiko itu.
“Ta-Tapi... alasannya benar-benar berbeda! Karena Ayanokōji-kun memintaku untuk menyimpannya untuknya... te-tentu saja aku belum menggunakan satu poin, kok?”
Hanya ada satu atau dua cara untuk membenarkan fakta bahwa dia menerima setengah poin pribadi setiap bulan dari teman sekelas. Seperti kata Kushida, dia diminta untuk menyimpannya, atau dia diberikan secara gratis.
Dia mengambil cara pertama, karena jika dia bilang itu diberikan kepadanya secara sepihak, seperti dalam kasus terakhir, itu harus dijelaskan alasannya. Begitulah yang akan terjadi.
“Aku tidak bermaksud membuatmu menyimpannya. Aku membayarmu dengan syarat aku tidak dikeluarkan.”
“Itu bohong...”
Akulah yang membuat kontrak untuk memberikan setengah dari poin pribadiku. Aku yakin Kushida mengingatnya dengan baik. Dia bahkan dengan hati-hati merekam kejadian hari itu. Tetapi hal seperti itu dapat disegel tanpa membiarkannya menggunakannya, tergantung pada situasinya.
Tidak, justru sebaliknya. Itu akan kembali sebagai senjata mematikan yang menusuk dirinya sendiri.
“Bohong, ya? Tapi Kushida, waktu menandatangani kontrak ini denganku, kau bilang kau merekamnya untuk asuransimu sendiri, bukan? Jika rekaman itu keluar dari ponselmu, kau tidak akan bisa lolos begitu saja, loh.”
“Re-Rekaman? Aku tidak tahu apa-apa tentang itu...”
Dia kewalahan, tapi tetap menyangkal. Rekaman itu pasti disimpan di suatu tempat, tapi tampaknya sudah tidak ada di ponselnya. Aku bertanya-tanya apakah dia membawa langsung data rekaman berisiko. Itu akan lebih cepat, tapi bukan masalah.
“Sama saja jika kau menyembunyikan datanya di suatu tempat yang tidak diketahui, Kushida. Kontraknya ditandatangani pada Februari tahun ini, dan aku juga merekam percakapan yang terjadi. Jika sesuatu terjadi, aku bisa menggunakannya sebagai senjataku.”
Mata Kushida yang menatapku terbuka lebar. Aku yakin dia tidak akan membayangkan hal seperti itu.
“Aku sudah mendengarkan rekaman itu beberapa kali, jadi aku ingat kata demi kata. [Semua poin pribadi yang kudapatkan kedepannya. Aku akan memberimu setengahnya,” begitulah bunyinya.”
“Itu bohong. Aku bahkan belum pernah mendengar hal seperti itu.”
“Itu tentu bukan tawaran yang buruk, kurasa. Tapi sayangnya, aku tidak terlalu kesulitan untuk poin pribadi. Memang lebih baik memiliki lebih banyak uang daripada tidak sama sekali, tapi aku sudah kecukupan, kok. Begitulah jawabmu, Kushida.”
“...Aku tidak tahu.”
“Jika kau mau, aku bisa minta Chabashira-sensei untuk membawakan ponselku sekarang.”
“Aku tidak keberatan. Tapi tidak mungkin kau bisa melakukannya, kita sedang ujian khusus, ingat?”
“Karena menggunakan ponsel dapat menyebabkan kecurangan, tentunya itu akan disita. Tapi, aku hanya perlu menyerahkan semua pengoperasian ponselnya ke Chabashira-sensei dan memintanya memutar ulang data rekaman. Karena dengan cara ini tidak ada ruang untuk kecurangan.”
Tentu saja, aku tidak berpikir pengecualian khusus seperti itu akan diberikan tanpa syarat selama ujian khusus.
Namun didorong oleh kecemasan, Kushida mau tak mau melihat Chabashira di depannya.
“Kau tidak ingin ponselku dibawa kesini, bukan? Semua kerja keras yang sudah kau lakukan untuk menutupinya akan sia-sia. Tapi kau sudah menyadarinya, ‘kan? Bahwa aku tidak punya niat untuk berhenti.”
Aku ingin tahu apa yang Kushida pikirkan sekarang karena dia semakin jarang berbicara.
Dia memunggungiku, berhenti bergerak seolah-olah dia menjadi kaku, dan terus melihat ke depan.
Kushida secara alami mengingat apa yang terjadi hari itu, dan karena sifatnya yang berhati-hati, dia pasti sudah memeriksa untuk melihat apakah rekaman itu berfungsi dengan baik. Artinya dia sudah mendengarnya berulang kali. Dengan mengucapkan semua pertukaran, beberapa kata pasti cocok dengan data audio dalam ingatannya.
“[Itu mungkin cukup untuk digunakan sebagai uang belanja, tapi tidak ada salahnya menyimpan lebih banyak uang untuk keadaan darurat]”
Kushida yang selama ini menjadi korban, pasti telah mengalami perubahan besar.
Dia sudah sampai pada titik di mana tidak mungkin untuk terus menyamar sebagai malaikat di kelas ini.
“Berisik sih...”
Teman sekelas menelan ludah. Mereka mendengar suara yang tidak bisa dimengerti, bertanya-tanya siapa yang baru saja mengatakan itu.
Untuk menghentikannya mengatakan lebih banyak lagi, aku harus mengungkapkan sifat aslinya.
Tapi jika dia mengungkapkan sifat aslinya, itu akan menghancurkan segalanya.
“[Aku yakin Chabashira-sensei juga mengatakannya. Poin pribadi itu untuk melindungi dirimu sendiri———]”
“Berisik, berisik, berisik...”
Meskipun aku menerima kata-kata penolakan dan gangguan, aku melanjutkan sampai akhir tanpa peduli.
“[Usulan itu. Tidak peduli bagaimana aku melihatnya, sepertinya kamu menempatkan dirimu pada posisi yang kurang menguntungkan, Ayanokōji-kun. Jika kau mengatakan bahwa kau dalam bahaya dikeluarkan dari sekolah, kurasa aku masih bisa mengerti]. Ini adalah percakapan antara aku dan Kushida sebelum membuat kesepakatan. Jika aku bisa memperdengarkan audio yang sama yang baru saja kukatakan di sini di depan semua orang, itu akan menyelesaikan segalanya.”
Tidak penting apakah aku benar-benar memiliki data rekaman itu atau tidak.
Hanya fakta bahwa dialog cocok dengan pertukaran yang sebenarnya yang diperlukan dan penting.
“Sudah cukup!!”
Kushida yang berteriak lalu terdiam, pasti berusaha keras mengingat apa yang terjadi saat itu.
Semua dimulai ketika aku menginginkan kelemahan siswa tahun pertama, dan Kushida pasti memegang banyak kelemahan teman-teman seangkatan. Ketika dimintai sesuatu sebagai imbalan atas kerja samanya, aku menawarkan poin pribadiku sendiri. Hampir pasti, percakapan sebelum usulan, kata-kata Kushida bahwa dia ingin Horikita dan aku dikeluarkan, akan tetap utuh.
Dia mungkin berpikir dia akan memiliki kartu yang menguntungkan, tapi dia salah besar.
Dia terus meninggalkan jejak bukti yang akan mencekiknya.
“Tolong beritahu aku tepatnya bagian mana dari percakapan tadi yang bisa dibaca sebagai keinginanku agar kau menyimpannya. Agar aku dan seluruh kelas bisa mengerti.”
Teman-teman berharap itu semacam kesalahan, hanya memperhatikan Kushida dengan cemas.
“...Maaf.”
Tak lama, Kushida meminta maaf dalam gumaman.
“Maaf, untuk apa?”
“Itu benar, aku sudah berjanji untuk tidak bertarung dengan Ayanokōji-kun dengan imbalan setengah dari poin pribadinya. Itu... yang sebenarnya, jadi...”
Bukan permintaan maaf kepadaku, tapi permintaan maaf kepada teman-teman sekelas sebagai pengakuan bahwa dia telah berbohong kepada mereka.
“Ta-Tapi... sekarang aku tidak memikirkannya lagi! Aku sangat ingin berteman baik dengan Horikita-san dan Ayanokōji-kun. Aku tidak pernah memilih setuju———!”
Kushida berhenti ketika dia mengangkat suaranya untuk mempertahankan bagian dari anonimitas total.
Cara teman-teman sekelas memandang Kushida sangat berbeda dari kehangatan yang mereka tunjukkan padanya selama ini.
Bahkan jika dia benar-benar bukan siswa yang memilih setuju, sudah tidak mungkin lagi baginya untuk menjalani kehidupan normal seperti sebelumnya. Dia sepertinya mengerti itu sepenuhnya.
Namun, mata Kushida yang menatapku belum mati.
“Bukankah sebenarnya Ayanokōji-kun... yang terus memilih setuju?”
“Apa maksudmu?”
“Ayanokōji-kun ingin mengeluarkanku. Itu sebabnya kau mengambil tindakan untuk memaksa suara menjadi bulat setuju. Habis aneh kan... kau selalu pendiam dan tidak membantah, tapi kau bertindak atas inisiatif sendiri untuk mengeluarkan seseorang, itu aneh...”
Kushida yang sangat dekat dengan hitam, mencoba untuk menggeser keberadaan hitam itu dari dirinya ke aku.
Maaf, tapi aku sudah berasumsi bahwa kau akan mengambil strategi itu.
“Hei, Karuizawa-san.”
Mengacak-acak rambutnya, Kushida mengarahkan pandangannya ke Kei.
“Apa?”
“Sepertinya kamu pacaran dengan Ayanokōji-kun, tapi apa kamu tahu kalau Ayanokōji-kun berusaha mati-matian untuk berpacaran denganku ketika awal masuk sekolah?”
“...Apa itu, apa yang kau bicarakan?”
Kei bisa melihat sesuatu dengan lebih tenang dan objektif daripada kebanyakan orang, tapi dia juga punya kelemahan.
Itu ketika percintaan terlibat, emosinya yang tak terkendali meledak.
Sebelumnya, ketika dia menyebut namaku sebagai kandidat untuk pengusiran, dia dengan agresif berbicara untukku tidak peduli dengan risikonya.
Karena itu, Kushida pasti bisa melihat celah di hati Kei.
“Kau bahkan menyentuh dadaku dalam gelap meski aku menolaknya, ‘kan?”
“Ha... da-dada!? A-Apa maksudnya itu, Kiyotaka!?”
“Sudah kuduga kamu tidak tahu? Aku diperlakukan dengan sangat buruk tepat setelah awal masuk sekolah, tahu.”
Perasaan jijik mulai menyebar di antara para gadis, termasuk anak laki-laki yang naksir Kushida.
“Aku dengan lembut menasihatinya untuk berhenti di sana, tapi... aku terlalu takut...”
“Kau bicara semaumu, tapi aku tidak pernah menyentuh dadamu.”
“Ki-Kiyotaka bilang begitu kok!?”
“Jelas saja, dia pasti menyangkalnya. Tapi sungguh, Ayanokōji-kun menyentuh dadaku, tahu.”
“Kushida. Aku tidak ingin mengatakan ini, tapi bukankah itu tidak pantas?”
“Ini berbeda dengan rekaman tadi, tapi aku juga punya bukti. Aku masih memiliki seragam dengan sidik jari Ayanokōji-kun di atasnya. Kamu tahu apa yang akan terjadi jika aku menyerahkannya... ‘kan?”
Seperti ketika aku mengatakan aku memiliki rekaman di ponselku, dia melakukan cara yang sama.
Jika ini terbukti benar nanti, maka akulah yang akan berada dalam masalah kali ini.
“Jelaskan padaku apa maksudnya itu.”
Dari sudut pandang Kei yang mendengarnya secara objektif, bisa dimengerti kalau dia ingin meminta penjelasan.
“Tidak ada fakta seperti itu. Ini lebih pada masalah apakah cerita itu benar atau bohong. Kau bilang pakaian dengan sidik jari di atasnya, tapi seberapa terawatnya pakaian itu? Jika itu tepat setelah awal masuk sekolah, satu setengah tahun telah berlalu. Tidak mudah untuk mendapatkannya dari pakaian, dan tentu saja jika tidak dirawat dengan baik, itu tidak akan berada dalam kondisi yang layak. Kurasa tidak mungkin untuk mendapatkan sidik jarinya.”
Bahkan permukaan pakaian bergelombang karena rajutan, sehingga sulit untuk melihat garis sidik jari. Mengingat bahwa ada faktor-faktor seperti sinar UV, kelembapan, dan kekeringan, maka bisa dikatakan itu 100% mustahil.
“....uh.”
Seperti data rekaman, tidak ada kartu yang dia miliki yang dapat digunakan.
Tidak peduli berapa banyak kartu lain yang dia miliki di tangannya.
Tidak ada cara untuk melarikan diri dari apa yang orang pikirkan. Tak akan kubiarkan.
“Jika memang ada kerusakan seperti itu sejak awal, kamu seharusnya segera menuntutku.”
“Kenapa... kenapa... kenapa... kenapa...!”
Kushida mendekatiku, dia mencengkeram kerahku dan memelototiku dengan tajam.
Menanggapi kemarahan Kushida, aku terus bicara secara acuh tak acuh.
“Pada satu waktu, kau bahkan pernah bekerja sama dengan Ryūen untuk merencanakan pengusiranku dan Horikita. Benar, ‘kan?”
Satu demi satu, perbuatan Kushida terungkap. Jika sudah sampai sejauh ini, tidak akan berdampak banyak bahkan jika aku memberikan beberapa informasi baru yang sebagian salah.
“Kenapa, kenapa begini!!”
Tangan yang mencengkeram seragamku juga menjadi lebih kuat.
“Kenapa kau mengkhianatiku!!!! Kita sudah berjanji untuk tidak bermusuhan, ingat!?”
“Tentu saja aku tidak ingin memusuhimu. Aku bahkan tidak tertarik pada kenyataan bahwa kamu memiliki kepribadian bermuka dua. Itu sebabnya aku dan Horikita ingin merahasiakan namamu sampai akhir agar kita bisa memiliki suara bulat tidak setuju. Tapi jika pengusiran seseorang dipertaruhkan, tidak ada pilihan lain. Aku mencoba melindungi teman sekelasku.”
Selama satu setengah tahun sejauh ini, Kushida terus membangun ikatan palsu dengan teman-temannya.
Sekarang semuanya hancur berantakan.
Dengan tidak ada kata-kata yang keluar, Kushida pun mulai melunak perlahan.
“Aah... ah... percuma, ‘kan. Sudahlah.”
Menunjukkan ekspresi pasrah seolah-olah dia telah menyadari segalanya, wajah Kushida terdistrosi pada perilaku memalukannya sendiri.
Tapi meski begitu, dia segera mendapatkan kembali ketenangannya, tersenyum dan melepaskan tangannya dari kerahku.
“Haa... ah. ———Jadi maksudmu aku bodoh, ya? Kesepakatan itu adalah kesalahan... ‘kan?”
Sikap marahnya menghilang sekaligus dan kata-kata acuh tak acuh dilepaskan oleh Kushida.
“Kupikir aku tahu kalau Ayanokōji-kun adalah lawan yang tangguh, tapi aku masih tidak berharap kau akan mengkhianatiku di sini. Ini tidak terduga, tidak terduga.”
“I-Itu bohong, ‘kan, Kikyo-chan... apa yang barusan Ayanokōji-kun katakan padamu... itu bohong, ‘kan?”
“Bohong? Sayangnya itu semua benar kok.”
“Tidak mungkin... kenapa...?”
“Ada beberapa hal yang harus ku lindungi dengan cara apa pun. Apa kau tidak mengerti? Eh, gimana kau bisa mengerti, ya. Aaah, semuanya sudah berakhir.”
Dia mengangkat bahunya, tidak peduli dengan kesulitannya.
“Ya. Aku tidak tahan dengan keberadaan Horikita-san dan Ayanokōji-kun. Aku hanya tidak bisa memaafkan mereka karena mengetahui rahasiaku yang harus ku sembunyikan. Aku selalu mencari kesempatan untuk mengeluarkan mereka.”
“Konten isu terakhir ini memang mengejutkan, tapi meski begitu kau tahu kau tidak bisa mendorongnya dengan mudah, bukan? Kau tahu apa yang akan terjadi jika kau mencoba memaksakannya, bukan?”
Bahkan jika dia memiliki perasaan benci, aku yakin ada banyak waktu baginya untuk menarik diri tanpa terburu-buru. Meski begitu, Kushida terus memilih setuju, mengulangi apa yang bisa disebut tindakan setengah lepas kendali. Dalam hal ini, aku selalu merasa kalau ini tidak seperti Kushida selama ujian. Pada saat itu, mata Kushida tampak tidak tenang dan bergetar sesaat, tapi warna itu segera menghilang. Sebelum ujian khusus, Kushida telah meminta Horikita untuk menjadi pemimpin. Seolah-olah dia sudah mengantisipasi bahwa isu semacam ini akan muncul, tapi....
“Tidak juga.... Aku tidak tahan dengan situasi di mana masa laluku tetap diketahui. Aku tahu akan sangat sulit membuat Horikita-san dikeluarkan, tapi aku tidak bisa menahan keinginan itu.”
Para siswa yang telah membelanya mungkin tidak memiliki kata-kata untuk diucapkan. Bahkan jika ada fakta bahwa dia berencana untuk mengeluarkan Horikita, teman-temannya tidak bisa menyalahkannya.
Tentu saja, dia bersalah karena membiarkan kelas memilih rute pengusiran dengan terus memilih setuju, tapi meski begitu, sulit untuk mengatakan kalau aku bisa memenangkan suara bulat setuju untuk mengeluarkan Kushida. Untuk memastikan bahwa dia dikeluarkan, dia perlu melakukan lebih banyak kerusakan pada kelas ini.
“Kau tidak bisa memaksaku atau Horikita untuk dikeluarkan dari sekolah. Sayang sekali.”
“Voting berikutnya, aku dikeluarkan. Kelas ini akan mendapat poin kelas untuk pengorbananku, ya. Bagus untuk kalian, kurasa dengan ini kalian bisa naik ke Kelas B.”
Sulit dipercaya bahwa itu adalah kata-kata yang dia ucapkan kepada teman-teman yang dekat dengannya sampai sore ini.
“Kau sudah tidak punya kesempatan untuk membalikkan keadaan.”
“Ahaha, kau mungkin benar. Tapi...”
Mendekatkan wajahnya ke leherku, Kushida berbisik dingin.
“Setidaknya aku bisa menunjukkan sedikit perlawanan, kau tahu?”
Meskipun itu adalah bisikan, itu lebih dari cukup untuk didengar oleh para siswa di kelas. Tidak perlu bagi ku untuk memprovokasinya, dan bisa dikatakan bahwa Kushida sedang mempersiapkan ini di dalam hatinya.
“Percuma saja. Kau tidak memiliki teman lagi untuk memilih tidak setuju.”
“Bukan soal itu. Jika aku tetap akan dikeluarkan... aku harus menghancurkan semuanya, ‘kan?”
Sifat aslinya yang menyebabkan runtuhnya kelas di SMP hingga mengakhiri semuanya mulai menunjukkan wajahnya.
“...Apa yang kau bicarakan?”
“Gak ngerti juga? Hanya aku yang memiliki rahasia kelas ini. Kita masih punya waktu sebelum akhir interval, dan aku akan membongkar semuanya, gimana?”
“Melakukan itu pun tak ada gunanya untukmu... apa aku salah?”
“Gak ada ruginya juga. Sepertinya kamu juga akan mendapat masalah, Ayanokōji-kun, jadi mari kita mulai.”
Ya, begitu saja. Keluarkan semua kebenaran dan stres yang selama ini kau pendam.
Dengan begitu, semua orang akan terkejut dan takut dengan kegilaanmu.
Hanya dengan demikian ruang untuk simpati akan menghilang dan kebulatan suara selesai.
“Selain Karuizawa-san tadi———ya, Shinohara-san, kau berkonsultasi denganku tentang banyak hal, bukan?”
Shinohara Satsuki adalah target pertama yang dipilih oleh kontradiksi yang tak terhitung jumlahnya yang diarahkan pada sejumlah besar gadis.
“A-Ap-Apa itu!?”
“Shinohara-san tidak terlalu imut, atau malah dia sedikit jelek, bukan? Mungkin itu sebabnya hanya pria jelek seperti Ike dan Komiya yang datang padanya, lucu banget, ‘kan? Karuizawa-san, Matsushita-san, Mori-san dan yang lainnya menertawakan pembicaraan seperti itu, ‘kan?”
Satu tombak langsung terbelah menjadi potongan-potongan yang tak terhitung jumlahnya, dan satu per satu, nama dipanggil dan target tersebar.
“He-Hentikan itu! Aku tidak mengatakan itu! Jangan bohong!”
Mori segera menyangkalnya, tapi Kushida tidak berniat berhenti.
“E~e? Bukankah kamu yang paling mengolok-olok dan menertawakannya karena mereka pasangan yang serasi? Tenang saja, meski aku bilang, [Jangan gitu ih~] aku pun ketawa karena ngerasaiin hal yang sama kok.”
“Benarkah itu... Nene-chan...?”
“Ti-Tidak... a-aku cuman, um...”
“Shinohara-san juga, sepertinya Ike-kun mengaku padamu di kapal dan kalian berpacaran, padahal kamu ragu-ragu antara dia dan Komiya-kun sampai sebelum itu, itu cukup mudah, ya. Atau mungkin kau berencana untuk pacaran dengan Ike-kun sebagai percobaan lalu berpacaran Komiya-kun, yang lebih dekat dengan cinta sejatimu?”
“O-Oi, Satsuki!?”
Dari sudut pandang Kushida, ada bahan bakar yang berserakan di seluruh kelas.
Segera setelah api yang menyala di satu tempat mulai menyebar, dia dengan cepat melontarkan kata-kata ke materi baru.
“Bicara soal percintaan, aku juga sudah menerima konsultasi dari Wang-san, ‘kan?”
“Ku-Kumohon hentikan!”
“Berhenti? Maksudmu, berhenti membicarakan soal Hirata-kun yang sangat sangat Wang-san cintai?”
“uh!?”
Mī-chan tiba-tiba dipaksa untuk menyebutkan nama orang yang dia sukai di dalam kelas.
Dalam sekejap, wajahnya memerah dan dia mulai menangis ketika dia melihat Yōsuke menatapnya.
“Hei hentikan. Ini baru permulaan, tahu? Ini belum ada apa-apanya dari rahasia yang kudengar dari kalian. Selanjutnya mau coba ngomongin sesuatu yang sedikit lebih berat? Mari kita lihat, mungkin Hasebe-san sebagai permulaan.”
“...Kyō-chan...”
“Ah, berhentilah memanggilku sok akrab begitu. Kau bahkan tidak bisa berteman, dan kau memanggil orang dengan nama panggilan hanya agar kau merasa seperti kau semakin dekat dengan mereka. Aku yakin mereka yang kau panggil begitu juga kesal.”
Sementara Kushida baru mengalihkan tujuannya ke Haruka. Shinohara, Mori dan yang lainnya, serta Ike dan yang lainnya, terus mendorong satu sama lain dengan kebohongan tentang apa yang mereka katakan dan tidak mereka katakan.
Waktu interval akan segera berakhir, tapi suara bulat untuk mengeluarkan Kushida sudah dekat.
Jika semuanya berlarut-larut di sini, Kushida akan terus mengungkapkan lebih banyak informasi.
Moga aja ga dapat plot armor, udh greget gua pengen kushida keluar sejak first year volume festival olah raga
ReplyDeleteEmang dpet plot armor sih .......(eh ini spoiler kah?)
DeleteMmpus kau LonT
ReplyDeleteLonT bjingan berulah...
ReplyDeleteB*tch berulah
ReplyDeleteBocah Lont
ReplyDelete