Episode 4
Surat Tanpa Nama
◇
“Sungguh aku minta maaf.”
Kata Hayasaka-san yang masih menyembunyikan wajahnya dengan tangannya. Dia sudah masuk ke ruang klub setelah itu dan duduk di seberangku, tapi dia masih belum bisa menunjukkan wajahnya.
“Kirishima-kun juga pasti merasa malu, ‘kan, dilihat sama Maki-kun?”
“Sedikit saja.”
Maki dengan cepat keluar dari ruang klub dengan seringai di wajahnya, berkata, “Ceritakan padaku nanti.”
“Aku mau bikin Kirishima-kun malu. Maaf, ya.”
“Tenang saja, aku tidak peduli.”
“Sungguh?”
Ruang di antara jari-jarinya terbuka, dan Hayasaka-san mengintipku.
“Kamu gak marah?”
“Buat apa aku marah.”
Setelah kukatakan itu, Hayasaka-san akhirnya menurunkan tangannya.
“Maki-kun, bakal bocorin ke orang lain enggak ya?”
“Kurasa enggak. Dia itu tipe orang yang bakal tutup mulut untuk hal-hal seperti ini.”
Hayasaka-san sepertinya sudah tenang dan melihat sekeliling ruangan dengan penasaran.
“Jadi ini ruang klub PeMis. Kelihatannya nyaman banget.”
“Karena ini dulunya adalah ruang tamu.”
“Sudah ada perkembangan dengan Tachibana-san?”
“Sulit ku jawab.”
“Maaf, aku tanya meski sudah tahu. Kirishima-kun, kamu lihat medsosnya, ‘kan?”
“Itu rutinitas sehari-hari.”
“Itu jelas gak baik untuk mentalmu, loh.”
“Aku sudah membatasinya, jadi aku baik-baik saja. Aku tidak lagi merasa harus melihat medsosnya sekali sehari untuk kesal. Aku ingin merasakan kekesalannya besok dan lusa lagi.”
“Serius banget kamu, ya.”
Hayasaka-san tertawa karena lucu.
“Kalo gitu, kamu sudah tahu, ‘kan?”
“Kalau soal Tachibana-san belajar dengan pacarnya, aku sudah tahu.”
Selama beberapa hari terakhir, Tachibana-san telah belajar untuk ujian di perpustakaan dengan pacarnya.
Gambar-gambar itu sering diunggah di medsos pacarnya. Seperti gambar Tachibana-san lagi menulis di buku catatannya, atau gambar wajahnya dari samping yang sedang membaca buku teksnya. Omong-omong, PeMis libur selama minggu ujian.
“Kupikir Kirishima-kun yang akan ngajarin dia. Habis, nilai Kirishima-kun lebih bagus, ‘kan?”
“Mana bisa aku dibandingin sama ikatannya dengan pacarnya.”
Dan sebenarnya, dia lebih dari sekedar pacarnya.
Calon suami.
Menikah tepat setelah lulus dari SMA adalah dimensi yang terlalu berbeda untuk ditangani.
“Kirishima-kun, kamu terlihat sangat putus asa barusan.”
“Maaf, padahal kita lagi bersama.”
“Enggak apa-apa, aku tahu kamu mungkin depresi, jadi kupikir aku akan menghiburmu. Meski pun tidak ada Tachibana-san, masih ada aku. Apa aku tidak cukup?”
“Mana mungkin tidak cukup. Aku sangat menyukaimu, Hayasaka-san.”
Saat aku mengatakan itu, Hayasaka-san berdiri dan bergerak dari sisi lain sofa ke sampingku. Kemudian dia mengangkat jari telunjuknya dan berkata dengan mata penuh harap.
“Kirishima-kun, katakan itu tadi sekali lagi.”
“......Aku sangat menyukaimu, Hayasaka-san.”
Saat berikutnya, Hayasaka-san memegang lenganku dan mendorong tubuhnya ke tubuhku dengan kekuatan lebih dari yang bisa kutahan.
Tak hanya bagian atas tubuhnya, tapi juga kakinya dia dorong kearahku. Mau tak mau aku memperhatikan betapa pendeknya roknya.
“Hayasaka-san, kamu mau apa?”
“Aku ingin menghiburmu, Kirishima-kun. Pasti kamu sakit melihat Tachibana-san jadi semakin dekat dengan pacarnya, ‘kan?”
“Kita ada di sekolah, loh.”
“Aku tuh, sepertinya suka menyentuh dan disentuh oleh Kirishima-kun. Waktu kamu datang menjengukku, dan kita tiduran bersama, kurasa.”
“Ingat waktu itu kita sudah buat aturan tentang tidak melakukan sesuatu yang ekstrim?”
“Menurutku tubuhku tidak terlalu buruk. Ada banyak anak laki-laki yang melihatku seperti itu. Pria yang tadi mengaku padaku juga terus-terusan melihat dadaku.”
“Hayasaka-san, dengerin aku gak sih?
Tapi Hayasaka-san tidak berhenti.
“Jadi kupikir aku bisa menghiburmu, kupikir aku bisa menyenangkanmu, Kirishima-kun. Dengan tubuh ini.”
“Hayasaka-san, kamu mungkin tidak menyadarinya, tapi kata-katamu barusan gila banget loh!”
“Aku gak suka dilihat seperti itu sama anak laki-laki lain, tapi kalau sama Kirishima-kun aku senang.”
Dia pasti merasakan tatapanku sebelumnya, karena Hayasaka-san meraih tanganku dan mencoba untuk membimbing tanganku di antara paha dan kaki putihnya di sofa yang membentang dari roknya.
“Tunggu, tunggu, tunggu, tunggu.”
“Eh? Kenapa? Kirishima-kun, apa kamu gak mau menyentuhku?”
“Bukan, ini benar-benar sudah kelewatan. Kenapa kamu ini tiba-tiba?”
Kataku begitu, Hayasaka-san tampak seperti anak kecil dan memiringkan kepalanya, “Kelewatan?”, setelah beberapa saat, dia menganggukkan kepala dan berkata, “Oh iya, benar juga ya.”
“Pertama yang ini dulu, ‘kan? Aku juga sangat suka dengan ini.”
Lalu dia menutup matanya, berbalik ke arahku dan mengangkat dagunya.
Dia benar-benar menunggu untuk dicium.
Sebenarnya ada apa dengannya? Hanya karena aku bilang aku menyukainya, dia jadi tidak terkendali seperti ini.
Pasti ada alasannya... tapi tetap saja, yare yare——.
“Hayasaka-san, kamu sama sekali tidak menyesali apa yang kamu sudah lakukan sebelumnya, ‘kan?”
Aku menunjuk ke jendela.
Tanpa tirai, ruangan ini sepenuhnya terlihat dari koridor persimpangan.
Dan sekarang, ada Maki di koridor persimpangan, dia sedang melambai ke arah kami.
Hayasaka-san dengan sangat pelan-pelan menutupi wajahnya dengan tangannya lagi.