Episode 4
Surat Tanpa Nama
◇
“Aku tidak akan melakukan hal seperti itu lagi di sekolah. Bisa gawat kalau Tachibana-san melihatnya. Aku gak mau menyebabkan masalah bagi Kirishima-kun. Aku serius.”
Hayasaka-san tampaknya sudah mendapatkan kembali ketenangannya kali ini. Dan Maki juga kali ini sudah pergi.
Aku menyuruh Hayasaka-san duduk di sofa dan membuatkannya kopi tetes, meskipun aku tidak tahu apakah dia akan meminumnya, karena dia peminum teh. Pada dasarnya, yang menggunakan ruang klub adalah aku dan Tachibana-san, jadi hanya ada kopi.
“Kenapa kamu ini, tiba-tiba. Bertingkah seperti itu?”
Saat aku mengatakan itu, Hayasaka-san membuang muka dengan canggung dan berkata.
“...Akhir-akhir ini, aku merasa Kirishima-kun agak menghindariku.”
“Aku tidak bermaksud seperti itu.”
“Habis kita sama sekali gak ketemu di hari biasa, padahal kegiatan PeMis diliburkan.”
“Maaf, aku lagi sibuk belajar buat ujian...”
“Be-Benar juga. Ini minggu ujian, ‘kan? Kita tidak boleh mengabaikan studi kita, ‘kan?”
Ternyata aku yang salah paham, kata Hayasaka-san, wajahnya memerah.
“Aku kepikiran terus, jadi waktu kamu bilang kamu menyukaiku, aku senang banget dan gak bisa menahan perasaanku. Maaf ya, aku nyebelin.”
Seolah ingin menutupinya, Hayasaka-san mengambil pensil dari kotak pensilku di atas meja kopi dan mulai menyentuhnya.
“Bolehkah aku nanyain sesuatu yang membuatku penasaran selama ini?
“Boleh saja.”
“Kirishima-kun, kenapa kamu pakai pensil?”
“Kurasa itu hanya karena kebiasaanku sejak SD. Itu tidak berarti apa-apa secara khusus.”
Aku membawa 12 pensil tajam ke kelas setiap hari.
“Aku sangat menyukainya. Pensilmu, Kirishima-kun.”
“Kalo gitu, aku kasih 2 deh.”
“Beneran? Makasih.”
Hayasaka-san tersenyum sambil memegang pensil dengan kedua tangannya. Terlihat sangat lucu sehingga akan meningkatkan penjualan pensil sekitar 20% jika ditampilkan dalam iklan.
Setelah itu, Hayasaka-san menanyakan banyak hal padaku.
Di mana kamu membeli kacamatamu?
Kirishima-kun, kamu itu selalu pakai dasi bahkan di musim panas. Kenapa?
“Aku benar-benar gak ngerti sama anak laki-laki. Ada banyak hal yang membuatku penasaran.”
“Tanyakan saja itu pada mereka.”
Jika yang bertanya Hayasaka-san, aku yakin semua orang akan dengan senang hati menjawabnya.
“Tapi aku, tidak bisa bicara dengan siapa pun selain denganmu, Kirishima-kun. Aku gak tahu timingnya, dan bahkan ketika aku bersama semua orang, yang bisa ku lakukan hanyalah mengangguk.”
Aku tahu. Hayasaka-san dikelilingi semua orang, tapi dia sangat canggung dan terkadang imut, jadi dia seperti terpisah dari kelompok.
“Selain itu aku tidak bisa bicara begitu saja dengan mereka. Nanti aku akan diejek seperti, [apa kamu menyukainya?] gitu sih. Selain itu...”
“Mereka bisa salah paham, dan itu membuatmu dalam masalah?”
Hayasaka-san tertawa lemah dan berkata, “Kadang-kadang sih,” seolah sulit untuk mengatakannya.
“Akhir-akhir ini, apa kamu punya masalah dengan hal semacam itu?”
“Aku gak papa kok. Barusan juga ada yang nembak aku, tapi aku sudah terbiasa.”
“Begitu, ya. Jadi kamu tidak pernah kehilangan seragam olahragamu, mendapat surat cinta tanpa nama di kotak sepatu, atau diikuti seorang pria sampai di dekat rumahmu?”
“Eh?”
Hayasaka-san terkejut dan terdiam beberapa saat.
“...Kirishima-kun, kok kamu tahu?”
“Maaf, aku dengar rumornya sedikit.”
“Jangan khawatir. Memang benar aku takut, tapi aku belum menerima surat cinta baru-baru ini, dan aku mencoba untuk pulang sekolah dengan teman-temanku. Aku sudah gak papa kok.”
“Apa hal seperti ini sering terjadi?”
“Sudah enggak sih sejak aku masuk SMA. Mungkin aku bisa mengatakan kalau aku sudah punya pacar? Dengan begitu dia tidak akan melakukan sesuatu yang aneh padaku, dan mungkin akan lebih sedikit yang mengaku padaku.”
Ketika dia sampai pada titik itu, “Bukan begitu,” kata Hayasaka-san, melambaikan tangannya dengan panik.
“Bukannya aku mau membuka hubunganku dengan Kirishima-kun atau semacamnya. Kalau aku melakukan itu, akan sulit Kirishima-kun untuk mendekati Tachibana-san.”
“Kamu juga lebih baik tidak punya pacar, Hayasaka-san. Bahkan jika orang itu dari sekolah lain, kamu tidak pernah tahu dengan siapa mereka terhubung.”
“Benar, benar juga.”
Hayasaka-san berkata, “Kalo gitu, aku akan kembali ke kelas,” dan berdiri.
“Hei Kirishima-kun.”
“Apa?”
“Aku pacarmu, ‘kan, Kirishima-kun?”
“Gak perlu ditanyain lagi, bukan?”
Hayasaka-san tertawa “Ehehe” karena puas dan meninggalkan ruang klub.
Setelah sendirian, aku menggaruk kepalaku.
Wajar saja jika Hayasaka-san khawatir aku mungkin menghindarinya. Dengan diliburkannya kegiatan PeMis sebelum ujian, sebenarnya kami bisa menghabiskan lebih banyak waktu bersama.
Aku berbohong ketika aku bilang aku sedang sibuk belajar untuk ujian.
Aku mengeluarkan beberapa lembar kop surat dari sakuku.
Tertulis nama Hayasaka-san di sana.
[Aku belum menerima surat cinta baru-baru ini.]
Dan memang seharusnya begitu. Selama beberapa hari terakhir, aku sudah mengumpulkan itu semua agar tidak dilihat oleh Hayasaka-san.
Jangan khawatir, kata Hayasaka.
Maki bilang bahwa bahkan di depan Miki-chan atau Miki-sensei, dia sepertinya tidak terlalu terganggu oleh itu.
Tapi itu hanya membuatku tidak tahan untuk mengawasi sekitarnya.
Dia berusaha menyimpan semuanya sendiri karena tidak mau merepotkanku, meskipun sebenarnya dia ketakutan.
Hayasaka-san adalah gadis seperti itu. Dia lemah, tapi dia terlalu memaksakan diri tanpa pikir panjang.
Karena itulah aku akan memberi pelajaran kepada pelaku yang menakut-nakuti Hayasaka-san.
Baca nih ln kok gua yang sakit hati ya,dijadiin nomor 2,yang di suka udh punya tunangan,sakit ajik,aing pernah di jadiin nomor 2 soalnya jd keinget
ReplyDeleteLucifer yg sabar yah wkwk 🤭
Delete