Bab 4Reuni Baru dan Pertemuan Baru
Sekitar dua minggu setelah Rio dan yang lainnya meninggalkan wilayah Strahl dan tiba di desa Roh Rakyat. Rio dan yang lainnya tinggal di desa selama beberapa hari, tetapi mereka segera pergi ke wilayah Yagumo.
Mereka yang ikut pergi adalah Miharu, Celia, Aishia, Latifa, Sara, Orphia, dan Alma. Lalu ada Gōki, Kayoko, Komomo, Sayo, Shin, dan Aoi.
Karena keterbatasan jumlah orang yang dapat diangkut pada satu waktu, sebagian besar bawahan keluarga Gōki telah diminta untuk tidak menemani dan menunggu di desa, tetapi itu adalah rombongan besar dengan total 14 orang, termasuk Rio.
Ngomong-ngomong, Aerial, roh terkontrak Orphia, bisa diwujudkan dengan menyesuaikan ukuran tubuhnya sampai batas tertentu. Dimungkinkan untuk mengubah ukurannya hingga maksimum hampir sepuluh meter, tapi karena mengkonsumsi lebih banyak kekuatan sihir, tidak mungkin untuk menjadi sebesar itu.
Tujuh orang akan menaiki punggung Aerial yang telah terwujud hingga cukup besar, lalu Rio, Aishia, dan Orphia, yang bisa terbang bebas, membawa 4 sisanya. Ada sedikit masalah dengan siapa yang membawa siapa, tapi itu diselesaikan dengan merotasi pasangan. Perjalanannya sendiri berjalan sangat lancar, dan mereka tiba di wilayah Yagumo tanpa menghadapi cuaca ekstrim lokal atau monster yang biasa muncul di hutan belantara. Lalu, pertama-tama mereka menuju ke desa tempat ayah Rio, Zen, lahir dan dibesarkan.
Namun, sulit untuk mencapai salah satu desa dari sekian banyak desa dalam satu kesempatan. Karena Rio tahu perkiraan lokasinya, dia memutuskan untuk turun ke desa yang dia temukan dan mencari tahu di mana desa Yuba berada. Karena penduduk desa akan waspada terhadap sekelompok besar orang asing yang tiba-tiba memasuki desa, Gōki dan Kayoko pergi desa sebagai perwakilan untuk bertanya.
Alhasil, untungnya ada seorang kepala desa di desa pertama yang mengenal Yuba dan memberitahu mereka arah menuju ke desanya, dan Rio dan yang lainnya tiba di dekat langit di atas tujuan mereka.
“Itu desanya, bukan? Tidak salah lagi.”
Rio menemukan desa yang mungkin yang sedang dicari mereka dan memanggil orang-orang yang terbang di sekitarnya saat dia melihat ke bawah dari atas. Alasannya adalah——,
(Di sana ada makam ayah dan ibuku)
Dia menemukan makam orang tuanya bediri di atas bukit. Bagi yang lain, itu hanya tampak seperti monumen batu tanpa nama, tetapi Rio melihatnya sebagai makam mereka.
“Kita akan mengejutkan penduduk jika kita turun di dalam desa, jadi mari kita turun di luar.” kata Rio, dan dia mulai turun.
Kemudian, Aishia yang menggendong Miharu, dan Orphia yang menggendong Celia, mengikutinya. Aerial juga mulai menurunkan ketinggiannya.
“Silahkan turun.”
Rio memanggil dua orang yang dia gendong.
“Ya!”
Komomo adalah yang pertama menanggapi dengan riang. Ketika dia terlepas dari pelukan Rio, dia membuat suara gesekan dan dengan ringan melangkah ke tanah. Kemudian——,
“Isi ulang elemen Onī-chan dulu sebelum turun!”
Setelah Latifa memeluk Rio erat dari punggungnya, dia juga dengan ringan menginjakkan kaki di tanah. Ya, Rio menggendong Komomo dan Latifa. Mereka dibawa Rio karena mereka masih kecil dan mereka berdua ingin mengobrol bersama.
“Hei hei, sesak, loh.”
Rio mengeluh dengan lembut menyerah.
“Komomo-chan di gerbang depan dan Latifa di gerbang belakang. Terima kasih sudah menggendong kami, ya, Onī-chan. Aku juga ingin mengucapkan terima kasih.”
“Sama-sama. Apa kamu tidak lelah, Komomo-chan?”
“Ya! Terima kasih banyak untuk perjalanan panjangnya, Rio-sama.”
Komomo menghadap Rio dan membungkuk hormat. Miharu, Celia, dan yang lainnya juga sudah menginjakan kaki di tanah, berterima kasih kepada roh yang membawa mereka. Lalu——,
“Jadi itu desa tempat ayah Rio lahir dan besar...”
“Ini tempat yang damai dan indah, ya. Udaranya bersih dan menenangkan.”
Celia mendekati Rio dengan Orphia terlebih dahulu. Ada ladang beberapa ratus meter di depan, dan lebih jauh ke depan, mereka bisa melihat desa Yuba. Celia memandang pedesaan dengan penuh minat, sementara Orphia menarik napas dalam-dalam dan menikmati udara pedesaan.
“Onī-chan, itu desa kita...”
Mungkin tidak berharap bisa kembali, Sayo melihat desa tempat dia lahir dan dibesarkan dengan ekspresi tercengang, berdampingan dengan kakaknya, Shin.
“Setelah semua kesulitan kita dalam perjalanan ke sana, tidak butuh waktu lama bagi kita untuk kembali.”
Masih butuh lebih dari seminggu untuk perjalanan itu, tetapi butuh berbulan-bulan untuk sampai ke desa Roh Rakyat. “Ini keterlaluan,” kata Shin, menatap Rio dengan ekspresi setengah terkejut.
“Mari kita segera pergi.”
“Pertama-tama, kita harus menyapa Yuba-dono. Dia pasti akan sangat terkejut.”
Rio dan Gōki memimpin jalan ke desa.
“Nenek dan kakak perempuan sepupu Onī-chan, ya. Kurasa aku mulai gugup.”
“Tenang saja. Sebelumnya aku sudah bilang, ‘kan? Ketika aku memberi tahu mereka berdua tentang Latifa, mereka bilang ingin bertemu denganmu.”
Latifa yang tak disangka sedikit pemalu mulai gugup, ketika dia pikir sudah waktunya. Rio mengatakan bahwa kekhawatirannya tidak berdasar, tapi——,
“Tapi, aku sedikit bisa mengerti perasaan Latifa.”
“Aku juga.”
Celia dan Miharu juga menekan tangan mereka ke dada untuk menenangkan detak jantung mereka. Sara, Orphia, dan Alma, yang belum pernah bertemu Yuba dan Ruri sebelumnya, memiliki reaksi yang sama.
“Tidak perlu segugup itu, menurutku mereka hanya nenek dan sepupu normal.... Itu malah membuatku gugup untuk memperkenalkan kalian.”
Rio tersenyum sedikit bermasalah. Lalu——,
“Yuba-sama dan Ruri Ane-sama adalah orang-orang yang sangat baik, jadi kalian tidak perlu khawatir. Aku yakin mereka akan menganggap Latifa-chan serta kalian semua sebagai keluarga mereka sendiri.”
Komomo dengan berani menyatakan tidak akan ada masalah. Komomo pernah mengunjungi rumah Rio sebelumnya dan untuk sementara tinggal bersama Yuba dan Ruri, jadi dia mengenal mereka dengan baik. Dia tidak tampak gugup dan tidak sabar untuk bertemu dengan mereka. Kemudian——,
“Ayo cepat pergi.”
Aishia tumben-tumbenan mendesak rombongan itu. Dia juga tidak terlihat gugup, tapi mungkin tidak sabar bertemu Yuba dan Ruri yang mendesak mereka semua. Dalam hal itu, dia sepertinya tidak sepenuhnya seperti dirinya yang biasa. Dia tampaknya dalam suasana hati yang baik.
Bagaimanapun, rombongan itu terus menyusuri jalan dan akhirnya melangkah ke tanah pertanian yang merupakan lokasi desa. Waktunya masih terang, sekitar tengah hari. Mungkin baru jam makan siang, karena ada peralatan kerja yang tertinggal di pinggir jalan. Mungkin mereka berkumpul sedikit lebih jauh di alun-alun untuk makan. Begitulah biasanya mereka ketika Rio tinggal di sana.
(Rasanya nostalgia)
Rio melihat ke sekeliling lahan pertanian dengan ekspresi bahagia, mungkin didorong oleh rasa nostalgia yang ringan, dan terus berjalan. Kemudian, gadis-gadis itu melihat sekilas penampilannya itu dan merasa bahwa Rio sangat senang bisa kembali ke desa ini. Mungkin itu sebabnya mereka tidak berbicara dengannya dan hanya melihat Rio menikmati pemandangan.
Kemudian, dalam waktu kurang dari satu menit, Rio dan yang lainnya sampai di alun-alun di depan desa. Seperti yang diprediksi Rio, penduduk desa berkumpul di sana untuk memakan kotak makan siang mereka. Ruri juga ada di antara mereka, dan mereka semua mengobrol dengan bersemangat, menunjukkan bahwa penduduk desa berhubungan baik satu sama lain.
Mereka semua cukup asyik dengan percakapan itu, tapi ketika kelompok besar Rio dan yang lainnya datang berjalan di jalan, jelas saja ada yang menyadari kehadiran mereka. Penduduk desa terkejut dan berkata, “Siapa mereka?” ketika melihat kelompok besar itu untuk pertama kalinya, tetapi kali ini mereka bahkan lebih terkejut dari sebelumnya setelah menyadari bahwa ada wajah-wajah yang familiar di antara mereka: Rio, Shin, Sayo, Komomo dan Gōki.
Tapi setelah beberapa saat——,
“......Rio!? Shin, Sayo! Bahkan ada Komomo-chan dan Gōki-sama!?”
Ruri berdiri dan berlari ke arah mereka paling awal.
“Lama tidak bertemu.”
Rio mungkin sedikit malu bertemu sepupunya lagi setelah sekian lama, dia berseri-seri seperti anak laki-laki seusianya.
“La-Lama tidak bertemu.... Eh, kenapa? Kenapa? Kenapa, kenapa!?”
Ruri mungkin terkejut dengan reuni tak terduga, dan dia terus melihat bolak-balik antara wajah Rio dan Sayo, memeriksa mereka. Tapi setelah beberapa saat——,
“...Begitu, ya, jadi kamu bertemu Rio, ya. Syukurlah, syukurlah.”
Mata Ruri berair dan merasa lega, seakan telah terbebas dari kekhawatiran.
“Dengan selamat.”
Rio mengangguk dengan mengangkat bahu ringan. Lalu——,
“Uooooooooh!”
Penduduk desa di alun-alun bersukacita serempak.
“Lama tidak bertemu, semuanya!”
“Senang kalian pulang!”
“Astaga, jangan buat aku terkejut napa!”
“Waa, ini Rio-sama! Lama tidak bertemu!”
“Shin! Sayo!”
Mereka semua berlari ke teman desa mereka, Rio, Sayo dan Shin. Dan mereka senang melihat ketiganya kembali mencoba melakukan kontak dekat seperti dikerumuni. Miharu, Celia dan yang lainnya yang sedikit lebih jauh di belakang, tapi mata mereka melebar lebar karena antusiasme itu.
“Hahaha, Rio-sama sangat dicintai oleh penduduk desa.”
Gōki tertawa keras karena geli melihat Rio disambut.
“Se-Sebentar, semuanya! Aku tahu kalian senang, tapi kalian terlalu bersemangat! Menyingkir dulu! Menyingkir! Aku tidak bisa mendengarnya!”
Ruri menghentikan penduduk desa dengan tampilan akrab. Penduduk desa telah puas mengerumuni mereka, mulai mundur dengan patuh.
“Dasar.... Kalian baik-baik saja, Sayo, Rio?”
Ruri menghela nafas dan memperhatikan Rio dan Sayo yang dikerumunin.
“Oi, aku juga dikerumunin, tahu.”
Apa kau tidak mengkhawatirkanku, Shin mengeluh sendiri.
“Dilihat bagaimanapun kamu baik-baik saja, bukan, Shin? Lagi pula, kamu pria.”
“Tidak, Rio juga seorang pria. Maksudku, orang ini malah jauh lebih kuat dariku, tahu!?”
Shin menunjuk Rio dan mengeluh. Penduduk desa mulai tertawa histeris geli melihat percakapan di antara keduanya, seolah-olah mereka terhibur oleh percakapan yang dulu sering terjadi itu.
“Yoshi, sepertinya kalian berdua baik-baik saja.”
Ruri meninggalkan Shin sendirian untuk saat ini dan hanya merapikan pakaian Rio dan Sayo yang berantakan. Dan——,
“Kalau begitu, sekali lagi. Selamat datang kembali, Rio, Sayo, dan Shin juga.”
Dia menyambut kepulangan mereka bertiga.
“Un, aku pulang.”
“Aku pulang, Ruri-san.”
“...Ya.”
Dan seterusnya, Rio dan yang lainnya membalas dengan sedikit malu. Penduduk desa di sekitar mereka juga berkata, “Selamat datang kembali!” dan memberi selamat kepada ketiganya atas kepulangan mereka.
“Lama tidak bertemu, Komomo-chan, Gōki-sama dan Kayoko-sama. Aoi-san juga. Aku senang melihat kalian baik-baik saja.”
“Umu. Berkat semuanya. Aku senang melihatmu baik-baik saja, Ruri-dono. Bagaimana kabar Yuba-dono?”
“Ya, sama seperti dulu. Ah, dia sempat datang ke sini beberapa waktu yang lalu, Hayate-sama juga baik-baik saja. Aku yakin dia akan senang mengetahui bahwa Gōki-san dan Komomo-chan telah pulang.”
“Hoho, aku senang mendengar dia baik-baik saja.”
Gōki mendengarkan kabar putranya dan tertawa.
“Jadi, aku mau mengubah topik, tapi..., siapa orang-orang di sana itu?”
Ruri memotong pembicaraan dan mengalihkan perhatiannya ke Miharu, Celia, Aishia, Latifa, Sara, Orphia dan Alma yang menemani Rio. Penduduk desa juga penasaran, dan semuanya mengalihkan perhatian gadis-gadis itu serempak.
“.........”
Miharu dan yang lainnya terlihat canggung dan tersentak. Mereka tampaknya gugup karena semua perhatian itu.
“Sepertinya mereka bukan kenalan Gōki-san atau Sayo dan Shin..., apa mereka kenalanmu, Rio?”
Ruri melihat Rio untuk memastikan karena dia telah mempersempit kemungkinan dengan proses eliminasi.
“Ya, begitulah.”
Rio mengangguk, sedikit malu.
“Heh...”
Ruri menatap Miharu dan yang lainnya, dan——,
“He-hei, Rio. Sebentar, sebentar.”
Dia menarik lengan Rio dan mereka berdua berbalik sehingga yang lain tidak bisa mendengar mereka bicara. Seperti itu, dia melingkarkan lengannya di punggungnya dan mereka membungkuk dalam posisi berbisik.
“Apa?”
“Malah tanya apa. Siapa itu?”
“Etto..., seperti yang kukatakan, mereka kenalanku, terus?”
Rio bingung dengan percakapan rahasia yang tiba-tiba.
“Bukan itu, moo! Tentu saja aku tanya tentang siapa pacarmu, Rio!”
Ruri bertanya dengan tidak sabar, nadanya menjadi lebih kuat.
“Pa-Pacar!? Ti-tidak..., itu, bagaimana menyebutnya, ya...”
Rio kehilangan kata-kata. Dia bingung menjelaskan siapa mereka bagi dirinya. Mereka bukan pacarnya. Tapi rasanya tidak enak untuk mengatakan bahwa mereka hanya temannya, dan itu membingungkannya. Apalagi jika itu adalah Ruri. Dia ingin memperkenalkan mereka semua dengan benar.
Dia hampir menyebut mereka teman karena itu kedengarannya jauh lebih tepat, tapi ada ekspresi lain di benak Rio yang dia harap bisa dia katakan. Karena itu——,
“Kurasa paling dekat adalah menyebut mereka..., keluarga.”
Sambil berbalik ke semua orang yang melihatnya dan Ruri, Rio mengucapkan kata-kata itu dengan hati-hati. Namun——,
“Ja-Jangan bilang kamu memiliki hubungan seperti itu dengan mereka semua!?”
Ruri tiba-tiba berteriak kaget. Hanya Rio yang tahu hubungan seperti apa yang dia maksud dengan hubungan itu, tapi tampaknya dia telah menyebabkan kesalahpahaman yang buruk.
“E? Ya.”
Rio mengangguk penasaran.
“Ma-Malah ya...”
Ruri kehilangan kata-kata, tapi setelah beberapa saat——,
“Aah! Mō! Aah! Mō! He-hei. Kurasa itu agak gimana, ya, Rio. Onē-san tidak akan terkesan dengan yang begituan.”
Dia sangat putus asa, dan kemudian dia mendekati Rio.
“Ti-Tidak, kamu tidak salah paham tentang sesuatu yang fatal, bukan?”
Rio akhirnya menyadari kemungkinan itu di sini, tapi——,
“Lagian, kok bisa mereka semua cantik layaknya seorang putri? Apa kamu hanya tertarik dengan penampilan fisik saja, Rio? Apa Sayo terima dengan itu!?”
Ruri sangat terkejut sehingga dia mulai memperluas pembicaraan ke arah yang salah.
“Tu-Tunggu dulu, Ruri! Sudah kuduga aku merasa kamu pasti sudah salah paham tentang sesuatu! Akan kuperkenalkan mereka dengan benar, tenanglah.”
“Sa-Salah paham? Apanya yang salah paham?”
Rio buru-buru meraih kedua bahu Ruri dan mencoba mengoreksi kesalahpahamannya. Melihat Rio berbicara dengan nada yang jauh lebih putus asa dari biasanya seperti itu——,
“Onī-chan, kamu dan Ruri-san sepertinya sangat dekat, ya.” kata Latifa dengan nada penasaran.
“Ya. Selain dengan Aishia, ternyata ada seseorang yang bisa kamu ajak bicara begitu putus asa seperti itu, ya. Kelihatannya sangat menyenangkan.”
Celia tampak tersenyum saat mengatakan itu, tapi dia juga terlihat sedikit kesepian dan iri. Di satu sisi, dia senang mengetahui apa yang tidak dia ketahui tentang Rio, tapi di sisi lain, itu mungkin rumit karena bukan dia yang mengetahuinya. Dia juga mengagumi cara dia mengeluarkan ekspresi wajah Rio yang biasanya tidak terlihat.
Rupanya, itu sama untuk yang lainnya juga. Mereka memiliki ekspresi yang mirip. Dan melihat ekspresi di wajah gadis-gadis itu, penduduk desa entah bagaimana bisa menebak hubungan manusia di sekitar Rio saat ini.
Para pria itu menatap Rio dengan gigi terkatup, lalu menatap Shin dan melakukan kontak mata untuk mengkonfirmasi kebenaran. Saat Shin menganggukkan kepalanya——,
“Aku ingat, ketika orang ini tinggal di desa...”
Semua gadis muda tampaknya jatuh cinta pada Rio, dan para pemuda di desa itu mengingat pengalaman menyakitkan yang pernah mereka alami. Mereka semua memelototi Rio seolah mengutuknya.
“Aku pernah bilang padamu kalau aku punya adik tiri, bukan? Aku juga bilang kalau aku memiliki seorang guru. Ada juga orang lain yang mulai tinggal bersamaku karena suatu alasan, dan aku membawa mereka pulang untuk memperkenalkan mereka pada Ruri dan semua orang di desa...”
Rio meluruskan dan melihat ke arah Celia dan Latifa untuk mengundang mereka masuk. Tapi, saat dia menyadari bahwa para pria desa sedang memelototinya, dia menutup mulutnya seolah ragu untuk memanggil mereka.
“Eh, benarkah?”
Ruri memandang Latifa, Celia, dan yang lainnya dengan gembira. Tapi tepat setelah——,
“Oi, Rio!”
“Jadi lu tinggal dengan gadis-gadis secantik ini!”
“Bangsat!”
“Kenapa selalu saja kamu?”
“Bener tuh, ini tidak adil! Buruan kenalin mereka pada kami!”
Para pria itu mengerumuni Rio protes.
“Akan ku perkenalkan mereka pada kalian juga, jadi tunggulah. Tolong tunggu sebentar!”
Rio berusaha menghentikan para pria dengan menahan mereka dengan tangannya, tapi mereka tidak mau berhenti....
“Kerja bagus kalian, jangan kasih ampun.”
“Jangan manas-manasin mereka, Onī-chan!”
Sayo dengan panik memperingatkannya ketika Shin menyoraki teman-teman baik prianya.
“Biarin aja sih, itu adalah cara mereka menyambut Rio.” kata Shin seolah dia mengerti.
Faktanya, para pria yang mengerumuni Rio memiliki senyum nakal di wajah mereka, itu menunjukkan bahwa mereka hanya bercanda. Seperti yang Shin katakan, itu mungkin cara pemuda desa untuk menyambut Rio.
“Ru-Ruri, tolong aku...”
Rio menggeliat dan mencari pertolongan Ruri.
“Gak, karena sudah begitu kayaknya udah gak bisa dihentikan lagi. Maaf. Aku akan mengantar semua orang ke rumah Nenek dulu. Kamu juga pulanglah kalau sudah selesai, ya, Rio.”
Ruri juga tampak menikmati situasi ini, suaranya memantul bahagia. Dia menyatukan kedua tangannya dan menundukkan kepalanya ke Rio. Kemudian——,
“Hei, semuanya. Akan kuantar kalian ke rumahku, jadi ikutlah denganku. Yuk, mari kita pergi.”
Dia mendekati Miharu dan yang lainnya dan memanggil mereka dengan ramah untuk mendesak mereka pindah tempat.
“Etto, tapi...”
Miharu dan yang lainnya memandang Rio dengan ragu-ragu, bertanya-tanya apakah tidak apa-apa meninggalkannya seperti ini. Rio dicengkeram di kedua bahunya dan diombang-ambing oleh para pria desa, dan diinterogasi penuh.
“Biarin saja, biarin saja. Itu sering terjadi waktu dia tinggal di desa. Yuk, Sayo juga.”
Ruri mendorong punggung Miharu dan yang lainnya sambil menahan tawa.
“Funn. Ayo kita pergi juga, Sayo.”
Shin juga mengendus dalam suasana hati yang baik dan mendorong punggung Sayo.
“...Fuumu. Kurasa tidak bijaksana untuk membuat mereka berhenti menyambutnya dengan cara mereka sendiri. Apa boleh buat. Kita juga akan pergi.”
Rio bisa dengan mudah keluar dari pengepungan seperti itu. Meskipun demikian, dia tidak melakukannya, yang berarti bahwa Rio sendiri mungkin tidak keberatan dengan itu. Dengan pemikiran itu, Gōki juga mengikuti Ruri dan yang lainnya bersama istrinya Kayoko dan pelayannya Aoi.
Kemudian, Rio dibebaskan dari para pria hanya setelah Miharu dan yang lainnya benar-benar tidak terlihat.