Bab 3
Meski Begitu, Mau Tak Mau
Terakhir kali aku melihat Kushida-san adalah pada ujian khusus akhir pekan lalu.
Seminggu kemudian sampai sepulang sekolah pada hari Jumat, aku tidak pernah melihatnya sekali pun.
Tak hanya itu. Baik Wang-san maupun Hasebe-san tidak datang ke sekolah.
5 hari dari Senin sampai Jumat. Sudah 5 hari.
Sementara itu, segala sesuatunya tidak menunggu dan berlalu begitu saja.
Pertemuan terperinci dan persiapan untuk festival olahraga. Pekerjaan OSIS. Studi harian. Saat aku terus menghadapi ombak yang datang dari depan, lututku gemetar dan aku merasa seperti akan jatuh ke belakang.
Tapi aku tidak bisa membiarkan diriku jatuh di sini sekarang.
Aku tidak berhak untuk mengeluh karena aku sudah menyatakan bahwa aku pasti akan membawanya kembali dan belum mencapai apa pun.
Aku sudah mencoba menghubungi Ayanokōji-kun beberapa kali, tapi aku berubah pikiran.
Kalau aku meminta bantuannya, dia mungkin akan memberiku jawaban.
Mungkin juga dia akan menuntunku menemukan jawaban yang ku cari.
Tapi setidaknya masalah ini adalah sesuatu yang harus aku selesaikan sendiri.
“Ini mengakhiri homeroom hari ini.”
Begitu Chabashira-sensei keluar ruangan setelah homeroom terakhir hari ini, aku segera mengikutinya.
“Sensei, bisa bicara dengan Anda sebentar?”
“Bisa saja sih, tapi... baiklah. Kita bisa bicara sambil berjalan.”
Koridor terlalu menarik perhatian karena banyak siswa meninggalkan tempat duduknya untuk pergi ke toilet di waktu ini.
Mungkin Chabashira-sensei mengerti niatku, beliau menawarkan untuk bicara denganku sambil berjalan.
“Sudah 5 hari Kushida-san, Wang-san, dan Hasebe-san tidak masuk sekolah.”
“Ya. Aku masih menerima kabar dari 2 dari mereka yang mengatakan bahwa mereka sedang absen sakit, tapi mereka tidak terlihat di rumah sakit tempat mereka harusnya datangi. Adapun Hasebe, dia hanya bilang dia mengambil libur dan belum memberiku detailnya.”
Itu jelas bukan alasan yang sempurna untuk libur.
Pembolosan yang kasar itu terasa seperti hukuman bagiku.
“Apakah mereka dalam keadaan di mana mereka akan terus menerima hukuman berat?”
Aku ragu aku akan mendapat jawaban yang spesifik, tapi aku akan coba bertanya.
“Jangan terlalu khawatir. Aturan dibuat agar siswa berprestasi, terutama Wang dan Kushida, diberi masa tenggang yang lebih lama. Adapun Hasebe, selama dia bukan anak bermasalah, itu bukan masalah besar sekarang. Lain cerita jika dia adalah seseorang yang tidak memiliki prestasi atau seseorang yang berperilaku buruk.”
“Berkat perilaku mereka sehari-hari———itukah maksud Anda?”
“Begitulah. Selain itu, ada siswa yang cukup sehat pandai berbohong untuk tidak masuk sekolah, ada juga siswa pengecut yang patah hati dan depresi selama seminggu. Sulit untuk membedakannya. Makanya, kami hanya bisa menilai berdasarkan sikap dan prestasi mereka di sekolah selama ini.”
Aku bisa merasakan hatiku menjadi lebih ringan hanya dengan mendengar itu.
“Dan sekolah juga bukan iblis. Sekolah tidak ingin merusak hati anak-anak dengan memaksa mereka pergi ke sekolah. Yang jelas, ketiga siswa yang saat ini tidak hadir tidak pernah terlambat dan serius selama belajar. Mereka layak diberikan penangguhan hukuman.”
Dengan nada suara yang lembut, Chabashira-sensei memberitahuku demikian.
Beliau terlihat sangat berbeda dari dirinya yang biasa hingga aku bertanya-tanya apakah beliau punya niat lain.
Meskipun teman sekelasku telah membicarakannya, mungkin benar bahwa dia telah berubah setelah ujian khusus.
“Di atas segalanya, sekolah juga mengerti bahwa mereka telah menjalankan ujian khusus yang kejam.”
Mereka tak akan terkejut jika ada yang sampai tidak masuk sekolah, makanya hal itu sekarang ditoleransi....
Setelah memastikan bahwa tak ada orang di sekitar, Chabashira-sensei berhenti di sini.
“Tapi batas waktunya sudah dekat. Jika mereka terus absen minggu depan, 100 poin yang telah kalian dapatkan dengan susah payah akan berkurang tanpa ampun.”
Lakukan sesuatu soal mereka selama akhir pekan ini, itulah pesan tersembunyi dari Sensei.
Tapi, apakah aku benar-benar dapat menanggapi pesan itu?
Aku hanya ingin mendengar tentang situasinya saat ini, tapi kelemahanku mulai terlihat sedikit demi sedikit.
“Terima kasih banyak. Anda sangat membantu.”
“Tunggu, Horikita. Apa masih ada yang ingin kamu tanyakan padaku?”
“...Tidak. Saya tidak ingin mengganggu Sensei lebih dari ini.”
“Kita tidak akan tahu apakah itu menggangguku atau tidak sampai kau bertanya. Masih ada sedikit waktu, mungkin hanya bicara dengan seseorang akan sedikit membantu?”
Kurasa Chabashira-sensei bisa merasakan kondisi mentalku yang dangkal.
Bohong jika aku bilang bahwa aku tidak bimbang, tapi aku memutuskan untuk berbicara dengan berani.
“Kami mendapat poin kelas dengan mengeluarkan Sakura-san. Apakah tindakan itu tepat untuk dilakukan?”
“Apa kamu menyesali keputusanmu?”
“Saya pikir itu adalah keputusan yang tepat pada saat itu. Tapi... harus saya akui, saya sedikit terguncang sekarang.”
“Aku berharap aku bisa memberimu jawaban, tapi aku tidak bisa memberinya.”
“Saya mengerti. Sebagai seorang guru, Anda tidak bisa menjawab pertanyaan saya, ‘kan?”
“Bukan begitu. Hanya saja pada titik ini aku tidak bisa membuktikan bahwa tindakanmu itu tepat. Memang benar bahwa beberapa siswa mungkin menganggap keputusanmu agak diktator dan egois. Kamu juga bergumul dengan apa yang orang lain pikirkan tentang dirimu, dan kamu mulai merasa bahwa jawabanmu salah, itulah alasannya.”
Itu menyakitkan untuk didengar. Aku tidak bisa membalas.
“Tapi apakah itu benar-benar penting? Tidak ada manusia yang sempurna sejak awal. Kita membuat kesalahan dalam penjumlahan dan perkalian sederhana, belajar, dan terus melankah. Bahkan aku menjalani hidup yang penuh dengan kesalahan.”
“Sensei juga... ya?”
“Begitupun ketika aku mengikuti ujian khusus yang sama. Aku bahkan tak bisa menjawab benar atau salah tepat waktu. Di sisi lain, kamu memberikan satu jawaban. Kurasa kau melakukannya dengan baik. Tidak ada yang bisa mendapatkan 100 poin tanpa pengalaman. Pada tahap ujian khusus itu, kau diakui sebagai pemimpin dan diberi wewenang. Dan kau siap membuang seseorang untuk melindungi Kushida. Sekaranglah saatnya kamu membuat mereka mengakui bahwa itu adalah keputusan yang tepat.”
Sensei mengatakan sesuatu yang layaknya seperti guru.
Aku sedikit bingung karena hal seperti itu jarang terjadi sebelumnya.
“Kau tidak perlu mencoba untuk mencetak 100 poin pada tahap ini. Karena itu adalah pilihan antara secara rasional membuang peringkat terbawah di OAA, atau memprioritaskan janjimu dan menerima kerugian.”
“Benar...”
Aku tahu. Aku tahu itu, tapi aku masih ragu.
“Tapi———Saya juga berpikir bahwa saya mungkin telah kehilangan pandangan tentang sekitar saya. Saya merasa kalau saya lebih mendengarkan, saya mungkin mendapatkan jawaban yang lebih baik dan lebih tepat.”
“Terkadang kamu kehilangan pandangan terhadap sekitarmu. Dan kemudian, ketika tensinya mereda, terkadang kamu ragu apakah kamu membuat keputusan yang tepat atau tidak.”
Tapi, aku tidak memiliki pengalaman seperti itu. Aku sangat frustrasi hingga tanpa sadar aku mengepalkan tangan.
“Selama ini kamu selalu adil, atau sebutan kasarnya, selalu membuat keputusan sederhana, bukan? Tentu saja, itu normal. Jadi keunikan sekolah ini memintamu untuk mencari pilihan baru untuk pertama kalinya.”
“Ya...”
Aku diberi nasihat yang meyakinkan, tapi aku masih tidak dapat menemukan jawaban yang tepat. Aku pasti terlihat menyedihkan, tapi Chabashira-sensei memperlakukanku dengan lembut tanpa kecewa.
“Kau bertarung dalam aturan yang ditetapkan oleh sekolah, bukan?”
“Itu benar, tapi aku melanggar janjiku untuk tidak mengeluarkan siapa pun kecuali pengkhianat.”
“Apa kamu memutuskan untuk melindungi Kushida dari awal, dan kemudian berbohong dan membuat janji itu untuk mendapatkan suara setuju?”
“Tidak! Saat itu aku benar-benar siap untuk itu.... Aku bersumpah.”
“Maka tak ada yang salah dengan itu. Penting untuk menepati janjimu. Namun, bahkan orang dewasa pun terkadang gagal menepati janji mereka. Karena aku tahu kalau kau berubah pikiran karena kau menyadari bahwa mempertahankan Kushida adalah tindakan yang tepat. Kau bebas untuk tidak peduli atau mengabaikan orang-orang yang mencemoohmu sekarang. Ada yang akan mengikutimu, ada juga yang tidak. Menyatukan kelas yang terdiri dari hampir 40 siswa bukanlah tugas yang mudah bahkan untuk Ryūen, Sakayanagi, atau Ichinose. Siswa-siswi lain mungkin tampak seperti selalu patuh pada perintah, tapi kita tidak pernah tahu apa yang mereka pikirkan di dalam hati mereka.”
Kata Chabashira-sensei dengan lembut meletakkan tangannya di bahuku.
“Jangan takut gagal. Aku tidak ingin menjadi orang dewasa yang tidak bisa menerima atau memaafkan kesalahan anak-anak.”
“Sensei, saya belum gagal.”
“...Ya, itu benar. Tapi, itu hanya berarti aku akan mengawasi pilihan yang kau buat sampai akhir.”
Setelah menunjukkan ekspresi yang sedikit bingung, Sensei menatap mataku lagi.
Kata-kata yang sopan, tegas tapi penuh kasih hampir membuatku sedikit kehilangan kata-kata.
“Anda sudah berubah ya, Chabashira-sensei.”
Aku tak bermaksud mengatakannya, tapi itu keluar dengan sendirinya. Karena itulah yang sejujurnya aku rasakan.
“Setelah perlakuan dinginku pada kalian selama ini, apakah aneh bagiku untuk bertingkah layaknya seorang guru sekarang?”
“Saya sedikit terkejut, tapi itu tidak aneh.”
“Begitu, baguslah.”
Mungkin pikir Chabashira-sensei aku terlalu banyak bicara, beliau berdehem dan mengganti topik.
“Apa yang Ayanokōji lakukan soal Kushida?”
“Ayanokōji-kun ya...? Tidak, dia tak melakukan apa-apa. Jika saya harus katakan, saya merasa dia mengamati apa yang saya lakukan.”
“Jadi begitu. Dia percaya bahwa ini adalah masalah yang harus kamu selesaikan, ya?”
“Mungkin dia hanya tidak ingin berurusan dengan keegoisanku lagi.”
“Aku tidak yakin. Tapi Ayanokōji mengambil langkah berani dalam kasus Kushida. Jika dia tidak mempercayaimu, aku tidak berpikir dia akan membiarkanmu begitu saja.”
“Anda sepertinya sangat menghargai Ayanokōji-kun ya. Saya ingat Sensei mengatakan bahwa Ayanokoji-kun adalah produk paling cacat.”
“Aku tidak menyangka kau masih ingat ucapan lama ku itu.”
“Dia bahkan lebih baik dari nilainya di OAA.”
“Kepercayaan dan penilaianmu padanya juga telah meningkat pesat, ya.”
“Kepribadiannya sedikit bermasalah, tapi bukan dia satu-satunya yang seperti itu... apa maksud ucapan Anda itu? Atau itu kesalahpahaman Sensei?”
Tidak diragukan lagi dia luar biasa, lebih berpikiran dingin dan lebih tenang daripada aku.
Aku tidak merasa ada faktor yang membuatnya pantas dicap sebagai produk cacat.
“Kamu tidak harus menganggap serius setiap hal yang dikatakan guru. Kamu menghabiskan lebih banyak waktu dengannya daripada aku, bukan?”
“Tapi saya masih ingin mendengarnya.”
“.... Baiklah. Penilaianku belum berubah. Tidak, aku yakin kredibilitas penilaianku itu telah meningkat.”
Bahwa dia produk cacat. Bahwa pernyataan itu benar tidak berubah.
“Tetapi, masih terlalu dini untuk memikirkan itu sekarang. Karena kau memiliki masalah lain yang perlu kau selesaikan sesegera mungkin.”
“Ya, itu benar.”
Memang benar bahwa aku penasaran tentang hal itu, tapi itu tentu bisa menunggu. Aku harus memastikan Kushida-san, Wang-san, dan Hasebe-san berangkat ke sekolah.
“Sulitkah menangani Kushida?”
“Sejauh ini tidak membuahkan hasil. Tidak peduli berapa kali saya mengunjunginya, tidak peduli berapa lama saya menunggunya, dia tidak membukakan pintu.”
“Itu pasti sulit.”
Selain akhir pekan, pada hari biasa dia bisa pergi ke toserba dan membeli sebanyak yang dia mau saat aku bersekolah.
Tidak ada gunanya memakai taktik kelaparan.
Aku mencoba menghubunginya melalui ponsel, tapi itu tidak diaktifkan.
“Mungkin dia hanya senang merasakan saya mondar-mandir ke kiri dan ke kanan di sisi lain pintu.”
“Kurasa aku tidak bisa menyangkalnya. Tetapi jika kamu tidak bergerak, segalanya tidak akan berkembang dan perlahan-lahan akan menjadi lebih buruk.”
“Ya...”
“Ketika kamu tidak dapat melakukannya sendiri, ada baiknya meminta bantuan orang lain.”
“Tapi teman sekelasku yang mau membantu untuk membujuk Kushida-san itu... hanya Hirata-kun seorang. Dia juga mungkin terlalu sibuk untuk itu sekarang.”
Dia sedang mengurus masalah Wang-san, Shinohara-san dan yang lainnya.
“Bantuan Hirata tentu... tidak, aku tidak begitu yakin dia bisa membantu soal Kushida. Kupikir tidak mudah membuka pintu yang tertutup hanya dengan membawa seseorang yang terus terang, bijaksana, dan baik.”
“Entah bagaimana, saya rasa saya bisa mengerti apa yang Sensei coba katakan. Dia tidak mau jujur.”
“Sayangnya aku tidak bisa memikirkan orang yang cocok saat ini, tapi mungkin bukan ide yang buruk untuk mencarinya diluar selain teman sekelasmu.”
“Tetapi membujuk Kushida-san berarti menghadapi perasaannya yang sebenarnya. Meneruskannya ke orang luar cukup merugikan.”
“Mungkin kamu perlu mulai menimbang keuntungan dan kerugiannya. Tapi, bukan berarti kamu tidak boleh meneruskannya. Misalnya, beberapa dari kami guru mengetahui masa lalu Kushida, dan mungkin ada orang lain selain guru yang memilih untuk tidak membicarakan hal itu. Menurut pendapatku, tidak ada yang namanya rahasia.”
Seseorang yang bisa menggerakkan hati Kushida....
Tidak, bahkan jika dia tidak bisa menggerakkan hatinya, kalau ada seseorang yang bisa memberiku terobosan....
“Sudah waktunya aku pergi. Aku ingin mengatakan satu hal terakhir, meskipun mungkin agak ikut campur. Yang terpenting adalah apa yang ingin kamu lakukan dengan Kushida, Horikita. Pikirkan itu baik-baik.”
Apa yang ingin aku lakukan dengan Kushida-san... ya.
“Terima kasih banyak, Sensei. Berkat Anda, saya merasa lebih siap.”
Aku masih belum mendapat jawabannya, tapi aku memperoleh energi untuk berjuang lagi.
“Tidak usah dipikirkan. Sebagai seorang guru——— aku yakin ini adalah hal yang wajar untuk dilakukan.”
Setelah mengatakan itu, Chabashira-sensei kembali ke ruang staf.
Aku terus melihatnya dari tangga sampai aku tidak bisa lagi melihat punggungnya.
Aku makin gk ngerti sama si Horikita ini..
ReplyDeleteIbaratnya kita lagi lihat badut yg melakukan trik sulap, tapi dia sendiri gk tau trik di balik sulapnya itu sendiri.
pov horikita bikin esmosi.
ReplyDeleteBagaikan sebuah kelompok yg membuang orng yg selalu menuri pemimpinnya dan lebih memilih penghianat yg lebih berharga darinya
ReplyDeleteKalau ada scene yg ada horikitanya gw skip
ReplyDelete