Bab 3
Meski Begitu, Mau Tak Mau
5
Kehidupan sehari-hariku mulai berubah drastis dalam seminggu terakhir ini.
Tidak sekali pun grup Ayanokōji berkumpul, dan itu tidak berubah, atau lebih tepatnya tidak pernah kembali, bahkan pada hari ini ketika Haruka datang ke sekolah.
Dengan menghilangnya kumpul-kumpul yang dulu menjadi kebiasaan, caraku menghabiskan waktu di sekolah pun sangat berbeda.
Selama 10 menit istirahat, aku biasanya sendirian atau mengobrol dengan Kei. Meskipun aku kadang-kadang berbicara ringan dengan anggota seperti Sudō dan Matsushita, kesempatannya untuk berbicara dengan Akito dan Keisei terasa berkurang.
Kehidupan yang awalnya tidak nyaman, tapi sedikit demi sedikit tubuhku mulai menerima dan menyesuaikan diri.
Istirahat makan siang adalah siklus yang sama, tapi ketika Kei pergi makan dengan teman-temannya, aku pergi ke perpustakaan. Ini adalah waktu istirahat pribadi ku sendiri yang tidak berubah.
Tapi, aku sedikit kecewa karena Hiyori tampaknya tidak datang ke perpustakaan akhir-akhir ini dan kami tidak bisa membicarakan tentang buku.
Dan rangkaian peristiwa ini tidak berubah bahkan setelah sepulang sekolah.
Aku tidak punya rencana khusus untuk hari ini, karena Kei telah memberitahuku sebelumnya bahwa dia akan pulang untuk bermain dengan teman-temannya.
Aku memutuskan untuk kembali ke asrama secepat mungkin karena tetap tinggal di kelas akan menjadi beban mental yang terlalu berat bagi Haruka saat ini. Namun, melihatku akan pergi, kejadian tak terduga terjadi.
“Kiyopon, kau punya waktu sekarang?”
Haruka yang kupikir tidak akan melakukan kontak denganku, mendekatiku saat aku keluar ke koridor untuk pergi.
Suaranya dipenuhi dengan tekanan yang tidak menerima jawaban tidak.
Mungkin tujuan ia datang ke sekolah untuk pertama kalinya dalam seminggu adalah untuk melakukan kontak denganku di tempat umum.
Tanpa melihat ke belakang untuk memeriksa ekspresinya, aku menjawab apa adanya.
“Aku akan luangkan waktu jika perlu.”
Aku mencoba memberikan kesan bahwa aku punya rencana, agar aku bisa bertanya alasannya.
“Kalau begitu luangkanlah waktu. Bisa, ‘kan?”
Selain kekuatan yang memaksa, dia bahkan tidak segan-segan memintaku.
“Aku juga sudah memanggil Horikita-san. Jadi aku akan menunggumu di kafe Keyaki Mall lebih dulu.”
Itu saja yang dia katakan, Haruka meninggalkan kelas.
Segera setelah itu, Akito juga datang ke arahku untuk mengejar Haruka.
“Jadi dari awal, dia datang ke sekolah untuk bicara denganku?”
“Entahlah.... Aku juga baru tahu. Jadi aku tidak tahu apa yang harus kukatakan padamu. Tapi kurasa aku tidak bisa memihakmu dalam beberapa situasi.”
Akito meminta maaf, tapi aku malah lebih suka dia memihak Haruka atau bisa repot.
“Tidak apa-apa.”
Setelah percakapan singkat yang tidak menimbulkan kecurigaan, Akito dan kemudian Keisei juga meninggalkan kelas.
Sepertinya dia mengumpulkan semua anggota grup Ayanokōji, dan bahkan memanggil Horikita di sana juga.
Tentu saja, itu pasti tentang dikeluarkannya Airi.
Setelah ketiganya pergi, Horikita mendekatiku.
“Aku bertanya apakah bisa aku saja yang dipanggil, tapi dia tidak mau mendengarkanku, mengatakan bahwa kamu harus ada di sana.”
Sepertinya ia khawatir dan mencoba menyelesaikan masalah sendirian, tapi kali ini, situasinya seperti itu.
Kami berdua meninggalkan kelas dan menuju kafe yang ditunjuk.
Aku memutuskan untuk menanyakan sesuatu yang telah membuatku penasaran sebelum masuk ke hal-hal yang berat.
“Sepertinya kamu berhasil membawa Kushida kembali ke sekolah. Sejujurnya aku terkesan.”
“Sementara, dia resmi kembali. Tapi masih banyak ketidakpastian. Ini tidak akan sama seperti sebelumnya.”
“Tetap saja, kamu tidak bisa meminta lebih dari itu sekarang.”
Meskipun nada suara Kushida telah berubah secara drastis, bisa dikatakan dia kembali dengan solusi yang hampir merupakan solusi terbaik untuk memudahkan kelas di masa depan. Untuk sampai pada kesimpulan itu, tidak ada keraguan bahwa saran Horikita juga terlibat.
Untungnya, kebocoran ke kelas lain sangat minim. Bahkan jika pada akhirnya diketahui, ada kemungkinan bahwa pada saat itu, beberapa waktu telah berlalu dan efektifitasnya telah memudar.
“Bagaimana kau membujuknya? Aku tidak berpikir dia akan terbujuk hanya dengan saran yang bagus.”
Sekalipun titik pendaratan akhir adalah pernyataan dia hari ini, pasti ada lika-liku untuk sampai ke sana.
Jika ada, aku lebih tertarik pada itu, tetapi ekspresi Horikita campur aduk.
“Aku melakukan hal yang kekanak-kanakan yang tidak sesuai dengan usiaku. Sampai-sampai aku tidak mau membahasnya.”
Melihat bagaimana dia menghindari membicarakan hal-hal yang spesifik, dia pasti telah melakukan sesuatu yang benar-benar tidak ingin dia bicarakan.
Dia tidak mungkin menjawab pertanyaanku bahkan jika aku mengejarnya secara mendalam, jadi aku tidak punya pilihan selain menyerah.
“Tapi mengingat dengan siapa aku berurusan, aku mungkin telah membuat pilihan yang tepat.”
Jawabnya sambil mengelus pipinya dengan tangan kirinya, seolah sedang mengingat detailnya.
“Yang jelas, setidaknya kita berhasil mengumpulkan seluruh kelas, meskipun butuh waktu seminggu.”
“Ngomong-ngomong, pertengkaran para gadis juga sudah mereda.”
Aku menyuruh Yōsuke untuk mengandalkan Horikita, jadi dia pasti terlibat.
“Kasus Shinohara-san dan yang lainnya diprakarsai oleh Hirata-kun, dan kami berkumpul di Keyaki Mall pada hari Minggu.”
“Kau juga hadir, Horikita?”
Aku pura-pura tidak tahu dan menjawab bahwa aku tidak membayangkannya sama sekali.
“Ya. Selain itu, kami sepakat untuk membiarkan masa lalu berlalu sejauh menyangkut ejekan. Shinohara-san sempat protes keras untuk sementara waktu, tapi Ike-kun menenangkannya, dan itu sangat membantu.”
Dari cara Horikita berbicara, terlihat jelas bahwa Ike menjalankan perannya sebagai pacar.
“Tanpa kusadari, ada banyak siswa sudah tumbuh dewasa, ya.”
“Kau tidak terlihat senang tentang itu.”
“Aku senang untuk mereka. Tapi, itu sebabnya aku terlihat relatif menyedihkan. Aku tidak yakin... apakah aku sudah tumbuh dewasa atau tidak.”
Sangat mudah untuk menilai orang lain, tetapi sulit untuk menilai diri sendiri.
Jika kamu ingin bersikap lunak, kamu bisa bersikap lunak seperti yang kamu inginkan, dan jika kamu ingin tegas, kamu bisa bersikap tegas.
“Suatu hari pihak ketiga pasti memberimu jawaban, Horikita.”
“...Ya.”
Fokus pertama adalah membangun kembali kelas.
Reputasinya sendiri akan mengikuti dengan sendirinya setelah itu.
“Kudengar kamu yang sudah membantu Wang-san yang sulit dihubungi, ya. Terima kasih.”
“Aku hanya memberinya sedikit saran. Bahkan jika aku tidak melakukan apa-apa, seseorang pada akhirnya akan membantunya.”
“Dia bisa kembali ke sekolah secepat mungkin itu berkat kamu. Lagi-lagi aku ditolong oleh banyak orang. Aku merasa seperti telah dihadapkan sekali lagi dengan kenyataan bahwa aku tidak dapat melakukan apa-apa sendiri.”
Dia bicara dengan nada yang agak cerah tentang hal-hal yang biasanya membuat tertekan.
“Ah iya. Aku ingin kamu menyampaikan pesanku kepada Ketua OSIS Nagumo.”
“Aku? Aku terus-terusan dijadikan penghubung, ya. Gak papa juga sih. Apa pesanmu?”
“Katanya saja, aku menerima tawaran itu.”
“Menerima tawaran itu?”
“Asalkan kau menyampaikan itu, dia akan mengerti.”
“Oke. Aku akan pergi ke ruang OSIS nanti dan akan kusampaikan persis seperti yang barusan kudengar.”
Festival olahraga ini. Aku masih belum memutuskan apakah akan berpartisipasi atau tidak.
Tapi karena tenggat waktu seminggu sudah habis, kurasa aku harus menerimanya dan membalasnya untuk saat ini.
Karena Nagumo pasti tidak akan puas kecuali aku bertarung dengannya cepat atau lambat dalam bentuk apa pun.
“Sekarang tinggal masalah Hasebe-san. Sejujurnya aku tidak bisa menebak apa yang akan dia katakan.”
“Dari penampilannya hari ini, aku tidak akan terkejut dengan apa pun yang akan dia ucapkan.”
“Lebih baik kita tidak boleh berpikiran naif.”
Mī-chan dan Kushida datang ke sekolah setelah menyelesaikan tugas mereka. Tapi Haruka berbeda.
Sangat mungkin dia akan menjadi penghalang di masa depan.
“Sementara aku menunggu untuk bertemu Kushida-san, aku juga melakukan kontak ringan dengan Miyake-kun dan Yukimura-kun beberapa kali.”
Aku tidak menyangka dia tak hanya memperhatikan Shinohara dan yang lainnya, tetapi juga grup Ayanokōji.
“Hasebe-san adalah orang yang paling menderita dalam ujian khusus. Mendukungnya itu keharusan.”
Meski begitu, ekspresi wajah Horikita saat dia berjalan di sampingku putus asa, mungkin karena tidak ada hasil sama sekali.
“Aku menemuinya di pintu depan tapi dia tidak mengatakan apa-apa padaku. Miyake-kun menyuruhku untuk meninggalkannya sendirian, jadi aku memutuskan untuk memberinya waktu seminggu.”
Jadi hasilnya terlihat hari ini ya. Kedatangan Haruka ke sekolah pasti tidak terduga bagi Horikita.
“Alhasil, Akito pun berhasil membujuknya untuk kembali datang ke sekolah. Akhir yang bahagia.”
“Kuharap juga begitu, tapi... sepertinya ini belum berakhir.”
Karena kami berdua dipanggil dengan cara ini, itu normal untuk berasumsi bahwa ada sesuatu.
Dia tidak akan hanya bilang———aku akan bekerja keras lagi mulai sekarang, mohon kerjasamanya.
“Akulah yang menominasikan Airi untuk dikeluarkan pada saat itu, dan aku pun yang menyudutkannya. Kau hanya perlu mendengarkan apa katanya.”
“Tidak bisa begitu. Aku juga memiliki pendapat yang sama, jadi aku sama-sama bertanggung jawab. Tidak, itu semua karena aku melanggar janjiku. Akulah yang harus menanggung semuanya.”
Dia tampaknya memiliki lebih banyak ruang di hatinya sekarang daripada waktu itu, tapi aku khawatir dia menjadi terlalu berambisi.
“Masalah Haruka itu penting, tapi kamu juga perlu mengalihkan pikiranmu ke festival olahraga.”
Karena kami sudah menghabiskan waktu seminggu untuk menyelesaikan masalah kelas. Sementara itu, selama kami mulai berupaya untuk menang dengan target Kelas A, kami juga tidak boleh ketinggalan kapal.
“Benar. Tentu saja, aku sedang berpikir keras tentang bagaimana bersaing di festival olahraga. Kupikir aku mulai melihat beberapa di antaranya.”
Di saat mendukung Kushida, Shinohara, dan yang lainnya, dia juga tampaknya tidak melewatkan yang satu itu.
“Kalau begitu aku mau dengar. Apa targetmu di festival olahraga?”
Aku bertanya pada Horikita tentang targetnya.
“Tanpa perlu ditanya, aku mengincar juara pertama. Tidak, aku pasti akan menjadi juara pertama, harus.”
Profil Horikita yang menatap ke depan menunjukkan ekspresi percaya diri.
“Bukan hal yang buruk untuk menetapkan target yang tinggi. Bakat-bakat di kelas pun tidak kalah dengan kelas lain. Jadi, sudahkah kamu menyusun strategi? Ini mencakup pertarungan untuk semua tahun ajaran, tapi fokusnya pada dasarnya adalah pada persaingan untuk poin keseluruhan satu angkatan. Sakayanagi dan Ryūen mungkin akan menemukan strategi yang mungkin tidak terpikirkan olehmu.”
“Aturannya adalah jika kamu selesai dengan kurang dari 5 perlombaan, semua poinmu akan hangus. Jika itu Ryūen-kun, dia bisa memalsukan kecelakaan selama kompetisi untuk membuat kita cedera dan membuat kita meninggalkan kompetisi.”
Tidak mengherankan jika Ryūen akan memilih cara pengecut seperti itu, seperti yang dia lakukan tahun lalu ketika Horikita menjadi sasaran. Jika itu Sakayanagi, dia akan melihat peserta dalam kompetisi dan membimbing teman sekelas mereka ke penempatan terbaik.
“Untuk setiap kemungkinan, rencana macam apa yang akan kamu gunakan?”
“Pada dasarnya metode ortodoks. Suruh Sudō-kun dan Onodera-san memperbesar skor, lalu siswa seperti aku dan Kushida-san akan mengumpulkan poin dengan solid. Hanya melakukan apa yang perlu dilakukan untuk menang.”
“Tapi jika kita bisa menang hanya dengan itu, kita tidak akan kesulitan. Ada juga kerugian karena memiliki 38 orang di kelas.”
Horikita langsung mengangguk. Rupanya dia sudah menduga sejak awal bahwa aku akan merespons begitu.
“Itulah kenapa aku memutuskan untuk mengambil 1 resiko saja. Aku sedang mempersiapkannya sekarang.”
“Resiko?”
“Bisakah kamu temani sebentar sepulang sekolah besok untuk membahas detailnya?”
“Maksudmu kau ingin aku membantumu melakukan sesuatu?”
“Tidak. Cukup temani saja aku dan dengarkan apa yang aku katakan. Dan di akhir, aku hanya ingin kamu memberiku jawaban yang objektif, apakah itu sepadan dengan risikonya atau tidak.”
“Kau yakin hanya itu yang kau inginkan?”
“Seperti sebelumnya, ini adalah sesuatu yang aku tidak bisa terus dimanjakan olehmu.”
Artinya dia tidak membutuhkan saran atau nasihat karena dia sudah sudah punya beberapa ide.
Jika demikian, aku akan nantikan strategi Horikita untuk festival olahraga.
“Oke. Aku akan mendengarkannya besok sepulang sekolah.”
Setibanya di kafe, 3 anggota grup Ayanokōji sudah duduk dan menunggu kami.
Tidak ada tanda-tanda obrolan dan tiga minuman diletakkan di atas meja.
Kami perlu memesan satu minuman selama kami akan menghabiskan waktu di toko. Setelah kami memilih minuman secara acak, kami pergi ke tempat duduk kami.
“Duduklah.”
Segera setelah kami tiba, Haruka mengatakannya dan mendesak kami untuk duduk di dua kursi kosong.
“Kau kelihatannya ingin bicara denganku beberapa kali saat aku absen, jadi kupikir aku akan dengarkan.”
Haruka memotong dengan santai tanpa melihat ke arahku atau Horikita.
Sepertinya dia ingin bertanya pada kami berdua, tapi saat ini pasti Horikita adalah subjeknya.
“Apa itu?”
“Masalahnya bisa dibilang sudah terpecahkan. Itu terkait absenmu selama beberapa hari.”
“Jadi kau khawatir, ya. Karena itu bisa menurunkan reputasi kelas.”
“Tentu saja, bukan hanya itu. Pasti ada alasan yang bagus sampai absen selama seminggu. Iya, ‘kan?”
“Aku sakit. Itulah yang ku katakan ke sekolah, jadi seharusnya tidak ada masalah, ‘kan? Miyachi memberi tahuku kalau mungkin ada penalti jika aku absen lewat seminggu, jadi itu sebabnya aku datang ke sekolah hari ini.”
Dimana masalahnya? Haruka menjawab dengan tubuhnya sendiri, tanpa menunjukkan kegembiraan atau kemarahan.
“Kamu benar. Tapi alasan kamu tidak hadir bukan karena kamu sakit.”
“Bagaimana kau bisa berkata begitu? Kan bisa saja murni masalah fisik.”
Tanpa menyangkalnya, Horikita menyesap cangkirnya.
Apakah absennya karena sakit atau tidak? itu baru tahap awal masalah.
Tidak peduli bagaimana Horikita menjawab, Haruka tidak akan pernah puas.
“Aku tahu kamu meragukanku, tapi memang benar aku sakit. Tapi bukan penyakit atau terluka. Aku hanya kesulitan membangungkan mentalku, dan aku tidak bisa tidur, jadi aku tidak berangkat sekolah dan absen.”
Akito dan Keisei tampaknya mendengarkan dengan tenang, tetapi sebenarnya tidak.
Mereka mengerti bahwa meskipun mereka juga menderita, penderitaan mereka jauh dari Haruka.
Jadi mereka hanya bisa mendengarkan dalam diam.
“Kenapa kau tidak berhenti bermain permainan kata konyol itu dan katakan apa yang ingin kamu katakan?”
Bukan bersikap sopan, Horikita mengambil sikap tegas.
Sikap itu biasanya memiliki efek sebaliknya, tetapi Haruka tidak terpengaruh.
Seolah-olah dia telah menyimpan emosinya jauh di lubuk hatinya. Kesan seperti itu sangat terasa darinya.
Disampingku, Horikita juga mungkin merasakan hal yang sama, karena itulah dia menggunakan pernyataan berlebihan.
“Apa kau puas dengan peningkatan poin kelas dari ujian khusus?”
“Aku tidak pernah puas. Masih ada jarak lebih dari 500 poin dengan Kelas A. Selain itu, jika memungkinkan, idealnya adalah mengincar Kelas A tanpa meninggalkan siapa pun, itulah harapanku.... Tapi tidak ada gunanya membicarakannya sekarang, ‘kan?”
Tidak ada yang ingin mengeluarkan siswa.
Sementara itu, aku hanya menominasikan Airi karena alasan yang kuat.
Verifikasi itu sudah dilakukan.
“Sahabatku adalah korban dari keputusan egoismu, Horikita-san. Apa kau sadar akan hal itu?”
Untuk pertama kalinya hari ini, kata-kata yang ingin Haruka ucapkan keluar begitu saja.
“Ya.”
Sudah lebih dari seminggu sejak ujian khusus berakhir, Horikita terus berjuang melawan keputusannya sendiri.
Tanpa perlu menanyakannya secara langsung, aku bisa mengetahuinya dengan melihatnya setiap hari.
Tapi hal seperti itu bukan urusan Haruka.
Mau Horikita bekerja keras atau mendapatkan hasil, dia tidak akan memaafkannya begitu saja.
“Kau pemimpin yang hebat, ya. Kau menghalalkan segala cara agar kelas menang.”
“Ini belum apa-apa.”
“Kau tahu aku sedang menyindirmu, ‘kan?”
“Tentu saja aku tahu.”
“Bagaimana dengan janjimu pada para siswa yang awalnya terus memilih setuju, yang katanya hanya akan membuang penghianat?”
“Mengenai itu, ku kira aku tak cukup baik membaca masa depan. Tapi karena aku tidak bisa berpura-pura bahwa ujian khusus tempo hari tidak terjadi, aku hanya harus memanfaatkannya sebaik mungkin lain kali.”
“Ada kesalahan yang tidak bisa dimaafkan.”
“Aku juga tidak akan menyangkalnya. Kamu benar.”
“Menurutmu itu keputusan yang tepat untuk mempertahankan Kiyo-cha... Kushida-san?”
“Aku menilai itu adalah keputusan yang tepat, jadi aku mempertahankannya, dan siap untuk dimusuhi. Ini sepertinya akan terus diulang.”
“Oh, gitu.”
(Tln: Ini seperti “Aku tidak peduli.”)
Nada suara Haruka sedikit meningkat pada Horikita, yang tidak menunjukkan sikap sopan.
“Aku tidak akan membuat permintaan maaf yang salah. Tidak peduli berapa banyak omong kosong yang kau ucapkan, kenyataannya adalah aku memutuskan bahwa Kushida-san harus tinggal dan aku mengubah pendapatku. Wajar jika kamu menyimpan dendam, dan aku mungkin menderita pembalasan yang menyakitkan suatu hari nanti. Tapi aku memutuskan bahwa orang yang bisa menjadi kekuatan bagi kelas adalah Kushida-san. Aku perlahan-lahan semakin yakin akan hal itu.”
“Bahkan jika Kushida-san berbakat, ada orang lain yang tidak kompeten. Jadi kenapa harus anak itu?”
Ada orang lain yang bisa dibuang.
Dengan Horikita yang tidak bisa sampai pada kesimpulan seperti itu, Haruka melanjutkan.
“Aku tidak akan mengakuimu. Tidak peduli berapa banyak orang yang mengakuimu di masa depan, aku tidak akan pernah mengakuimu, Horikita-san.”
Menyimpan emosinya sebanyak mungkin, Haruka tidak menunjukkan tanda-tanda akan memaafkannya.
“Kurasa aku hanya harus berusaha lebih keras agar kamu mengakuiku.”
“Sudah kubilang aku tidak akan mengakuimu.”
“Aku bertanggung jawab atas pengusiran Sakura-san. Ya, aku tidak akan menyangkalnya. Aku tidak bisa menyangkalnya. Tapi lantas apa yang harus kulakukan? Apa kau ingin aku dikeluarkan gitu?”
Itu tidak akan membawa Airi kembali. 100 poin yang dia tinggalkan setelah mengorbankan dirinya demi kelas hilang dengan tindakan itu.
“Atau kau ingin aku berlutut? Apakah dengan begitu akan menjernihkan pikiranmu?”
Keras kepala. Tak pantang menyerah. Kelihatannya seperti itu, tapi tidak.
Horikita menderita. Dia menderita, tapi dia menghadapi Haruka dengan gertakan.
Dari tempat dudukku di sebelahnya, aku bisa melihat arti sebenarnya dari matanya yang gemetar.
“Kembalikan Airi.”
“...Aku tidak bisa memenuhi tuntutan yang tidak bisa aku lakukan.”
“Itu saja yang ku inginkan. Aku tidak peduli dengan kelas, aku benar-benar tidak peduli.”
Dia meraih beberapa helai rambutnya sendiri dan mencabutnya sekuat tenaga.
“Aku membuat keputusan yang salah pada saat itu.”
“Jika kamu tidak puas, kamu seharusnya melawan, bukan?”
Segera setelah kata-kata yang hampir provokatif ini dilontarkan, Horikita melanjutkan dengan lebih banyak lagi.
“Tapi itu tidak berguna. Bahkan jika kamu melawan, kamu tidak akan punya cara untuk melawan.”
“Itu benar. Kamu benar, tidak ada yang bisa aku lakukan. Kiyopon memanfaatkan perasaan Airi untuk menyudutkannya tanpa belas kasihan. Tidak ada orang normal yang bisa melakukan hal seperti itu.”
Di sini, untuk pertama kalinya, dia menatapku dengan jijik.
Tapi dia sepertinya tidak ingin bicara denganku, jadi dia mengalihkan perhatiannya kembali ke Horikita.
“Apa Kushida-san benar-benar akan bertindak demi kelas mulai sekarang? Dia bisa saja berkhianat, ‘kan?”
“Aku pasti akan menyesalinya jika Kushida-san menghambat kelas di masa depan.”
Memang, Kushida tidak serta merta dijamin berguna bagi kelas.
Jika Horikita mengarahkan kapal ke arah yang salah di masa depan, dia mungkin suatu hari menyesali pilihannya untuk membuang Airi.
“Tetapi bahkan jika aku harus kembali ke masa lalu dengan ingatanku saat ini, aku yakin apa yang akan ku lakukan tak akan banyak berubah. Aku akan mengulangi keputusanku untuk menyelamatkan Kushida-san dan memilih Sakura-san sebagai siswa yang dikeluarkan. Satu-satunya perbedaan adalah bahwa aku tidak akan membuat janji sembarangan.”
(Tln: Holy shit. Ini chara emng rusak dah. Kalau dia gak buat janji, terus gimana bimbing siswa yang tidak setuju? Cuman ngomong kalau Sakura yang akan dikeluarkan gitu?)
Dia menegaskan kembali bahwa dia tidak akan mengubah kesimpulannya.
“Kenapa. Kenapa harus Airi...”
Aku diam pun Horikita akan menjawabnya, tapi di sini aku memutuskan untuk mengungkapkan pikiranku.
“Ini masalah pola pikir. Kejadian ini menjadi stimulus yang kuat bagi para siswa yang menduduki peringkat bawah di OAA. Jika mereka terus tetap rendah, mereka mungkin yang berikutnya akan dikeluarkan. Kupikir itu nilai tambah hanya karena mereka sekarang memiliki perasaan yang kuat akan bahaya seperti itu.”
Karena itu juga peranku dalam memberi nama Airi.
“Kedengarannya seperti kelas Ryūen. Membuang orang yang tidak kompeten?”
“Itu benar. Aku tidak tahu kebijakan seperti apa yang dimiliki Ryūen saat ini, tapi memang benar bahwa ini dekat dengan semacam politik teror. Sejauh ini, kebijakan kelas terlalu kabur dan longgar.”
“Ini mengingatkanku ketika awal masuk sekolah. Ini seperti ketika kita egois dan tidak memiliki koordinasi sama sekali.”
Jika dikatakan mirip, itu memang mirip, tapi itu bukan hal yang sama.
“Situasinya berbeda dengan waktu itu. Mencegah kerusakan yang tidak perlu dikeluarkan adalah sebuah keharusan, tapi meminimalisir kerusakan yang perlu dikeluarkan adalah kasus kita kali ini.”
“Tapi———!”
Di sini, untuk pertama kalinya, Haruka meninggikan suaranya.
“Horikita sampai pada kesimpulan ini karena dia merasakan kemungkinan efek yang jauh lebih besar akan didapat ketika Kushida menjadi sekutu daripada Airi. Dan karena aku juga bisa melihat masa depan itu, aku menghormati pendapat Horikita dan memutuskan untuk membantunya.”
Pada dasarnya tidak ada masa depan yang pasti. Kau hanya bisa membayangkan dan bertindak untuk meraih masa depan yang kau lihat. Yang namanya orang tidak mahakuasa.
“Airi sudah tidak ada, dan hal berikutnya yang ku tahu, kelas kembali seperti biasanya.”
“Aku mengerti rasa frustrasimu, tapi apakah kamu merasakan hal yang sama tentang Yamauchi-kun?”
“Dia mendapatkan apa yang pantas dia dapatkan. Ini kasus yang berbeda.”
(Tln: Dia benar. Si tolol Horikita bandingin sesuatu yang sama sekali berbeda)
“Itu sama. Kamu hanya marah pada pengorbanan temanmu.”
“Apa yang salah dengan itu?”
Tidak ada tujuan yang jelas dari diskusi ini.
Secara teknis, tidak ada solusi selain membuat Haruka tunduk.
“Aku tidak bisa menerima kenyataan seperti itu. Aku tidak bisa menerimanya.”
Dan jika Haruka tidak tunduk, maka ada masalah besar yang menunggu di depan.
“Kushida-san mungkin memang ancaman. Mungkin dia pura-pura tobat sekarang dan akan bertindak untuk kebaikan kelas mulai sekarang. Tapi apa kau pikir aku akan melihat itu dan bekerja sama dengan serius?”
“Ya. Ketika kamu absen seminggu, aku merasa itu akan menjadi masalah yang bertahan lebih lama daripada masalah yang lain.”
Horikita mengatakan bahwa Kushida perlu ditangani segera, tapi untuk masalah Haruka, dia siap apabila itu akan berlangsung lama.
Setelah kehilangan Airi dalam ujian, Haruka tidak takut pada apa pun sekarang.
“Tapi kamu datang ke sekolah. Jika kau hanya ingin bicara dengan kami, kau bisa melakukannya bahkan jika kamu tidak datang ke sekolah. Iya, ‘kan?”
Harapan yang samar, jika Haruka menyublimkan itu dalam dirinya dan datang ke sekolah, itu patut disyukuri.
Namun, dunia tidak senaif itu.
“Aku hanya datang ke sini karena aku belum mendapat jawaban.”
“Jawaban?”
“Aku datang ke sekolah untuk mencari jawaban yang tidak bisa kudapatkan ketika aku mengurung diri di kamar.”
Mendengar kata-katanya, mata Akito tertunduk.
“Bagaimana aku bisa membalas dendam pada Horikita-san dan Kiyopon, aku mencari jawabannya.”
Haruka mengatakan hal terdingin yang pernah dia katakan selama ini.
Kata-kata yang keluar dari bibirnya yang agak kering berbeda sifatnya dari segala jenis ancaman atau gertakan.
“Kau serius?”
Horikita juga menyadari berat dari kata-katanya.
“Itulah yang ingin kukatakan pada kalian hari ini. Aku pasti akan membuat kalian menyesal mengeluarkan Airi.”
Tanpa menyentuh minumannya sendiri, Haruka meninggalkan tempat duduknya.
Akito mengikuti di belakang Haruka.
Bukan hanya Horikita yang membuang muka tidak percaya. Tapi Keisei juga.
“Menurutku Horikita atau Haruka tidak salah. Aku tahu ini kedengarannya tidak adil, tapi itulah yang benar-benar aku rasakan. Aku selalu memiliki pola pikir bahwa selama diriku selamat pada akhirnya, itu sudah cukup.”
Keisei seperti malu pada dirinya sendiri, tapi meski begitu dia tidak menyembunyikannya dan mengatakan yang sebenarnya.
“Semua orang juga begitu. Tidak ada yang aneh dengan keinginan untuk menyelamatkan diri sendiri.”
(Tln: Coba tanya orang-orang dikelas Ichinose)
“Itulah kenapa aku tidak bisa memahami perasaan Haruka barusan. Tapi kurasa itu tidak berarti aku punya hak untuk menyuruhnya berhenti. Bahkan jika itu akan menyebabkan masalah bagi kelas.”
Keisei memukul meja dengan tinjunya tanpa kekuatan, dan dia juga bangkit dari kursinya.
“Grup ini sudah setengah hancur. Meski begitu, aku akan menjadi diriku dan berguna untuk kelas. Selama aku tidak bisa berperan aktif dalam festival olahraga, aku akan belajar lebih giat dan berkontribusi di kelas. Jika tidak begitu... kemungkinan aku akan dibuang tidak sama dengan nol.”
Meskipun dia pandai belajar, Keisei tertinggal dalam hal atletis dan kontribusi sosial.
Dalam hal jumlah teman, jelas bahwa dia berada pada posisi yang kurang menguntungkan.
Jawabnya sambil mengelus pipinya dengan tangan kirinya, seolah sedang mengingat detailnya.
ReplyDeleteAstaga, ini cewek beneran udah jatuh cinta sama Kushida, rusak.. rusakk...
Pengen rasanya kulempar sandal itu ke muka Horikita
Kan habis cubit"an sama si kushida
DeleteHorikita Dari BroCom ke Yuri? Wtf 🤨📸
DeleteSemua kata-kata yg keluar dari mulut Horikita bikin muak
ReplyDeleteAku ku skip sih kalau ada scene horikita, bikin jijik.
ReplyDeleteYuri jahannam horikitod
ReplyDeleteMembadooet
Pada benci amat dah sama Horikita wkwk.
ReplyDeleteDia kan hanya merasa ga cocok sama ciwi-ciwi di kelasnya, memang ada matsushita yang kepintarannya di atas rata-rata tapi matsushita ini golongan elite. Jadi di sini yang paling dapat di dekati sama Horikita ya Kushida karena dia merasa pemikiran Kushida sama seperti pemikirannya yang dulu "Menjadi nomor satu tak peduli yang lain"
Lebih ke "Aku adalah nomor satu, tak peduli yang lain"
DeleteCuman Kushida menyembunyikannya dan Horikita menunjukkannya. Perkembangan Horikita lebih cepat berkat Ayano juga, dia secara tidak sadar ingin Kushida memahami pentingnya orang lain sebagai makhluk sosial.