Bab 5
Festival Olahraga Kedua
5
Kami memenangkan babak pertama tanpa masalah dan menonton tim Amasawa-san. Nanase-san memimpin pertandingan. Baik menyerang atau bertahan, dia mendominasi lawan-lawannya dengan gerakan yang menonjol.
“Nanase lumayan juga, tapi bukankah anak itu tidak sehebat yang kita kira?”
“Dia memang tidak terasa sebagus yang ditakutkan. Tadinya kupikir pengalaman pertamanya main bola voli itu hanyalah lelucon...”
Mungkin saja dia main santai dengan sengaja, tapi dari apa yang kulihat, dia tidak mengeluarkan suasana seperti itu.
Dia tampak tidak terlalu mengancam, meskipun dia lebih baik daripada siswa lain yang sama sekali tidak bisa apa-apa, baik dalam menyerang maupun bertahan.
Namun, situasi mulai berubah sedikit demi sedikit usai pertengahan pertandingan.
Mata Ibuki-san yang tadinya agak lesu, mulai berubah serius.
Dalam waktu kurang dari 10 menit waktu permainan, Amasawa-san terlihat membaik.
Kemampuan beradaptasi yang luar biasa dan insting yang tak bisa dijelaskan hanya dengan kekuatan fisik yang tinggi. Saat Amasawa-san mulai menunjukkan hal ini, Nanase-san melakukan spike untuk mengakhiri pertandingan.
“Mereka akan bertemu kita setelah ini. Pada saat itu, mungkin dia akan lebih baik dari ini.”
“Meski begitu, dia tidak punya pengalaman atau apa lah hanya dalam beberapa pertandingan. Pasti menang, pasti menang.”
Terlalu optimis itu berbahaya, tapi faktanya, dengan Nanase-san di belakangnya, Amasawa-san menang tanpa terlalu banyak menyentuh bola.
Kami juga memenangkan pertandingan kami dengan lancar, dan final terjadi sekitar pukul 15:40.
Di festival olahraga, ada banyak perbedaan aturan dari kompetisi normal. Tidak terkecuali bola voli. Tak ada rotasi dalam melakukan servis dan setiap pemain dapat melakukan servis, dan tim dengan 10 poin pertama atau tim dengan poin terbanyak dalam 10 menit menang. Jika skor imbang saat waktu habis, maka tim yang mengejar berhak melakukan servis dan permainan dilanjutkan ke perpanjangan waktu untuk mendapatkan 1 poin terakhir.
“Kurasa sudah waktunya untuk aku melihat wajah kekalahanmu.”
Ibuki-san berteriak kepada Amasawa-san dari sisi lapangan kami.
“Apa kamu puas hanya dengan menang atau kalah dalam bola voli? Ibuki-senpai.”
“Pertama, aku akan mengalahkanmu dalam bola voli. Lalu, aku akan menang dalam perkelahian juga.”
“Ahahaha. Aku tidak membenci cara berpikir seperti itu, loh.”
Mereka tidak saling memberikan pujian, melainkan menunggu sinyal untuk memulai pertandingan, dengan percikan api yang berterbangan. Kehadiran Amasawa-san menakutkan, tapi yang harus kami waspadai adalah Nanase-san.
“Sama seperti pertandingan sebelumnya, aku akan menjadi penyerang. Aku akan memukul semuanya ke lapangan mereka.”
Ibuki-san, bahkan lebih antusias dari sebelumnya, menyatakan demikian.
Meskipun kontrolnya agak buruk, aku tidak memiliki keluhan dengan kekuatan penghancur dari spikenya. Di awal pertandingan final, servis Ibuki langsung membuat kami unggul 1 poin.
Kupikir itu bisa menjadi momentum, tapi mereka segera membalas 1 poin dengan spike Nanase-san.
Kukira itu akan menjadi pertandingan yang ketat, tapi kami sedikit unggul dan mengakhiri bagian pertama pertandingan dengan keunggulan tipis 4-2. Seperti yang terlihat, Nanase-san setara denganku dan Ibuki-san, tapi selain itu, kami tampaknya memiliki sedikit keuntungan.
Situasinya berubah di pertengahan pertandingan. Waktu yang tersisa kurang dari 5 menit.
Setelah melakukan 3 langkah, Ibuki-san melompat dan melepaskan spike. Amasawa-san yang muncul dari seberang net memblokir pukulan yang telah mencetak banyak poin sejauh ini.
Tidak, dia menggunakan kecepatan dari pukulan itu untuk menjatuhkan bolanya.
Bola jatuh ke lapangan kami dan 1 poin diberikan kepada tim tahun pertama.
“Sayang sekali, ya~ Ibuki-senpai. Nanase-chan, apa sebutan untuk permainan seperti tadi?”
“Kalau tidak salah, Doshut. Tapi aku juga tidak tahu banyak tentang itu.”
(Tln: Dalam bahasa inggris doshut = turning in. Tapi istilah itu jarang dipake)
“Tuh. Aku sudah melihat pola serangan Senpai, jadi kamu tidak akan bisa melewatiku mulai sekarang.”
“Tidak! Aku pasti akan berhasil lain kali! “
“Tenanglah. Dia hanya kebetulan menghentikanmu sekali.”
“Berisik. Lain kali, oper bolanya padaku.”
Kemudian, ketika skor 5-3, kami melakukan servis.
Akan lebih mudah jika servis ini berhasil, tapi....
Karena aturannya menyatakan bahwa 1 poin akan diberikan kepada lawan segera setelah bola keluar, aku tidak bisa membidik arah yang tidak masuk akal.
Jika kami memukul bola ke posisi yang aman, tentu saja itu akan dikembalikan.
Tapi kami bertahan dengan baik dan mengoper bola ke Ibuki-san.
“Kali ini———jatuhlah!!”
Dia mengubah ritmenya, melambung tinggi setelah dua langkah, dan memberikan spike terbaiknya hari ini. 2 siswa tahun pertama yang melompat untuk memblokir tidak bisa menyentuhnya dan bola jatuh lurus ke lantai lapangan. Amasawa-san mencegahnya. Seolah-olah dia tahu itu akan datang ke titik itu, dan dengan penerimaan yang bagus, dia menghentikan kecepatannya dan bola melayang di udara di wilayah musuh.
Saat rambut emasnya tergerai, Nanase-san melompat tinggi dan melepaskan spike, yang mengarah ke Himeno-san. Kushida-san dengan paksa menuju ke depan Himeno-san, yang kaku dan tidak bergerak, dan mencoba menerima bola, tapi tidak mampu mengontrol kekuatan bola.
Pertandingan dengan tim tahun pertama yang mulai mengejar tim kami sedikit demi sedikit, akhirnya kedua tim imbang menjelang akhir pertandingan.
Skor 6-6. Dengan hanya tersisa sekitar 2 menit, jika terus seperti ini, sangat mungkin bahwa pertandingan akan berakhir karena waktu habis.
“Aku akan melakukannya lagi lain kali!”
Ibuki-san, yang telah 2 kali diblokir oleh Amasawa-san, bertekad untuk membuatnya berhasil lain kali.
Aku juga menginstruksikan rekan satu timku untuk mengoperkan bolanya dan permainan dilanjutkan.
Mereka bertukar receiver, dan di sini, untuk pertama kalinya, Amasawa-san bersiap untuk melakukan spike.
“Tidak akan kubiarkan kau melakukannya!”
Ibuki-san melompat untuk memblokir. Tapi tepat setelah itu Nanase-san muncul dari belakang Amasawa-san.
“Sayang sekali~.”
Amasawa-san yang tersenyum adalah umpan. Dari awal, Nanase-san lah yang akan melakukan spike.
Karena lengah, Ibuki-san mengulurkan tangannya tapi tidak bisa menyentuh bola.
Bola diarahkan ke lantai lapangan dengan sudut yang tajam———Kushida-san menyelinap masuk dan melakukan penerimaan.
“Ibuki-san!”
Perhatian semua orang beralih ke Ibuki-san, dan siswa tahun pertama buru-buru mengambil posisi bertahan.
Amasawa-san menunggu serangan dari Ibuki-san dengan ekspresi santai.
“Persetan———!?”
Dia berniat untuk memaksakan spike bahkan dalam situasi yang sulit, tapi tidak dapat menemukan arah yang tepat.
Meski demikian, Ibuki-san yang menyerang dengan paksa, menggertakkan giginya dan ganti mengumpan.
Aku menerima tekad Ibuki-san itu dan melepaskan tenaga yang telah aku simpan selama ini.
Spike yang ku lepaskan melewati blok Amasawa-san, dan langsung menuju Nanase-san, yang sedang menunggunya. Nanase-san yang mulai lelah tidak bisa menerima bola dengan baik dan keluar lapangan. Jika dia dalam kondisi yang lebih baik, dia mungkin bisa melakukan pengembalian yang indah.
Yang jelas, 7-6. Kami memimpin 1 poin sementara waktu yang tersisa semakin berkurang.
Kami melakukan servis di akhir permainan, dengan sisa waktu sekitar 1 menit, suka atau tidak suka.
“Hm yah, kurasa sudah waktunya untuk aku serius.”
Amasawa-san mengatakan itu, seolah mengatakan bahwa dia tidak serius sampai sekarang.
Nanase-san dengan bijak mengejar dan menahan servis Ibuki-san.
Bola kehilangan kecepatan dan melayang tinggi ke udara, dan kami melihat arahnya pada satu titik.
“Targetnya adalah———!”
Bola voli yang dilepaskan mendekatiku dengan kecepatan tinggi seolah akan membengkak.
Meskipun aku memfokuskan saraf-sarafku, reaksiku terlambat, dan saat aku mencoba menjangkaunya, jarak antara aku dan bola terlalu lebar untuk dijangkau. Suara bola yang dipukul dengan keras bergema.
“Keluar!”
Untungnya, aku terlambat bereaksi dan tidak bisa menyentuh bola. Setengah bagian bola keluar dari garis putih yang menandai bagian dalam lapangan.
“Yaah. Maaf, Nanase-chan, aku meleset. Ternyata susah juga ya mengontrol bolanya dengan sempurna?”
“Untung saja... tapi, sudah kuduga potensinya tidak bisa kuremehkan...”
Sementara aku mengakui kemampuan dan insting Amasawa-san yang tak terduga, kami berhasil lolos dari situasi yang sangat berbahaya. Selisih 1 poin melebar menjadi selisih 2 poin. Segera setelah itu, 1 poin dibalas, tapi di sini peluit ditiup, dan Nanase-san, yang memberi umpan, terlihat terkejut. Amasawa-san, yang hendak memukul bola ke arah kami, mendarat di lantai tanpa pernah mengayunkan tangannya ke bawah.
“Waktunya habis. Padahal baru mulai menarik~.”
Amasawa-san, yang tidak menyesal sedikit pun dan menikmati bermain bola voli, memuji pertandingan yang menarik.
Setelah mengobrol singkat dengan Nanase-san, dia meninggalkan lapangan.
Meskipun kalah, gadis-gadis itu juga mendapatkan poin karena menempati peringkat kedua dalam bola voli.
Dan kami, tentu saja, berhasil mendapatkan poin besar sebagai juara pertama.
“Aku tidak puas... aku tidak merasa seperti aku telah menang.”
“Dia cukup menekan kita didetik-detik terakhir. Aku bergidik hanya untuk memikirkan bagaimana jadinya jika tidak ada sistem waktu.”
Kami seharusnya menang dan merasa lega, tapi ada sebagian kegelisahan yang mengganjal.
Meski begitu, kemenangan ini sangat besar, dan itu adalah pertempuran sengit yang layak untuk mengakhiri festival olahraga.
Aku perhatikan ada beberapa penonton, meskipun jarang, mereka bertepuk tangan.
Jadi ini yg katanya Kushida berguna utk kelas, cih..! dia bahkan gk peduli sama sekali, niatnya cuma utk bayar hutang (revenge) karena pernah dihajar habis-habisan sama Amasawa waktu ujian di pulau tak berpenghuni, lol.
ReplyDeletePersis seperti yg dibilang Ibuki, gk ada rasa puas walaupun mereka menang. Dan udah jelas kalau ini pakai aturan boli voli normal, Amasawa dan Nanase yg bakalan menang.
kocak lu ya? kan emg udh dibilangin dri awal perjanjian si kusida lakuin segala sesuatu cuma sekedar kontribusi(formalitas) dan untuk dirinya sendiri. lah kok lu malah yg ngeluh seolah ga puas? kocakkk
Delete