-->

Cari Blog Ini

You-Zitsu LN 2nd Year Vol 6 Bab 6 Part 1 Indonesia

Bab 6
Tamu


1


“Kau benar-benar orang yang jahat, ya.”

“Mungkin.”

Sekitar 1 jam telah berlalu sejak Sakayanagi datang ke kamarku.

“Jadi dengan ini terciptalah rahasia antara aku dan Ayanokōji-kun yang tidak bisa kukatakan pada siapapun.”

“Caramu mengatakannya terdengar menyesatkan.”

“Yang pertama kali menyalahgunakan kata itu kamu sendiri, bukan, Ayanokōji-kun?”

“Benar sih.”

“Lagi pula, ini pertama kalinya aku berbaring di tempat tidur pria.”

“Kau beranjak dari kasur dalam 10 detik, jadi kurasa itu tidak dihitung.”

“Kau menganggap remeh kenangan pertama seorang gadis.”

Sambil menunjukkan layar ponselku ke Sakayanagi, aku memilih yang dibutuhkan dan yang akan dibuang.

Mungkin karena aku menggesernya terlalu jauh, fotoku dan Kei ditampilkan.

Ini adalah foto kami berdua di Keyaki Mall.

“Tampaknya hubunganmu dengan Karuizawa Kei-san berjalan baik.”

“Yah, begitulah.”

Sambil melihat foto Kei yang tersenyum bahagia, Sakayanagi melanjutkan.

“Ayanokōji-kun tertarik baik pada penampilan, suara, atau kepribadiannya.... Biasanya orang akan berpikir begitu, tapi ada beberapa hal yang kurang tepat.”

Setelah itu, mata Sakayanagi menatapku tajam, tampak seperti ketika dia melawanku.

“Aku sudah menyelidikinya sebanyak yang aku bisa. Dari cara dia menghabiskan waktunya sepulang sekolah hingga cara dia menghabiskan hari liburnya. Ayanokōji-kun sekarang juga berada dalam situasi di mana kamu bisa dengan mudah diikuti.”

Selama seluruh tahun ketiga mengawasiku, aku tak bisa memperhatikan setiap hal.

Sulit untuk membedakan di mana mata-mata Sakayanagi terlibat.

Meskipun itu Hashimoto, yang pernah kuperhatikan mengekoriku sebelumnya, atau siapa pun itu, aku tidak bisa mengidentifikasi mereka.

“Aku tidak dapat menemukan kebenaran tentang kenapa kamu memilih untuk berpacaran dengannya, tapi aku bisa melihat beberapa hal. Kepercayaan dan kasih sayang yang kuat yang dia arahkan kepadamu seperti delusi. Mungkin kamu mau menggunakannya untuk melakukan semacam eksperimen, atau mungkin kamu mencoba menyelamatkannya. Aku telah menyimpulkan bahwa itu adalah sesuatu seperti itu.”

Aku tidak ingat memberinya informasi yang tidak perlu. Aku tidak berpikir dia memiliki informasi tentang Kei, seperti misalnya mengenai Ryūen. Aku kagum dia bisa membuat kesimpulan yang mendekati kebenaran dalam konteks itu.

“Pelajaran khusus untukku terkait dengan itu juga, bukan?”

“Aku mulai bosan memberikan kalimat, seperti yang diharapkan, tapi kau benar.”

Dengan cara yang berbeda dari Kei, Sakayanagi bisa memahamiku tanpa perlu bertukar kata.

Ping pong.

Bunyi bel tanpa ketegangan terdengar tiba-tiba dan tak terduga di dalam ruangan.

Saat itu sekitar pukul 12:30, dan para siswa akan menyelesaikan makan mereka.

Di asrama di mana tidak ada seorang pun yang tersisa, seorang pengunjung tiba-tiba muncul.

Setelah saling memandang, aku dan Sakayanagi menatap pintu depan secara bersamaan.

Seharusnya ada 3 bodyguards yang menunggu di lobi, tapi apakah dia menerobos masuk?

Tidak, bahkan jika dia menggunakan keterampilan hebatnya untuk menekan penjaga bersenjata, masalahnya tidak akan berhenti di situ.

Dia seharusnya bisa masuk setidaknya tanpa perlu meluangkan waktu untuk membunyikan bel.

Bel pintu berbunyi sekali lagi.

Akan aneh untuk mengabaikannya lebih lama lagi karena aku seharusnya sedang beristirahat di dalam kamar.

Kemungkinannya kecil, tapi bisa jadi dia seseorang dari sekolah.

“Siapa, ya?”

Aku tidak bergerak dari posisiku di tempat tidur dan memanggil si pengunjung.

“Tetap di tempatmu dan dengarkan.”

Pria itu menjawab, seolah dia tahu dari suaraku bahwa aku sedang duduk jauh dari pintu masuk.

Suara remaja. Bukan orang dewasa, tapi seumuran.

“Suara itu terdengar familiar.”

Tapi, sosoknya tidak muncul ke benakku. Suara itu yang kuasumsikan seorang siswa, dan meskipun aku tidak mengenalinya, suara itu sangat familiar. Tentu saja, ketika tinggal di sekolah, aku mungkin mendengar suara-suara dalam jumlah yang tidak diketahui.

Namun, aku langsung mengenali pemilik suara ini.

“Kau pernah meneleponku sekali, bukan?”

Ketika aku balik bertanya, orang di balik pintu tetap diam sebentar.

“Seperti yang diharapkan. Jadi kamu ingat suaraku hanya dengan mendengarnya sekali.”

Fakta bahwa setelah kunjungan ayahku ke sekolah ini juga sangat meninggalkan kesan.

“Kau tidak mengatakan apa yang kau inginkan saat itu.”

“Aku senang sudah mencobanya, tapi sesuatu yang tidak menyenangkan terjadi tak lama kemudian. Aku tidak menghubungimu lagi sejak saat itu sih... aku tahu kamu mungkin bertanya-tanya, tapi siapa aku itu tidak penting. Karena aku bukan sekutumu atau musuhmu.”

“Lalu untuk apa kamu datang ke sini?”

“Setelah Tsukishiro disingkirkan, sisanya hanyalah menyingkirkan siswa White Room dan kedamaian akan kembali. Aku pikir kamu mungkin melakukan kesalahan itu, jadi aku datang ke sini untuk menasihatimu.”

“Fufu. Kedengarannya itu sangat menyenangkan. Bolehkah aku juga bergabung?”

“Sakayanagi Arisu, ya?”

Pria di sisi lain pintu tidak menunjukkan tanda-tanda gelisah oleh respon tak terduga dari Sakayanagi.

Sebaliknya, dia langsung menebak siapa itu hanya dengan mendengar suaranya.

Mungkin dia telah mempersempit absen hari ini, atau mungkin dia pernah bertemu Sakayanagi dan mengingat suaranya.

“Pokoknya, jika kamu ingin melanjutkan kehidupan sekolahmu sampai lulus, berhati-hatilah.”

“Sebagai pihak yang netral, ternyata kau peduli padaku, ya.”

“Kehadiranmu berdampak negatif. Aku hanya ingin mencegah agar tidak menjadi lebih buruk lagi.”

Jawabnya, suaranya terdengar menjauh.

Rupanya, dia tidak berniat untuk tinggal lama, dan dapat diasumsikan bahwa dia telah pergi.

“Suara itu... kayaknya pernah denger...”

“Apa kau mengenal siapa pemilik suara itu?”

“Aku tidak bisa menjawabnya sejelas Ayanokōji-kun. Tapi, aku merasa seperti aku agak mengingat kehadiran yang datang melalui pintu itu.”

Dengan kata lain, itu adalah sesuatu yang berbeda dari apa yang aku ingat dari suaranya.

“Itu bukan ingatan baru-baru ini. 5 atau 10 tahun... pokoknya, itu ingatan yang sudah cukup lama.”

“Jika itu benar, maka kemungkinan seorang siswa White Room tampaknya sangat kecil.”

“Ya. Jika aku pernah bertatap muka dengannya ketika aku masih kecil, kukira seperti itu.”

Reaksinya saat mengetahui keberadaan Sakayanagi agak bisa dimengerti.

Selain tidak terkejut, dia bereaksi seperti yang dia lakukan terhadap seseorang yang dia kenal.

Tapi, entah itu Amasawa atau pria itu, itu bukan sesuatu yang aku pedulikan.

Aku tidak bisa berbuat apa-apa selama tidak ada kerugian nyata yang menimpaku saat ini.

Related Posts

Related Posts

3 comments