-->

Cari Blog Ini

You-Zitsu LN 2nd Year Vol 7 Bab 4 Part 1 Indonesia

Bab 4
Pertemuan Pada Hari Sebelum Festival Budaya


1


Di lantai dasar gedung khusus, nomor stan [Khusus 02].

Para siswa mendekorasi tempat ini, yang biasanya difungsikan sebagai ruang kelas kosong.

Sebagian besar pekerjaan dilakukan oleh anak perempuan, sementara anak laki-laki lebih sebagai asisten.

Menariknya, anak perempuan jauh lebih jago dalam melakukan dekorasi seperti ini.

Sedangkan untuk penataannya, tidak ada masalah dengan membiarkan Horikita yang memimpin.

Di lantai dua ruang kelas khusus, di ujung ruangan, persiapan untuk konsep kafe terus berlangsung.

Tidak seperti maid café kami, konsep kelas Ryūen adalah [Kimono].

Mengenai makanan dan minuman, mereka juga memilih hal yang sama sekali berbeda, seperti wagashi dan teh Jepang.

(Tln: wagashi = manisan tradisional jepang)

Sementara persiapan sedang berlangsung, aku menemukan wajah yang menonjol.

Ada seorang gadis yang duduk sendirian di kursi sedang membaca buku sambil mengenakan kimono.

“...Hai.”

Ketika Hiyori menyadariku, ia mengangkat bukunya dan entah untuk apa menyembunyikan seluruh mukanya kecuali matanya.

“Lama tidak bertemu. Kudengar akhir-akhir ini kau jarang kelihatan di perpustakaan?”

“Bukan jarang sih. Aku cuma, um, sedikit mengubah waktu datangku.”

Tadinya kupikir aneh kalau seorang kutu buku bisa menghilang dari perpustakaan, tapi ternyata dia hanya mengubah waktu kedatangannya.

“Kau juga ambil peran sebagai staff ya, Hiyori?”

“Aku khusus dibagian kasir. Karena aku tidak terlalu pandai berinteraksi dengan orang lain.... Aku juga tidak cekatan, meskipun aku juga sudah berlatih membawa makanan di atas nampan, tapi hasilnya tidak bagus.”

Singkatnya, yah, dia tidak pandai di bidang itu secara umum.

Tapi, jika dia bisa menjadi kasir yang handal, itu mungkin tidak masalah.

“Ngomong-ngomong, Ibuki-san juga akan ikut membantu loh.”

“Ibuki? Padahal aku selalu membayangkan dia tidak akan pernah mau mengenakan pakaian semacam ini.”

“Sepertnya dia bertanding dengan Ryūen-kun agar dibebas tugaskan dari festival budaya.”

“Dan dia kalah.”

Dia tersenyum geli karena mengingat kejadian saat itu.

“Terus, mana Ibuki yang kalah ini?”

(Tln: bentar, Kiyotakan ngejoke?)

“Dia tidak hadir hari ini. Dia bilang dia tidak akan pernah mau memakainya di luar hari festival.”

Aku tidak tahu bagaimana perasaannya tentang hal itu, tapi ketika tiba saatnya hari festival, kuharap dia bisa melayani pelanggan dengan baik.

Yah, Ryūen akan menangani hal itu dengan cara yang fleksibel.

Aku ingin melihat Ryūen si pemilik kedai ini, tapi dia tidak terlihat.

Apakah mungkin dia menyerahkan persiapan sehari sebelumnya pada murid-murid lain?

“Sepertinya Ryūen-kun pergi untuk melihat Kelas A.”

“Kelas A?”

“Karena mereka belum mengungkapkan kreasi apa yang akan mereka tampilkan.”

Benar juga, rincian kreasi kelas Sakayanagi belum diketahui sampai sehari sebelum festival budaya ini.

Tidak aneh jika dia ingin melihat apa yang mereka tampilkan. Karena semua kelas ikut serta dalam pra-pembukaan sehari sebelumnya ini, tidak diragukan lagi bahwa mereka sedang menyiapkan pembukaan stan di suatu tempat.

“Aku juga akan pergi ke sana sebentar.”

Setelah berbicara dengan Hiyori, aku memutuskan untuk mencari kelas Sakayanagi.

“Anu, Ayanokōji-kun———”

“Hm?”

“Ryūen-kun dan yang lainnya naik ke lantai tiga, jadi Sakayanagi-san mungkin ada di sana.”

“Begitu ya, aku terbantu.”

Hiyori tampak ingin mengatakan sesuatu yang lain, tapi dia segera menggelengkan kepalanya.

Jadi ketiga kelas tahun kedua berkumpul di gedung khusus, dan terlebih lagi di lantai yang berbeda, ya.

“Aku akan datang lagi ke perpustakaan nanti, jadi silahkan kamu datang juga, Ayanokōji-kun.”

“Ya, aku akan datang.”

Setelah mengangkat tanganku dan mengucapkan selamat tinggal, aku berjalan ke lantai tiga.

Lantai di lantai tiga gedung khusus yang paling jauh dari gerbang sekolah dan dianggap paling sulit untuk dicapai dengan berjalan kaki. Ada tiga ruang kelas yang bisa dipakai untuk stan, tapi sampai tempo hari tempat ini tidak populer dan belum ada yang menyewa.

“Aku tidak menyangka kelas Sakayanagi akan menyewa semua tempat di sana.”

Karena statusnya saat ini adalah lantai monopoli, siswa dari Kelas A tahun kedua berkeliaran di koridor lantai tiga sesuka hati mereka.

Sekilas, sulit membayangkan kreasi macam apa yang mereka coba tampilkan.

Hanya ada beberapa kotak kardus yang berserakan yang tidak terlihat isinya, tidak ada tanda-tanda untuk mengeluarkan isinya, dan pakaian para siswa pun masih berseragam sekolah.

Karena tidak mungkin memasak di dalam ruangan dengan api, maka kemungkinan itu juga sirna.

“Terkejut dengan hal yang tak terduga?”

Hashimoto yang tampaknya mengawasi para siswa yang datang, mendekat dan memanggilku.

“Ini kalian sedang apa?”

“Bahkan kau pun tidak tahu dengan melihatnya?”

Hashimoto tertawa pelan, mungkin lucu karena aku tidak memahaminya.

“Yah, itu bisa dimengerti. Tapi aku tidak bisa menjawabmu dengan mudah, bukan?”

Mereka mungkin ingin menyelesaikan persiapannya sehari sebelumnya, tapi mereka tidak berniat mempublikasikannya.

Untuk melambangkan ini, tanda konstruksi dipasang di tangga menuju lantai ini.

[Karena ada masalah dengan kreasi Kelas A tahun kedua, hari ini tidak akan ditampilkan]

“Jadi begitulah. Aku tidak enak karena kamu sudah datang jauh-jauh ke sini, tapi aku harus memintamu untuk pulang.”

Andai aku tetap di sini, rincian kreasi mereka tetap tidak akan kuketahui.

“Sepertinya Ryūen juga sudah mau pulang, tuh.”

Ryūen keluar dari kelas di belakang dan berjalan ke arah kami dengan tangan di sakunya.

Setelah melihat sebentar ke arahku dan Hashimoto, dia berjalan lurus melewati kami dan menuju ke lantai bawah.

“Atau kamu mau seperti dia dan melihat lebih dekat, biarpun kau tahu itu tidak berguna?”

“Aku akan kembali.”

“Ini adalah kerja keras kami. Aku tidak sabar untuk membuka tutupnya.”

Hashimoto melihatku pergi dari tempat itu, dan aku akhirnya menginjakkan kaki di tangga untuk kembali ke maid café tanpa hasil. Sesampainya aku balik ke lantai dua, aku menyadari bahwa Ryūen telah berhenti dengan membelakangiku. Saat dia menatapku, hanya dengan memutar kepalanya, aku melirik ke lantai atas.

Melihat itu, Ryūen agak menaikkan sudut mulutnya dan kemudian berkata.

“Beritahu Suzune, kelas kamilah yang akan menang besok.”

“Setahuku pakaian kimono biayanya lebih mahal daripada pakaian maid. Toh kita akan bertanding dalam konsep kafe, bukannya lebih baik jika disamain saja?”

“Itu hanya seleraku.”

Setelah menjawab dengan kata-kata yang bisa dianggap serius atau bercanda, Ryūen mulai berjalan pergi. Tanpa memperdulikan kehadiran Hashimoto yang terasa dari lantai atas, aku pun kembali ke maid café.

Related Posts

Related Posts

2 comments