Bab 5
Acara Festival Budaya
2
“Selamat datang~!”
Suara ceria Sato bergema di dalam kelas, atau lebih tepatnya di maid café.
Bersamaan dengan itu, pengunjung pertama yang memasuki kedai adalah seorang tamu pria yang tampaknya berusia 40-an tahun.
Sebanyak enam orang maid yang menunggu di kedai secara serempak menunjukkan respons mereka seperti yang sudah mereka latih.
“Biar saya akan antar Anda ke tempat duduk.”
Suara Satō sangat energik, tetapi gerakannya kaku karena dia belum bisa menghilangkan ketegangannya.
Namun demikian, berkat latihan sehari sebelumnya, tidak ada kesalahan besar, setelah mengantar orang itu ke tempat duduk, dia membawakan daftar menu dan minuman dingin ke mejanya.
Satu-satunya cara untuk mengembalikan gerakan latihan adalah dengan mengulangi pelayanan pelanggan dan membiarkannya terbiasa.
Kemudian, perlahan-lahan tetapi pasti, jumlah tamu mulai meningkat.
Rentang usianya mirip, tapi kadang-kadang remaja laki-laki dan perempuan yang kurasa adalah keluarga mereka juga tampak mulai datang dengan malu-malu.
“Awal yang baik, ya.”
Tidak tiba-tiba penuh, tapi senang rasanya melihat bahwa tidak semua kursi terlihat kosong.
Aku menerima panggilan dan laporan lewat ponsel dari teman sekelas yang tersebar di sekitar sekolah dari waktu ke waktu.
Kreasi mana yang paling banyak menarik orang dan mana yang sepi.
Karena penjualan setiap kelas tidak diketahui hingga festival budaya berakhir, satu-satunya cara untuk mengumpulkan informasi adalah dengan berjalan kaki.
Untungnya semua siswa diwajibkan untuk istirahat selama satu jam, jadi selalu ada segelintir siswa yang memiliki waktu luang.
Itulah kenapa, tentu saja, pengintaian melekat pada kelas kami juga.
Setelah mengamati interior selama beberapa saat, aku memutuskan untuk melihat koridor.
Kelihatannya ada banyak tamu yang sudah datang ke gedung khusus ini, dan sejauh mata memandang, jumlah tamu melebihi jumlah siswa di sekolah ini.
Jika ada diantara mereka utusan pria itu, mungkin saja mereka sudah terlihat olehku.
Aku tidak berpikir mereka akan mencariku ke kanan dan ke kiri pada hari acara tanpa melakukan investigasi awal.
Tapi sejauh ini, aku belum melihat ada orang yang mencurigakan. Selain itu, dengan begitu banyak orang dewasa, siswa dan anak-anak di tempat ini, tidak mudah untuk melakukan kontak.
Aku sekarang harus fokus pada siswa di sekolah ini daripada mereka.
Yoshida dari kelas Sakayanagi mengintip ke dalam maid café tanpa berusaha untuk sembunyi.
Tidak ada tanda-tanda siswa dari kelas Ryūen saat ini, tapi mereka pasti datang untuk memeriksa situasinya tidak lama lagi. Pintu kelas terbuka dengan penuh kuat, dan Ike serta Hondō masuk dengan tergesa-gesa.
“Kita sudah dapat pesanan makanan. Kami datang ke sini untuk mengambilnya!”
“Itu bagus, tapi tolong sampaikan itu dengan sedikit lebih tenang.”
Beberapa tamu terkejut karena dikira terjadi sesuatu.
“Oh, iya. Maaf...!”
Bukanlah pemandangan yang menyenangkan bagi pelanggan atau calon pelanggan untuk melihat penjaga kedai berlarian untuk mengambil makanan.
Setelah menerima teguran, keduanya saling memandang, mengangguk, dan mulai pergi mengantar makanannya dengan berjalan agak cepat.
Karena ini juga adalah pengiriman pertama, mereka tidak boleh terlambat.
Hari ini, perjalanan bolak-balik semacam ini akan diulangi setiap kali ada pesanan.
“Ayanokōji.”
Aku berbalik ketika mendengar namaku dipanggil dan melihat Kanzaki mendekatiku.
“Kelihatannya tempat kalian sudah laku keras.”
Mereka tidak ikut gladi bersih, tapi kreasi kelas Ichinose, kalau tidak salah, manisan.
Banyak dari mereka menjual hal-hal seperti crepes dan pisang cokelat.
“Bagaimana kelasmu?”
“Itu sangat disukai anak-anak. Tapi orang dewasa tidak menerima seperti yang diharapkan, jadi aku tidak yakin apakah kami bisa mengincar posisi teratas dalam hal penjualan.”
“Kau terlihat cerah untuk seorang pria yang sedang mengalami kesulitan.”
“Iya... kali.”
Rupanya, langkah pertama dalam gerakan bersama Himeno mungkin berjalan dengan baik.
“Aku akan pergi ke gedung olahraga sekarang. Aku ingin mempelajari apa yang kubisa pelajari dari tahun ketiga untuk masa depan.”
“Begitu ya. Sampai ketemu lagi.”
Setelah melihat Kanzaki pergi, aku memutuskan untuk kembali ke maid café dan mulai bekerja.
Meski begitu, giliranku bekerja tidak banyak sampai [siang hari].
Di tempat istirahat kecil yang dipartisi di salah satu sudut kelas, aku bersiaga untuk menangani masalah apa pun yang muncul. Aku juga bertugas mengambil foto apabila ada tamu yang ingin difoto.
Dalam hitungan menit, setelah pekerjaan pertama pengambilan foto masuk, para pelanggan yang melihat itu mulai berdiri dan minta untuk difotokan.
Aku tidak bilang bawa tidak ada orang dewasa yang ingin membuat kenangan cabul dengan siswa SMA, tapi lebih baik berasumsi bahwa para tamu ini mengeluarkan uang untuk mengambil keuntungan dari tujuan sekolah ini.
Dalam arti lain, banyak di antara mereka tampaknya berpikir bahwa ini juga merupakan pekerjaan mereka.
Meski begitu, percakapan dan gelak tawa perlahan-lahan menyebar di maid café, dan mulai menunjukkan ciri-ciri café yang ramai yang ada di mana-mana.
“Tolong antarkan pelanggan baru ini.”
Di ruang kelas yang penuh dengan tawa, suara Horikita yang dingin(acuh tak acuh) terdengar.
“Silahkan ke sini Tuan.”
Satō langsung mendekat untuk melayani pelanggan itu dan mulai menuntunnya ke kursi yang kosong.
“Kalo gitu... akan kubawakan pelanggan lagi.”
Horikita tidak pandai bersosialisasi, jadi ia bertugas untuk melakukan promosi di luar ruangan.
Penampilan maid-nya menarik perhatian pelanggan, tapi dia sendiri tidak tersenyum sama sekali.
Jika ini adalah maid café sungguhan, Horikita akan dipecat selama masa pelatihan setelah lulus wawancara, kurasa.
Yah, meskipun premis itu, Horikita ikut wawancara untuk bekerja di maid café, adalah tindakan yang tidak mungkin terjadi.
Sungguh damai
ReplyDelete