Bab 5
Acara Festival Budaya
4
Sudah 3 jam sejak festival budaya dimulai.
Sekitar siang hari, tamu-tamu baru berdatangan untuk menggantikan keluarga-keluarga yang datang ke sekolah di pagi hari. Setelah menerima laporan dari Ike dan yang lainnya yang keluar untuk mengintai, aku pergi ke dekat pintu masuk.
“Tuh, lihat itu!”
Ike menunjuk ke tempat beberapa gadis dari kelas Ryūen meninggikan suara mereka.
“Kami kelas C tahun kedua saat ini bersaing dengan kelas B tahun kedua dalam penjualan pada konsep kafe! Jika kami kalah, seseorang mungkin akan dimintai pertanggungjawaban dan dikeluarkan!”
Nuansanya jelas berbeda dengan kebanyakan siswa yang pada dasarnya terus melayani pelanggan dengan senyum dan keceriaan.
Sejumlah besar tamu berhenti melihat ekpresi sedih dan ratapan mereka.
“Jika berkenan, bisakah kami minta bantuan Anda sekalian! Kami mohon dengan sangat!”
Selebaran yang kurasa sengaja dibuat, dibagikan satu per satu. Kami memanggil seorang anak laki-laki usia SMP yang sepertinya telah menerima salah satu selebaran itu dan memintanya untuk menunjukkannya kepada kami sebentar.
Selebaran itu menjelaskan secara rinci kreasi kelas yang menjalankan kafe berkonsep kimono di lantai dua gedung khusus, tapi tidak menyebutkan harga dari menu. Sebagai gantinya, konfrontasi dikedepankan dan sangat menekankan kalau ini adalah pertarungan mereka yang tidak boleh sampai kalah.
“Eh? Eh? Ini, bukannya buruk?”
Permohonan mendesak dari para gadis, yang tidak bisa diartikan secara harfiah dari mulut mereka.
Kemungkinan besar, Ryūen pasti telah mengancam teman sekelasnya dengan pengusiran.
“Apakah dia serius akan mengeluarkan seseorang, si Ryūen itu?”
“Entahlah. Kurasa kemungkinan itu kecil. Lain cerita jika itu adalah pengusiran paksa karena penalti, jika dia mengancam akan mengusir mereka tanpa kesepakatan, itu akan menjadi masalah. Faktanya, jika siswa yang diancam itu membuat tuntutan ke sekolah, hal itu pasti akan menyebabkan penurunan tajam dalam poin kelas, bahkan sebelum itu membahayakan posisi Ryūen.”
“Kalau begitu, itu berarti dia bohong! Ayo kita pergi sekarang dan menghentikannya!”
“Percuma. Teman-teman sekelasnya sangat takut dengan 1% kemungkinan. Selain itu, kalaupun mereka tahu setelah mendengar kita, mereka hanya akan bilang bahwa mereka mungkin akan dikeluarkan.”
Dengan kata lain, tidak ada bukti untuk menyatakan bahwa mereka juga berbohong kepada para tamu.
Tidak hanya puas dengan konfrontasi dan membuat siasat satu demi satu sangat menggambarkan Ryūen.
Bisa dilihat bahwa dia bergerak untuk mendapatkan tempat pertama ketimbang mengincar empat besar.
“Jika kita kalah, mereka akan mengambil satu juta poin pribadi dari kita, bukan? Ini gawat!”
Aku ingin mengatakan pada Ike yang gelisah agar tidak usah khawatir, tapi menunjukan pada publik bahwa dia benar-benar ketakutan juga penting. Pentingnya konfrontasi semakin nyata.
“Gi-Gimana ini?”
“Jika mereka ingin melakukan itu, kita hanya perlu melawan dengan cara yang serupa.”
“Maksudmu mengancam akan dikeluarkan!?”
“Bukan yang itu. Kita juga menunjukkan bahwa kita kelas B tahun kedua, berjuang keras dalam konfrontasi konsep kafe. Dan untuk itu aku sudah menyiapkannya.”
“Eh...? Apanya yang sudah?”
“Bukalah kardus yang kalian bawa.”
Aku minta Hondō dan Tonomura untuk menurunkan kotak yang mereka pegang ke tanah dan melepaskan lakbannya.
Yang keluar dari sana adalah seikat selebaran.
“Ini...!? Selebaran yang mirip dengan milik mereka!?”
“Aku juga berencana menyebarkan selebaran untuk mendorong para tamu untuk datang jika perlu. Mereka sudah mendahuluiku, tapi kurasa ini akan cukup efektif.”
Selebaran yang disiapkan oleh kelas Horikita dan Ryūen dengan cepat menyebar ke seluruh sekolah. Dan seluruh sekolah tahu bahwa kelas B tahun kedua dan kelas C tahun kedua sedang bertarung satu lawan satu.
Dengan cara ini, jelas bahwa kami juga membuat taruhan besar dalam pertarungan satu lawan satu ini.
Mengetahui konfrontasi ini, mencipkatan ilusi bahwa kedua kelas mengambil risiko yang sama.
Jadi aku tidak perlu untuk repot-repot mengancam teman sekelasku.
“Sekarang panggillah gadis-gadis yang tidak ada kerjaan dan sekalian minta mereka untuk menyebarkan selebarannya.”
“O-Oke! Akan kuberitahu mereka sekarang!”
Di mulai dengan memintanya untuk menggunakan kakinya secara langsung dan menyampaikannya dari hondō dan yang lainnya kepada teman-teman sekelas.
Kemudian, selain titik-titik distribusi selebaran yang telah ditentukan sebelumnya, beritahukan para pria yang menjalankan kreasi di stan-stan agar mereka juga tahu bahwa kami sedang melakukan konfrontasi.
“Kau sudah dengar belum? Kelas Horikita dan kelas Ryūen bersaing dengan taruhan uang banyak.”
“Tapi yang kudengar, pemimpin kelas dari kelas yang kalah akan dikeluarkan?”
Tampaknya pembicaraan tentang pertarungan satu lawan satu mulai sampai ke telinga siswa-siswi biasa yang tidak ada hubungannya dengan itu.
Spekulasi mengarah ke rumor dan rumor mengarah ke spekulasi.
“Aku akan kembali. Beritahu aku jika terjadi sesuatu lagi.”
Pengantar makanan seperti Ike selalu dalam posisi untuk mengetahui perubahan situasi.
Mereka mengangguk terlihat dapat diandalkan, jadi aku serahkan masalah ini pada mereka dan kembali ke gedung khusus.
Dalam perjalanan, aku mendapati seorang gadis kimono memegang selebaran di sudut koridor yang tidak banyak dilalui orang.
“Sshase!”
Cara dia sesekali membagikan selebaran kepada orang dewasa yang lewat mirip dengan orang dewasa lesu yang membagi-bagikan tisu yang kadang-kadang terlihat di Keyaki Mall tanpa sedikit pun semangat.
Dia hanya acuh tak acuh, membagikan sejumlah kertas yang ditentukan, begitulah kelihatannya.
“Aku minta satu.”
“Silahkan.”
Mungkin dia bahkan tidak menyadari kehadiranku, dia mengucapkan terima kasih pelan? dan membagikan selebaran itu.
Tapi, jelas saja ketika aku menerimanya, matanya melihatku.
“Geh.”
“Jadi kau membagi-bagikan selebaran di tempat seperti ini, Ibuki.”
“Berisik. Pergi sana.”
(Tln: Hobi banget Kiyotaka godain Ibuki, wkwk)
Dilihat oleh seseorang yang tak ingin dilihat olehnya, dia mengalihkan matanya dengan ekspresi tidak senang.
“Aku sudah dengar ceritanya, tapi paling tidak, ini berarti kamu menepati janjimu ya.”
Aku dengar dia akan mengenakan kimono jika kalah dalam pertandingan melawan Ryūen, tapi dia lebih cocok mengenakan itu daripada yang kukira.
“Penampilan bisa menipu, ya.”
Dia menatapku dengan tajam, tapi aku merasa lega karena dia tampaknya tidak terlalu mengerti ucapanku.
“Bukan apa-apa.”
Tidak mudah untuk menyebarkan semua selebaran di daerah yang tidak populer.
“Bukankah lebih baik kau pindah tempat? Aku lihat Yamashita dan yang lainnya membagikannya di sana.”
“Kau pasti bercanda. Kenapa aku harus bergabung dengan orang-orang itu?”
Aku tahu itu, tapi langsung ditolak.
“Kenapa semua ini tidak kamu ambil saja?”
“Itu permintaan yang mustahil.”
“Kayaknya mending aku masukan ini dalam kantong sampah dan kubuang sekalian...”
Ia melihat ke bawah tumpukan selebaran yang tidak dia sukai dan memaki-makinya.
Alasan dia mengatakan itu tapi tidak melakukannya, mungkin untuk membuat dirinya benar-benar menerima hukuman itu karena kalah.
Dia menang apabila dirinya berhasil menjalankan hukumannya, dan dia kalah apabila melarikan diri.
Karena kekalahan itu akan membuatnya tak pantas lagi bertanding dengan Ryūen atau lawan lainnya di masa depan.
“Ngomong-ngomong, apa yang kamu pertandingkan dengan Ryūen?”
“Aku lebih suka duel fisik, tapi orang itu mengajakku bermain permainan kartu.”
“Permainan kartu? Maksudnya seperti poker atau semacamnya?”
“Yah, mirip dengan itu.”
Jenis dari pertandingan itu sendiri tidak penting, tapi aku agak kepikiran dengan fakta bahwa usulan itu dari Ryūen.
Mungkin saja karena Ibuki berhasil dijebak.
Yang jelas, aku merasa tidak enak jika mengganggu Ibuki lebih dari ini.
“Akan kusebarkan ke orang-orang nanti kalau kamu sudah bersusah payah mempromosikannya di sini.”
“Jangan disebarkan. Atau kuhajar.”
Wuss, kostumnya bergoyang dan disaat yang sama tendangan tajam melayang ke arahku, jadi aku buru-buru menghindarinya.
“Cih.”
“Oh iya, sapaan di kafe itu [Selamat datang, Tuan]. Cobalah kamu katakan.”
(Tln: Wkwkw)
“Aku akan mengatakannya jika kau mau menerima tendanganku tepat di wajahmu.”
“Nyerah saja deh.”
Ia mengangkat kakinya sedikit untuk mengancamku, jadi aku pergi pelan-pelan.
Di saat aku kembali ke maid café, situasi yang agak santai sebelumnya telah hilang, dan pelanggan teramai hari ini mulai berkerumun dan mengantre.
Horikita juga masuk dalam antrean untuk memandu para pengunjung.
“Sepertinya selebaran sudah mulai dibagikan tanpa masalah, ya.”
“Ya. Di sinilah kelasmu dan kelas Ryūen akan mulai mengungguli yang lain.”
“Semuanya berjalan seperti yang kamu rencanakan, ya.”
“Tapi bukan aku yang menambahkan warna unik ke dalamnya.”
(Tln: Mungkin maksudnya improvisasi)
Aku dan Horikita saling mengangguk, dan kembali ke pos masing-masing.
Ntapz ada tindakan preventif dari Kiyotaka.
ReplyDeleteBtw bagian Kiyotaka ketemu Ibuki selalu menghibur.
Wkwkwk, selalu menghibur kalo kiyo ketemu ama ibuki
ReplyDeleteOh ibuki kimono... Jadi penasaran
ReplyDelete