Episode 4 (5)
Aku merasakannya dengan kulitku. Ini tidak logis. Sesuatu di hadapanku ini pasti Kitamura Tōru, namun sangat berbahaya.
“Kau tahu, aku tuh.”
Kata sesuatu yang sepertinya adalah Kitamura Tōru.
“Mungkin dulu, menyukaimu.”
Tubuhku masih membeku.
Benar-benar seperti katak yang sedang menatap ular. Aku tak bisa berbuat apa-apa. Itu tak akan diizinkan.
“Bagaimana pendapatmu, tentang aku?”
——Aku adalah pengecut yang tak punya nyali.
Semua yang kupikirkan dan semua yang kulakukan bukanlah hal yang baik.
Aku ingin populer di antara wanita. Aku ingin digoda oleh mereka. Aku tidak suka diperlakukan dingin oleh wanita. Tidak, sejak awal aku tidak suka jika gadis cantik tertarik pada pria selain diriku. Namun aku bahkan tidak bisa mengakui sendiri bahwa aku sebegitu kekanak-kanakannya. Aku terlalu malu untuk bersikap terbuka, tetapi itu tidak berarti aku memiliki kepercayaan diri yang tersembunyi, aku terjebak dalam spiral negatif dan aku tidak mampu atau tidak mau keluar dari sana.
Namun demikian.
“Kau tahu, Kitamura.”
Ada pepatah yang mengatakan, bahkan seekor serangga kecil pun akan mempertahankan dirinya.
(Tln: Artinya bahkan makhluk terlemah dan terkecil pun memiliki kehendaknya sendiri, jadi jangan meremehkan mereka)
Ada juga pepatah yang mengatakan, samurai berjaya dalam kemiskinan yang terhormat.
(Tln: ketabahan dalam menghadapi kesulitan)
“Menurutku sejak dulu kamu adalah gadis yang baik. Kamu periang dan suka mengurus ini dan itu, kamu juga sangat memperhatikan orang-orang disekitarmu. Rumah kita tidak jauh, tempat kerja orang tua kita juga dekat dan kita sering bermain bersama. Kita berhubungan baik meskipun ada perbedaan gender. Kita jarang bermain sejak kelas 4 SD, dan kamu pindah sekolah karena keadaan orang tuamu, dan kita tidak pernah bertemu lagi. Aku tidak memiliki kesan buruk tentangmu. Sungguh tidak ada satu pun.”
Mungkin, ada banyak cara yang lebih mudah untuk bertahan hidup di dunia ini.
Tapi. Tapi.
“Tapi itu saja.”
Kalau aku bisa hidup dengan cara seperti itu, aku tidak perlu mengalami kesulitan sejak awal.
“Selain itu, aku tidak punya perasaan lain padamu Kitamura.”
Mudah sekali untuk berbohong.
Tapi aku memikirkannya. Ketika aku menempatkan diriku dalam posisi ini, aku merasakannya.
Jika aku bahkan tidak bisa melakukan satu gertakan saja, apa gunanya aku hidup? Kurang lebih seperti itu.
Bahkan pria suram pun memiliki sifat keras kepala.
Aku tidak bisa mengatakan aku menyukai apa yang tidak aku sukai. Aku tidak akan mengatakannya. Aku tidak ingin mengatakannya.
Bahkan jika wujud aslinya bukanlah yanki tanggung, tapi lebih seperti——misalnya, dia tetaplah gadis normal yang pernah kukenal dan mungkin kuharap bisa kutemui lagi. Dan bahkan jika dia bukanlah monster yang sulit untuk digambarkan yang sekarang ada di hadapanku.
Aku tidak akan menganggukkan kepalaku. Mungkin, bahkan jika aku ditempatkan dalam situasi yang sama ratusan atau ribuan kali, jawabanku akan tetap sama.
(Tln: Applause dariku. Karakter ampas, tapi pendiriannya kuat sekali dan tegas)
“Aku tahu itu.”
Kitamura tertawa.
Meskipun aku tidak tahu bagian mana dari tubuhnya yang berubah, atau bagaimana dia tertawa. Aku hanya bisa membayangkan dengan jelas.
Rasanya aku yakin melihatnya. Dia memukul-mukul kepalanya sendiri, ekpresinya campur aduk yang terlihat seperti senyum pahit dan senyum tangis karena merasa malu.
“Yah, tentu saja aku akan ditolak ya. Sebab yang kulakukan itu berlawanan.”
Tapi, itu.
Fakta bahwa aku secara tidak sengaja membiarkan sikap keras kepalaku menguasai diriku.
Sudah lebih dari cukup untuk meruntuhkan semacam keseimbangan yang mungkin hampir tidak bisa dipertahankan.
“Aa~h. Membosankan.”
Kitamura mengeluh.
Sambil tertawa dan putus asa, ia mengeluh dengan suara sedih.
“Dunia ini, kuharap hancur saja.”
Pada saat itu.
Pemandangannya berubah lagi.
Meliuk-liuk dengan fleksibel dan tergulung, gedung-gedung, aspal, lampu merah, mobil dan segala sesuatu yang lain diubah menjadi objek abstrak. Seperti lukisan Picasso yang dibuat dengan buruk.
(——Tidak tidak)
Aku mulai berpikiran jernih. Aku kembali tersadar.
Mekipun aku panik dan tidak punya waktu untuk memikirkannya. Hampir secara naluriah, aku berbicara seperti yang dibisikkan oleh pikiranku.
Bukankah ini berbahaya?
Ini mungkin, bukan kota atau dunia yang kukenal.
Ada monster di depanku sedang meraung penuh kesedihan.
Tidak ada rute pelarian, dan monster itu tampaknya kehilangan kendali atas dirinya sendiri.
“A a a a aah aaaaaaaah!”
Kitamura yang di ambang kegilaan mengangkat apa yang tampak seperti lengan.
Sebutlah itu lengan, itu setebal batang kayu. Kalau aku sampai dihempaskan oleh benda semacam itu, aku pasti akan menjadi serpihan, segumpalan daging yang sudah tidak berbentuk lagi.
Secara naluri, aku mencoba melarikan diri.
Kakiku tegang dan tidak bisa bergerak.
Lengan monster yang mendekat tampak slowmotion. Kenapa slowmotion? Ah, begitu, jadi ini lentera berputar, tanpa kusadari, ada bongkahan yang membawa maut di hadapanku, dan aku akan mati,
“Di sinilah aku muncul dengan gaya.”
Momen selanjutnya.
Penglihatanku kabur.
Di saat yang sama, pusat gravitasi yang luar biasa tercipta. Organ dalamku hampir keluar dari mulutku dan semua yang bisa kulihat menjadi gelap.
“Yang namanya pahlawan itu datang terlambat. Yah, aku cuman sukarelawan, bukan pahlawan sih.”
Mataku yang pening berkedip-kedip.
Hanya mengandalkan suara untuk memahami situasi.
“Untuk Jirō-kun yang mungkin tidak tahu apa yang sedang terjadi, akan kuberikan penjelasan singkat.”
Ternyata yang meloloskanku dari bahaya pada saat yang tepat dengan melindungiku, dan berdiri di depanku menghalangi monster itu adalah.
“Ini adalah dunia celah antara mimpi dan kenyataan.”
Amagami Yumiri.
Mungkin itu adalah wanita paling ‘bebas’ di dunia ini.
“Ini adalah sisi negatif yang jelas dari kekuatanmu. Sudah kubilang, ‘kan? Kalau mimpimu itu akan mengikis kenyataan. Seperti virus, itu menyebarkan benih-benih mimpi buruk, dan dunia mimpimu——memiliki pengaruh yang kuat pada mereka yang berhubungan denganmu di area khusus milikmu sendiri. Faktanya lihatlah, kau telah mengubah seorang gadis baik yang hanya sedikit keluar jalur menjadi monster yang mengancam dunia.”
Amagami Yumiri, pikirku.
Tapi bukan dia yang ku kenal.
“Ngomong-ngomong, alasan kenapa Jirō-kun tadi tidak mempedulikan soal hubunganmu dengan Kitamura Tōru di dunia nyata, dan mengucapkan serangkaian pernyataan yang sesuai dengan suara hatimu, adalah karena ini memang dunia yang seperti itu. Ini adalah tempat yang sangat dipengaruhi oleh pemikiran naluriah, di mana Id sepenuhnya transparan. Dengan kata lain, ini adalah dunia di mana sanjungan dan penjilatan sulit digunakan.”
(Tln: “Id” dalam bahasa Latin, artinya, konsep dasar struktur kepribadian)
Aku mengedipkan kelopak mataku berkali-kali.
Dia bukan, dokter wabah dengan topeng dan jubah aneh.
Juga bukan sosok seorang siswi pindahan dengan rambut hitam berseragam sekolah yang sangat cantik.
“Tapi tetap saja, jahat banget ya kamu. Kan sudah kubilang, misimu adalah merayu Kitamura Tōru. Terlebih lagi ini adalah hidangan yang disajikan, tapi yang kamu lakukan malah sebaliknya. Yah, bagian dari dirimu itu juga imut sih.”
Yumiri berbalik ke arahku.
Aku menunjuk dengan jariku dan berkata.
“Eh. Apa yang kau kenakan itu?”
“Aku senang kamu bertanya.”
Ehem, dia membusungkan dadanya.
“Gimana? Penampilanku ini cukup imut, ‘kan?”
Biar ku jelaskan bagaimana penampilannya.
Dia mengenakan mantel putih di atas seragamnya, yang terlihat dari rok pendek adalah kaki telanjangnya yang mengesankan, dan di tangannya memagang pisau besar——sesuatu yang terlihat seperti versi modifikasi pisau bedah yang digunakan oleh ahli bedah dalam operasi.
Yah, itu cocok untukmu.
Aku mengerti, ini juga imut.
Tidak, tapi kenapa berpakaian seperti ini? Cosplay untuk apa?
“Ini adalah pakaian tempur. Yang spesial.”
Yumiri membanggakannya.
“Di sini, di mana pengaruh dari kekuatan Jirō-kun terbatas namun berbeda dari dunia nyata, aku bisa mengambil bentuk ini.”
“Haa.”
“Sejujurnya, aku tersinggung. Karena kamu sering sekali mengejek penampilan dokter wabah, dalam hatiku aku telah memutuskan bahwa suatu hari nanti aku akan membuatmu tak bisa berkata-kata. ...Jadi gimana? Kau suka penampilanku? Apa kau jatuh cinta lagi padaku?”
“Tidak, tidak.”
Meski kau bilang begitu.
Sekarang bukan waktu untuk itu, kataku.
“Dingin banget sih.”
Dia mendesah.
“Padahal ini adalah kemunculan yang sangat aku tunggu-tunggu. Apa pertunjukan yang kulakukan salah?”
Mengerutkan kening, Yumiri cemberut.
Malahan gestur itu terlihat lebih imut dan lebih mendebarkan.
“Yah, sekarang bukan waktunya untuk itu sih kamu ada benarnya.”
Aa Aa Aa Aa Aa
Yang tadinya adalah Kitamura Tōru berteriak.
Deklarasi niat yang tak ada bedanya lagi dengan binatang buas, penuh akan kemarahan dan kesedihan. Auranya tampak sangat berbahaya. Atmosfer, atau lebih tepatnya, seluruh ruang ini, seakan-akan jatuh langsung ke dalam jurang kehancuran.
“Berhati-hatilah. Kalau sampai lengah, jiwamu akan direnggut olehnya.”
Kata Yumiri, ia mencengkeram kembali pisau bedah raksasanya.
Profilnya sendiri tanpa rasa takut. Tidak ada yang ia takuti, dan tidak ada yang berada di luar jangkauannya.
“Baiklah. Kita mulai pengobatannya.”