Bab 1
Kenali musuhmu, kenali dirimu sendiri, dan kamu tidak akan takut pada seratus pertempuran
Akhir bulan November dan perjalanan sekolah yang ditunggu-tunggu akhirnya tak akan lama lagi.
Pagi yang cerah namun dingin dalam perjalanan ke sekolah, aku melihat kelompok kecil tiga orang berjalan di depan, dengan Haruka berada di tengah. Meskipun tidak ada gelak tawa, mereka kelihatannya sedang membicarakan suatu topik untuk mengisi kekosongan belum lama ini.
“Kamu gak mau manggil mereka?”
Kei yang berjalan di sampingku, berkata.
“Tidak perlu. Sudah semestinya seperti ini sejak Airi dikeluarkan dari sekolah.”
Aku tidak lagi dibutuhkan dalam grup itu. Yang ada, seharusnya memang seperti itu.
“Kalo gitu aku tidak akan mengatakan apa-apa lagi. Karena jika Kiyotaka berkata begitu, aku tahu itu adalah keputusan yang tepat.”
Bagi Kei yang merasa itu bukan urusannya, mantan grup Ayanokōji mungkin bukan sesuatu yang sangat dia pedulikan.
“Selain itu? Dengan ini Kiyotaka bisa jadi buatku seorang~.”
Dia pun tersenyum tulus tanpa ragu-ragu.
Selama periode waktu yang panjang hingga saat ini, tidak diragukan lagi aku telah sepenuhnya menjadi pilar psikologis bagi Kei.
“Aku sangat tidak sabar untuk perjalanan sekolah kita berikutnya. Menurutmu nanti jadinya bakal kemana?”
“Aku belum menyerah untuk impianku ke Kyōto.”
“Kalau dipikir-pikir, aku ingat kamu mengatakan itu. Aku tidak keberatan pergi ke mana pun selain ke Kyōto.”
Entah kenapa, hanya Kyōto, tempat yang ingin aku kunjungi, yang langsung dikecualikan.
“Apa kamu sebenci itu dengan Kyōto?”
“Iyalah, habis yang ada di sana hanyalah candi dan aset budaya. Gak ada serunya sama sekali, bukan?”
Sebaliknya, menurutku itu adalah salah satu pesona terbaiknya....
Bagi Kei, mengunjungi kuil dan tempat suci mungkin memang bukan sesuatu yang dinanti-nantikannya.
“Itulah yang membuatku penasaran saat ini, um um.”
“Tujuan perjalanan itu penting, tapi apa kamu tidak cemas dengan hasil ujian akhirmu?”
“Mencemaskan hasilnya pun tidak akan menambah nilaiku, bukan? Yah, aku merasa sudah mengerjakannya dengan cukup baik sih. Itu juga berkat Kiyotaka, ‘kan?”
Rasa percaya diri yang berlebihan itu sedikit bermasalah, tapi juga ada benarnya.
Meskipun nilai yang tinggi tidak mungkin diharapkan, nilai terendah Kei kemungkinan telah meningkat.
Itu hanyalah tebakan asal, tapi aku bisa merasakan pertumbuhannya ketika melakukan penilaian diri.
“Mungkin aku juga harus menambah waktu belajar ku dengan Kiyotaka seperti halnya Sudō-kun.”
Dia menggumamkan itu sambil menempelkan ujung jari telunjuknya ke bibirnya.
Kei mungkin tidak mengerti bahwa belajar dengan jumlah waktu yang sama tidak berarti bahwa prestasi akademiknya akan meningkat seperti Sudō. Motivasinya itu sangat penting, tapi keterampilan orang yang mengajarinya juga sama pentingnya.
Alasan mengapa Sudō tumbuh begitu mengejutkan tidak salah lagi karena Horikita memiliki bakat sebagai seorang pendidik.
Ini mungkin bidang di mana ia lebih unggul daripada Keisei yang memiliki prestasi akademik yang sebanding dengannya.
Dalam pengajaranku tidak didasarkan pada fondasi seperti itu.
Mengajarinya secara menyeluruh dan secara paksa meningkatkan tingkat akademik Kei itu mudah, tapi itu bukan peranku. Ini adalah bagian yang harus diserahkan kepada siswa lain di kelas.
Yang harus aku lakukan adalah secukupnya. Selain itu, aku hanya harus membangun sikap kesiapan dia untuk belajar.
Supaya pada akhirnya, siswa yang tepat bisa mengambil alih dengan lancar.
kenapa ada death flag
ReplyDeletesenyum" Mengerikan Gua bacanya yang paragraf terakhir 😂😂😂
ReplyDelete