-->

Cari Blog Ini

You-Zitsu LN 2nd Year Vol 8 Bab 2 Part 1 Indonesia

Bab 2
Perjalanan Sekolah Sebagaimana Aslinya


1


Mendarat di Bandara New Chitose, kami mulai berbaris di lobi bandara.

Kami naik bus hingga sampai di Haneda dipisahkan antar kelas, tapi dari sini aktivitas grup akhirnya dimulai.

Mashima-sensei bertanggung jawab atas grup 1 hingga 5, Chabashira-sensei bertanggung jawab atas grup 6 hingga 10, Sakagami-sensei bertanggung jawab atas grup 11 hingga 15, dan Hoshinomiya-sensei bertanggung jawab atas grup 16 hingga 20.

“Setelah semua anggota grup berkumpul, silakan atur tempat duduk kalian. Diskusikan dan putuskan pembagian kursi untuk setiap orang.”

Kami dari grup 6 diberikan jatah 8 kursi yang telah ditentukan di dalam bus.

Kami diminta untuk memutuskan di mana kami akan duduk di 8 kursi ini dengan berdiskusi.

Ngomong-ngomong, kursi kami terletak di 2 baris, 2 kursi di setiap sisi dari kursi paling depan bus nomor 2.

Aku dari grup 6 melangkah ke area yang dipimpin oleh Chabashira-sensei.

“Sepertinya kita satu grup ya, Ayanokōji-kun.”

Yang memanggilku adalah Kushida dari kelas yang sama.

“Sepertinya. Kamu pasti nyaman saja dengan siapa pun kamu dikelompokkan, ‘kan, Kushida?”

“Umumnya ya. Yah... aku sedikit tidak suka dengan Ryūen-kun sih.”

Aku tidak tahu persis sejauh mana dia menunjukkan sifat aslinya, tapi Ryūen dan Kushida pasti telah bekerja sama untuk sementara. Dalam hal ini, Ryūen mungkin adalah orang yang sulit untuk dihadapinya.

“Kau sudah tidak lagi takut padanya, ‘kan? Lagipula Kushida bukanlah tipe orang yang takut pada siapapun. Kalaupun dia membuat komentar sembarangan, itu tidak akan berpengaruh pada teman sekelasmu.”

“Aku tahu. Karena Ryūen-kun mengincar kelas A, dia bisa mengancamku suatu saat nanti. Aku bingung bagaimana aku akan menghadapinya, tapi mungkin aku sudah lebih lega untuk masalah itu.”

Bahkan jika sifat aslinya terungkap, itu tidak akan memengaruhi banyak orang.

Kesiapan untuk menghadapi kasus itu, tampaknya juga sudah dipikirkan baik-baik oleh Kushida.

(Tln: dua kalimat ini mengacu saat sifat asli Kushida belum terbongkan)

“Kikyō-chan.”

Seorang pria dan seorang wanita dari kelas Ichinose mengangkat tangan mereka saat mereka muncul dari kerumunan siswa.

Keduanya adalah Watanabe Norihito dan Amikura Mako. Seperti biasanya, Kushida tampaknya berteman baik dengan Amikura, dan mereka saling berpegangan tangan senang karena berada dalam grup yang sama. Tampak luar, ia bertingkah seperti seorang sahabat, tapi saat aku berpikir bahwa Kushida dalam hati pasti tidak berperasaan, aku mulai merasa seperti sedang melihat tontonan yang luar biasa.

“Untuk 5 hari ke depan, mohon kerja samanya ya.”

Ketika Watanabe menyapaku, aku mengangkat tanganku sedikit sebagai balasan.

Selama ini kami belum pernah berinteraksi, jadi ini akan menjadi kesempatan yang bagus untuk mengenal kepribadiannya.

Sudah setengah anggota. Selanjutnya yang datang adalah Nishino, disusul beberapa saat kemudian oleh Ryūen.

“Selamat pagi, Nishino-san. Dan Ryūen-kun.”

Kushida menyapa mereka dengan tersenyum untuk mendahului. Watanabe dan Amikura mengikuti.

“...Salam kenal.”

Nishino itu gadis, tapi terlihat agak canggung seolah seperti jarang berinteraksi dengan Kushida dan Amikura.

Ryūen di sisi lain tidak membalas siapa pun secara khusus, hanya berhenti untuk menjaga jarak.

“Tinggal Kitō-kun dan Yamamura-san.”

“Kalau keduanya, mereka sudah datang.”

“Eh?”

Aku menunjuk ke belakang Kushida, ia pun melihat keduanya diam-diam bergabung berdiri berdampingan.

Segera setelah Kitō muncul, dia melotot ke arah Ryūen, memancarkan tekanan dalam diam.

Yamamura di sisi lain mendekat dengan tatapan tertunduk tanpa melihat siapa pun.

“Sepertinya semuanya sudah berkumpul, langsung saja kita harus mengatur tempat duduknya.”

Memiliki seseorang dalam grup yang bisa mengambil inisiatif pada saat-saat seperti ini merupakan elemen yang cukup besar. Jika ada masalah, itu adalah apa yang akan Ryūen, yang merupakan pemimpin Kelas C, katakan masih agak dipertanyakan....

Tapi tak disangka, dia tidak tampak akan menyela.

Apakah ini berarti dia tidak berniat untuk memimpin kelas lain, atau apakah dia merasa tidak perlu sampai dia harus turun tangan hanya untuk menentukan tempat duduk?

“Sepertinya anak laki-laki harus sama anak laki-laki dan anak perempuan sama anak perempuan, ‘kan?”

Amikura menyarankan itu dengan menindaklanjuti awalan dari Kushida.

“Bagaimana dengan yang lain? Ada yang keberatan?”

Tidak ada yang keberatan terhadap saran pria dan wanita duduk terpisah. Baik Nishino maupun Yamamura tampak tidak tertarik. Di sisi lain, para anak laki-laki tidak akan bisa mengeluh sedikit pun tentang ucapan Amikura. Jika nekat keberatan, akan tercipta gambaran anak laki-laki yang ingin duduk dengan anak perempuan.

“Kalau begitu, kita anggap semua setuju untuk anak laki-laki dengan anak laki-laki, anak perempuan dengan anak perempuan, ya?”

Mengatakan itu, Kushida mulai memisahkan diri dari anak laki-laki dengan terampil.

Sebenarnya akan lebih mudah jika pembagian kami anak laki-laki diserahkan pada Kushida, tapi... apa boleh buat.

Aku dan Watanabe secara alami saling mendekat, tetapi Ryūen dan Kitō tidak bergerak sedikit pun.

“Bagaimana ini Ayanokōji. Ada nuansa meresahkan yang luar biasa.”

“Kau benar.”

“Aku mau saja duduk sama siapa pun, tapi aku tidak bisa membayangkan diriku ngobrol dengan Ryūen atau Kitō.”

“Jadi kalau denganku bisa?”

“Eh? ...Eng... yah... masih mending ketimbang mereka berdua?”

Aku tidak bisa dengan jujur merasa senang karena pembandingnya hanya aku seorang. Secara pribadi, aku lebih suka duduk di samping Watanabe dan menjauhi masalah, tapi.... Saat aku mulai berpikir seperti itu untuk sepakat dengannya, Kitō mendekat tanpa suara.

“Aku tidak ada masalah asalkan tidak di sebelah Ryūen.”

Ia membisikan kalimat yang paling merepotkan dan kemudian kembali ke posisi semula.

“...Gimana nih?”

“Memaksa keduanya untuk duduk berdampingan, sepertinya bukan ide yang bagus.”

Watanabe pun bisa dengan mudah membayangkan seperti apa nantinya, jadi ia mengangguk cemas.

“Kalau begitu, sepertinya kita harus berpisah. Kamu lebih suka sama siapa?”

“Yang mana saja terserah. Kau duduk saja dengan siapa pun yang kamu suka, Watanabe.”

“Yang kusuka... ya?”

Saat dihadapkan pada 2 pilihan yang membuatnya ingin memegangi kepalanya, Watanabe merenung sejenak sebelum memberikan jawabannya.

“Ya sudah aku dengan Kitō. Kau tahu kan biasanya dia pendiam. Kupikir dia tidak akan melakukan apa pun jika aku tidak menunjukkan permusuhan terhadapnya.”

Benar juga, Kitō tidak seseram kelihatannya.

Dia memang memiliki image sebagai karakter yang tidak berbahaya selain kepada musuh-musuhnya.

Baiklah, aku juga akan menyapanya dulu.

Perjalanan sekolah berlangsung selama 4 malam 5 hari.

“Kamu mungkin merasa risih, tapi aku akan duduk di sampingmu selama perjalanan sekolah kecuali ada masalah. Sekedar pertimbangan, aku tawarin kamu buat duduk di kursi dekat jendela, siapa tahu kamu mau?”

“Terserah.”

Sejauh ini dia tidak banyak bicara seperti kucing pinjaman.

(Tln: kucing pinjaman = seseorang yang tiba-tiba pendiam dan lemah lembut)

Jika dipikir baik-baik, taat juga ya Ryūen ini, karena dia mengikuti acara perjalanan sekolah ini, yang bisa saja dia lewatkan tanpa pemberitahuan, dengan serius.

“Sepertinya kau sudah salah paham ya, Ayanokōji?”

“Salah paham?”

“Asal kau tahu, pertandingan pemanasan antara aku dan Sakayanagi sudah dimulai.”

Mengatakan itu, Ryūen melirik Kitō.

Kitō di sisi lain juga memelototinya, seolah-olah dia sudah menduga akan ada tatapan dari Ryūen.

“Begitu ya. Perjalanan sekolah di mana kita dituntut untuk berinteraksi dengan kelas lain. Artinya, ini adalah kesempatan yang bagus untuk mencari kelemahan satu sama lain.”

“Ini adalah kesempatan yang bagus untuk melihat sehebat apa Kitō itu. Dalam beberapa kasus, aku akan menghancurkannya selagi sempat.”

Itu adalah pernyataan meresahkan yang tidak cocok diucapkan untuk mengawali perjalanan yang menyenangkan dan membahagiakan ke Hokkaidō.

Sepertinya ini tidak akan berakhir hanya sebagai sebuah perjalanan.

Kalau dipikir-pikir, Sakayanagi ada di grup nomor 4 kan.

Aku mengingat kembali anggota yang ditempatkan ke nomor 4.

Dari kelas Ryūen, Tokitō Hiroya dan Morofuji Rika.

Semester kedua belum selesai, tapi bukan ide yang buruk untuk mulai mencaritahu informasi satu sama lain menjelang akhir tahun ajaran sejak dini. Jika kami harus berhadapan dengan dua kelas yang siap bertempur, sepertinya itu akan sulit.

Setelah menilai bahwa grup telah selesai berdiskusi, sekolah mulai memimpin.

Memberikan kursi dekat jendela bus kepada Ryūen, aku duduk di sebelahnya.

Suasana hidup di dalam bus yang mengangkut para siswa per kelas, menjadi begitu sunyi hingga rasanya itu tidak pernah ada. Grup yang ditentukan oleh sekolah dibentuk dari gabungan kelas-kelas lain.

Karena tidak semua siswa berteman dekat, maka perlu waktu untuk saling mengenal satu sama lain dan mengobrol dengan santai. Seolah-olah membuktikan hal itu, hampir separuh dari mereka yang menaiki bus lebih memilih untuk tetap bersama teman sekelasnya ketimbang dipisah berdasarkan gender.

Ini adalah contoh dari apa yang pasti terjadi apabila tak ada yang mengambil inisiatif dan memutuskan siapa yang akan duduk bersebelahan, seperti yang dilakukan Kushida.

Namun demikian, keinginan dari semua siswa untuk bersenang-senang adalah sama.

Setelah bus mulai berjalan selama sekitar 30 menit, sebagian besar perkenalan telah dilakukan, dan obrolan grup perlahan-lahan mulai menyebar tak hanya di antara teman sekelas sendiri.

Dan kemudian setelah mendapat penjelasan bahwa karaoke dapat digunakan, salah satu anak laki-laki mulai bernyanyi dengan mikrofon di tangannya.

“Aku merasakan aura yang sedikit mirip denganmu pada siswa tahun pertama itu. Apa hubunganmu dengannya?”

Selama perjalanan, kupikir aku tidak akan pernah diajak bicara oleh Ryūen, tapi mendadak kalimat seperti itu terlontar dari sampingku.

Dengan posisi sikunya disandarkan, ia seperti tidak benar-benar melihatku dan bicara sendiri.

“Bagaimana jika kubilang, tidak ada hubungan apa-apa?”

“Mana mungkinlah. Dia bahkan tidak segan untuk memukul guru agar bisa ketempatmu.”

Benar juga, kalau sampai seperti itu mana mungkin tidak ada hubungan apa-apa ya.

“Hanya sekedar kenalan. Tidak lebih, tidak kurang.”

“Jadi itu sebabnya kamu tidak peduli? Tapi buatku, tercium seperti sesuatu yang sangat menarik.”

“Tidak ada gunanya memikirkan tahun pertama. Bukankah yang terpenting adalah naik ke Kelas A?”

“Aku melakukan apa pun yang kuinginkan. Mungkin itu akan membantuku untuk menghabisimu suatu hari nanti.”

Aku mengerti. Jadi daripada tertarik pada Yagami, dia melihat kemungkinan itu akan menjadi titik lemahku yang mungkin berada di belakangnya.

Yah, itu justru bukan kelemahanku, tapi tidak dapat disangkal bahwa dia adalah elemen yang merepotkan.

“Ada sekelompok orang yang kelihatan berbahaya menyeret tahun pertama itu. Terlebih lagi, pihak sekolah menyetujuinya secara diam-diam. Untuk sesaat, rasanya seperti aku bisa melihat identitas aslimu yang mencurigakan itu.”

“Tapi sayang sekali. Yagami sudah tidak ada.”

“Kau benar, kelihatannya anak itu dikeluarkan, tapi sepertinya gadis tahun pertama lainnya yang bernama Amasawa masih tinggal, bukan? Aku bisa bermain-main dengannya.”

Rupanya, Yagami meninggalkan sedikit informasi sebagai kenangan.

Jika aku tetap diam, ada kemungkinan besar Ryūen akan mencari gara-gara dengan Amasawa.

Dalam pertarungan satu lawan satu, Amasawa tidak akan tertinggal.

Tetapi mengingat ini Ryūen, itu tidak akan selesai di sana.

Sangat mudah dibayangkan dia akan terus terpaku padanya, mencari celah, dan berulang kali mencoba melakukan kontak.

Tentu saja, Amasawa di waktu normal masih memiliki kemampuan untuk mengatasinya sampai batas tertentu, tapi setelah Yagami dikeluarkan, keadaannya tidak stabil.

“Yah okelah. Bagaimanapun juga, masih ada sedikit waktu sebelum aku bertarung dengannmu.”

Menyadari keprihatinanku, Ryūen menjawab seperti itu.

Ada banyak yang ingin kukatakan, tapi dia memang harus fokus pada kelas Sakayanagi yang sudah pasti akan mereka lawan di akhir tahun ajaran, daripada kelas Horikita yang bahkan kita tidak tahu kapan pertarungan itu akan terwujud.

“Ngomong-ngomong Ryūen, aku ingin menanyakan satu hal padamu. Sebenarnya aku sudah penasaran sejak pagi tadi.”

“Ha?”

Aku mengulurkan tangan dan merogoh saku jaring yang dipasang di bagian belakang kursi di depanku.

Kemudian aku mengeluarkan vinil hitam dari sana.

“Aku dari tadi pensaran untuk apa kantong ini.”

“Haa?”

Dia mengangkat alisnya terheran dan mulai tertawa mengejek.

“Itu kantong dipakai kalau kamu mabuk dan muntah. Kau bercanda ya?”

“Jadi begitu. Benar juga, jika kita mabuk darat, kita mungkin saja akan muntah ya.”

Jadi ini yang biasa disebut sebagai kantong muntah

“Kantong ini tidak dipasang di bus untuk ke ujian di pulau tak berpenghuni. Jadi ini tidak selalu disiapkan ya.”

Aku sudah naik bus beberapa kali sebelumnya, tapi aku belum pernah melihatnya ada di saku seperti ini.

Ini mungkin untuk kebaikan kami sendiri serta pertimbangan dari perusahaan bus.

Jika muntahan tersebar di kursi dan lantai, pasti itu akan sangat sulit untuk dibersihkan.

Saat kupikir aku sudah belajar banyak, ada banyak hal yang tidak ku ketahui.

Jika aku ada di luar sekolah, pertemuanku dengan orang yang tidak dikenal mungkin akan sering terjadi.

“Kau masih saja aneh ya. Apa kau itu bonobon yang bahkan tidak pernah naik bus?”

(Tln: bonbon itu kata gaul untuk mengejek anak yang gak tahu dunia luar, kata yang biasa dipake dianime-anime adalah Botchan atau Oji-sama)

“Aku memang tidak punya banyak pengalaman sih.”

Aku sudah sering melihat anak-anak muntah karena gangguan saluran setengah lingkaran, tapi mereka tidak berada di lingkungan di mana mereka diizinkan untuk muntah di dalam kantong seperti ini. Tapi itu masuk akal mengingat ini tidak didasarkan pada premis bahwa tidak apa-apa untuk muntah.

(Tln: saluran setengah lingkaran = alat keseimbangan tubuh, ada di telinga)

Aku juga kurang lebih pernah mengalami sendiri sensasi mabuk, jadi akan kuingat baik-baik bahwa ada benda seberguna ini di dunia ini.

Related Posts

Related Posts

5 comments

  1. Kurikulum pendidikan yg istimewa ga mengajarkan semua hal termasuk hal hal kecil.

    ReplyDelete
  2. Kiyotaka polos banget siiih 😭😭😭

    ReplyDelete
  3. pen liat ekspresinya ryuen jadinya deh🤣

    ReplyDelete