Bab 2
Perjalanan Sekolah Sebagaimana Aslinya
3
Seusai pelatihan, Watanabe dkk berkumpul, mereka semua menuju ke jalur pemula yang memiliki kemiringan landai.
(Tln: course/jalur/rute = area bermain ski, lereng)
“Ayanokōji? Kamu gak ikut pergi?”
Watanabe yang berjalan dengan papan skinya berbalik dan membuka mulutnya dengan heran.
“Kupikir aku akan berseluncur di tempat lain.”
“Aku mengerti. Kalau begitu, sampai jumpa nanti.”
Aku pun memutuskan untuk mulai bergerak sembari melihat kepergian mereka.
“Oi, Ayanokōji. Kau itu di jalur pemula yang ada di sana, di sini jalur untuk yang mahir.”
Ryūen hendak menuju ke jalur untuk yang mahir itu, menunjuk jarinya dengan kesal.
“Tidak, yah, biarin saja. Aku hanya ingin menantang diriku.”
“Haah? Orang yang barusan masih berjalan seperti penguin memang pantas ngomong begitu?”
“Menurutku jangan deh, Ayanokōji-kun. Sekitar 70% gundukan keras dan lereng yang curam, aku agak takut juga.”
Kata Kushida. Rupanya mereka berdua pernah tergelincir sekali, jadi dia memperingatkanku.
“Aku paham———”
Aku sudah diperingatkan, jadi kupikir aku akan mematuhinya, tapi....
Jauh di depan mataku, Yamamura dengan gelisah menaiki lift untuk yang mahir.
Aku tidak berpikir dia memilih jalur untuk yang mahir secara sadar.
Mungkin karena terlihat Kitō juga ada di lift sedikit di depannya, hingga dia salah masuk lift tanpa ada orang sekitar yang menghentikannya.
“Di dalam bus Yamamura bilang bahwa hawa kehadirannya tipis, sepertinya itu memang benar.”
“Eh?”
“Yamamura. Mungkin ia tidak tahu kalau ia sedang menaiki lift untuk ke jalur yang mahir.”
Aku memberi tahu tentang Yamamura yang duduk di lift yang akan naik.
“Wah... kupikir sebaiknya kita mengejarnya.”
Mengikuti ajakannya, aku naik lift ski untuk pertama kalinya dalam hidupku dan kami menuju jalur untuk yang mahir bersama-sama.
Karena liftnya dapat memuat dua orang sekaligus, aku menaikinya bersama Kushida.
Lift yang tidak akan berhenti secara bertahap mulai naik dan kakiku terangkat dari tanah.
“Transportasi yang menarik.”
“Kamu baru pertama kali menaikinya, ‘kan? Kamu tidak takut?”
“Aku tidak takut. Kita masih setinggi ini, jadi jika kita terjatuh, itu tidak akan terlalu parah.”
“Eh, itu yang kamu permasalahkan...?”
“Hm? Benturan akibat terjatuh, itulah yang harus ditakuti karena bahayanya, bukan?”
“Itu, un, kupikir itu benar, tapi...”
Ia terlihat bingung seperti tak bisa berkata apa-apa, tapi aku tidak tahu alasannya.
“Yah, lupakan. Belakangan aku berpikir kalau tidak ada gunanya memikirkan Ayanokōji-kun.”
Menghembuskan napas, Kushida yang asli sedikit bisa kulihat sekilas.
Dia mungkin berpikir bahwa obrolan kami tidak akan terdengar oleh Ryūen di depan kami atau mereka yang ada di belakang kami, karena jarak antar lift yang relatif jauh dan angin yang bertiup agak kencang.
“Itu ungkapan yang tidak terlalu membuatku senang.”
Hampir tidak ada orang yang senang ketika mereka diberitahu bahwa tidak ada gunanya memikirkan mereka.
“Mau bagaimana lagi. Karena itulah yang benar-benar aku rasakan.”
Setelah mengatakan itu, Kushida melihat ke arah pegunungan di kejauhan.
“Aku cukup percaya diri dalam membaca suasana tempat dan apa yang dipikirkan orang. Ini pun berlaku untuk Horikita-san dan Ryūen-kun. Tapi ya, ada kalanya aku kalah karena aku kalah unggul dalam faktor lain.”
Itu karena bisa membaca pikiran orang lain bukan berarti pasti akan menang.
“Bahkan untuk Ayanokōji-kun, aku dulu berpikir aku bisa membacanya. Tapi itu benar-benar salah. Baru kali ini aku bertemu dengan seseorang yang belum juga bisa kubaca pikirannya.”
“Untuk referensi, bagaimana rasanya?”
“Eh? Kau ingin mendengarnya?”
Masih memalingkan muka tanpa melihat ke belakang, dia bertanya balik.
“Kurasa tidak jadi.”
Suasananya hanya menunjukkan keengganan.
“Ngomong-ngomong.”
Ekspresi Kushida ketika dia menoleh ke belakang... tidak seperti ashura, tapi seperti biasanya.
“Karena ini penting, aku hanya ingin memastikannya di sini sekarang, kau tidak berpikir untuk mengeluarkanku, bukan?”
“Tidak kusangka kau akan bertanya terus terang.”
“Selama aku tidak bisa membaca pikiran Ayanokōji-kun, aku harus berpikir dengan caraku sendiri. Jika aku adalah Ayanokōji-kun, bagaimana aku akan berpikir dan bagaimana aku akan bertindak.”
“Dan kesimpulannya adalah aku mungkin mencoba untuk mengeluarkanmu, ya.”
Kushida mengangguk tanpa ragu, lalu dia menatap mataku.
Dia sepertinya mencoba mencaritahu niatku yang sebenarnya dengan mengguncangku.
Aku sengaja memalingkan wajahku dan memberi kesan bahwa aku mencoba untuk mengeluarkannya.
Orang biasa akan menangkap ini sebagai tatapan melarikan diri karena tebakannya benar dan bingung harus berkata apa.
Karena kupikir akan menarik untuk melihat seperti apa reaksi Kushida.
“Kau bercanda ya?”
“Maaf...”
Kegelapan yang selama ini tersembunyi muncul, dia menatapku dengan marah meskipun masih tersenyum, aku pun mengerti dan langsung meminta maaf.
“Aku yakin, kamu pasti mengejekku, bukan? Apa itu lucu?”
“Tidak, sama sekali tidak lucu. Maaf.”
Ia pasti tidak senang dengan itu, tapi itu tadi adalah cara yang brilian untuk membuat Kushida membaca pikiranku.
“Aku tidak berniat mengeluarkanmu.”
“...Benarkah?”
“Setelah Horikita memutuskan untuk mempertahankanmu, niatku untuk mengeluarkanmu telah hilang. Jika aku masih meninggalkan kemungkinan itu sampai sekarang, aku akan memilih untuk membujuk Horikita saat itu.”
Kecurigaan Kushida tidak akan pernah hilang, tapi ini adalah fakta yang tak terbantahkan.
“Ujian khusus suara bulat... ya.”
Ujian khusus suara suara bulat akan menjadi saat yang tak terlupakan dan memalukan bagi dirinya.
Namun, ini merupakan prasyarat agar Kushida tidak mengulangi kesalahan yang sama di masa depan, tapi aku tidak perlu repot-repot menyebutkannya di sini.
Lagipula itu sudah tidak lagi realistis karena semua teman sekelasnya sudah mengetahuinya.
(Tln: ‘itu’ yang dimaksud adalah mengulangi kesalahan)
“Biarpun aku tidak bisa melenyapkan semua orang, masih ada kemungkinan aku akan meninggalkan kelas ini. Baik dengan tiket pindah kelas atau mengumpulkan poin pribadi. Aku bahkan bisa keluar dengan cara itu. Bisakah kau menutup mata akan faktor risiko itu?”
Menarik juga untuk mendengar bahwa Kushida bisa menjawab sendiri kalau dia adalah faktor risiko.
“Itu bukan pengkhianatan atau apa pun, itu hanya masuk ke ranah taktik pribadi. Karena sekolah memang menyediakannya sebagai sebuah sistem, tidak ada yang salah dengan pindah ke kelas yang menang. Sebaliknya, jika kau pikir kelasmu tidak ada harapan untuk menang, maka kau tinggal pindah saja ketika ada kesempatan.”
Siapa yang berhak mengatakan bahwa kamu harus tetap tinggal di kapal yang tenggelam?
“Sudah kuduga aku tidak bisa membaca Ayanokōji-kun. Aku sama sekali tidak tahu apakah kamu berbicara dari hati atau tidak.”
“Mungkin hanya tidak terlihat di wajahku saja.”
“Levelnya sudah beda lagi...”
Sambil tercengang, Kushida mengalihkan tatapannya ke tujuan yang sebentar lagi mendekat.
“Kenapa ya. Padahal rahasiaku yang benar-benar ingin aku sembunyikan sudah terbongkar, padahal itu seharusnya membuatku frustrasi dan tersikasa hingga semuanya tidak penting lagi... aku malah ikut perjalanan sekolah, bermain ski dan bersenang-senang. Dan aku bahkan merasa itu tidak terlalu buruk.”
“Perjalanan sekolah itu acara yang menyenangkan bagi kebanyakan siswa, bukan?”
“Bagi kebanyakan siswa, ya. Tapi aku selama ini, selalu melihat setiap acara sebagai suatu perjuangan.”
Upaya untuk terus berpura-pura menjadi sesuatu yang bukan dirinya sendiri.
Justru di acara seperti inilah, itu sangat dibutuhkan.
“Hei... bolehkan aku tanya sedikit soal Yagami-kun dan Amasawa-san?”
“Mereka berdua siswa tahun pertama, bukan? Aku pernah berinteraksi sedikit dengan Amasawa, tapi hanya tahu sedikit soal Yagami.”
Aku memberikan catatan seperti itu, tapi Kushida mungkin hanya ingin mengeluarkan pertanyaan yang selama ini ia pendam di dalam hatinya.
“Jika Ayanokōji-kun tidak tahu, aku tidak akan menyalahkanmu.”
“Baguslah. Jadi? Ada apa dengan mereka berdua?”
“Kamu tahu kan kalau Yagami-kun sudah dikeluarkan?”
“Kudengar ia ketahuan sudah melakukan kekerasan selama ujian di pulau tak berpenghuni. Dan bahkan ada rumor yang mengatakan dia meninju seorang guru, jadi masuk akal kalau dia dikeluarkan... dia kōhaimu, bukan? Kalian juga kelihatannya akrab, kau pasti terkejut ya?”
Yagami adalah siswa White Room. Dengan kata lain, ia tidak memiliki kontak masa lalu dengan Kushida.
Ia mungkin memalsukannya berdasarkan informasi yang dia terima dari Tsukishiro, yang mana Kushida juga membuatnya berpura-pura menjadi kōhainya setelah memikirkan risiko dia mengetahui masa lalunya. Tetapi, karena tidak ada alasan yang memungkinkanku sebagai orang luar untuk menyimpulkan hal itu, aku tidak punya pilihan selain memberikan jawaban ini.
“Bukan. Yagami-ku... anak itu tahu masa laluku. Hanya Horikita bersaudara yang satu SMP denganku.”
“Lantas bagaimana kau bisa bilang kalau dia tahu masa lalumu?”
“Karena dia sendiri yang memberitahuku. Jadi wajar saja jika aku, mencurigai Horikita-san dan Ayanokōji-kun. Ryūen-kun juga tahu sifat asliku, tapi dia tidak tahu tentang masa laluku, jadi dia bisa dikecualikan.”
Memang benar, sifat asli dan masa lalu adalah dua hal yang sama sekali berbeda.
“Tapi tidak masuk akal jika itu Horikita-san, bukan? Tidak ada untungnya membicarakan masa laluku. Jika demikian, dengan proses eliminasi, hanya Ayanokōji-kun yang tersisa. Itulah yang selama ini mengganjal dihatiku.”
“Aku paham.”
Memang, aku adalah salah satu dari sedikit siswa yang tahu tentang masa lalu Kushida.
Masuk akal jika dalam ujian khusus suara bulat dia akan memusuhiku, tapi salah satu alasannya mungkin adalah bentuk kecurigaan itu. Terlebih lagi, jelas bahwa Amasawa juga pernah terlibat dengan Kushida, dan aku yang memiliki koneksi dengannya menjadi sosok yang semakin mencurigakan.
Jika aku sangkal dengan mudah di sini, pertanyaan tentang siapa yang memberitahunya akan menghantui Kushida. Apakah keraguannya akan hilang, itu masalah lain.
“Aku juga tidak peduli. Aku hanya ingin tahu yang sebenarnya.”
“Bahkan jika aku terhubung dengan Yagami dan Amasawa, kau akan memaafkanku?”
“Ee? Mana mungkin akan kumaafkan. Hanya saja... itu tidak membuatku ingin melakukan apa pun padamu, Ayanokōji-kun. Malahan, itu menegaskan kembali kalau kau adalah seseorang lebih yang tidak bisa kukalahkan.”
Dia ingin mengatakan bahwa taringnya kini sudah tertutup rapat. Dan hanya mau lebih menjauhkan diri.
“Tidak, itu kurang tepat. Aku tidak bisa memikirkan orang lain selain Ayanokōji-kun, tapi kupikir itu mungkin bukan Ayanokōji-kun. Dia ingin Ayanokōji-kun dikeluarkan dari sekolah. Dia tidak pura-pura, tapi benar-benar menginginkannya. Bukankah itu menimbukan kontradiksi?”
Karena jika aku terhubung dengan pihak Yagami, akan timbul pertanyaan tentang makna dari penyebaran informasi tersebut.
Menyudutkan Kushida dengan cara seperti itu hanya akan merepotkan.
Membiarkannya menjalani kehidupan sekolah dengan pertanyaan ini dalam pikirannya mungkin agak terlalu kejam.
Meski begitu, aku tidak bisa membicarakan tentang White Room secara spesifik.
“Aku dulu dengan Yagami... meskipun beda sekolah, kami adalah kenalan. Karena kami tinggal berdekatan.”
“Eh...?”
“Begitu pun juga Amasawa. Sepertinya aku sudah membuat keduanya salah paham, jadi mereka sudah lama menyimpan dendam padaku. Aku bisa meluruskan kesalahpahaman dengan Amasawa, tapi tidak dengan Yagami. Aku menghadapinya dengan mengabaikannya, tapi aku tidak menyangka dia sudah mendekati Kushida tanpa sepengetahuanku.”
“Tunggu? Kalau pun itu benar, ini aneh. Bagaimana dia tahu siapa aku?”
“Aku tidak tahu bagaimana dia mengetahuinya, tapi mungkin dia mencari informasi tentang Kushida, karena kamu salah satu teman sekelasku? Dia pasti mencari kesempatan untuk membalas dendam padaku. Dengan kata lain, Kushida hanya kebetulan ikut terlibat saja.”
Aku membungkuk ringan dan meminta maaf pada Kushida.
“Meskipun aku tidak tahu, aku minta maaf karena sudah melibatkanmu.”
“...Ayanokōji-kun.”
Aku tidak yakin itu akan benar-benar menjernihkan kecurigaannya, tapi dengan mengungkapkan bahwa aku dan mereka berdua ada hubungan di masa lalu, kupikir itu akan membantu menjawab beberapa pertanyaan di benak Kushida.
“Mungkinkah yang mengeluarkan Yagami-kun dari sekolah adalah... Ayanokōji-kun?”
“Jika dia dibiarkan, ada kemungkinan besar Kushida, yang telah memilih membantu kelas, akan dirugikan lagi. Alasan Amasawa mendekatimu mungkin karena ia tahu Yagami akan melakukan sesuatu padamu.”
Di sini aku menjawabnya dengan pengakuan yang jujur.
Nagumo, Ryūen, dan Horikita. Beberapa orang mengetahui atau mencurigai keterlibatanku.
Jika fakta penyangkalanku terungkap nanti, itu akan lebih merepotkan.
“Amasawa masih ada di sekolah, tapi seperti yang kukatakan tadi, kesalahpahamannya sudah diluruskan. Seharusnya dia tidak akan mengganggumu lagi di masa depan, Kushida. Tapi mungkin masih ada beberapa masalah dengan perilakunya sih.”
Menciptakan lingkungan di mana Kushida dapat menunjukkan potensi penuhnya dalam kehidupan sekolah sejak saat ini dan seterusnya.
Itu mungkin bisa tercipta dari percakapan yang tidak terduga ini.
“Aku———”
Angin kencang berhembus, nyaris menghempaskan topi rajutan putih Kushida yang dia kenakan seadanya.
Aku mengulurkan tanganku dan memegang topi itu agar tidak terhempas.
Di saat yang sama, tangan Kushida juga menahan topinya.
“Maaf, trima ka...”
Kemungkinan besar topinya tidak akan terhempas meski tanpa bantuanku, tapi Kushida menoleh ke arahku dan berterima kasih. Segera setelah itu, dia membeku dan terus menatap mataku.
“Ada apa?”
“...Tidak, bukan apa-apa.”
Aku tidak tahu apa yang dipikirkan oleh wajah tanpa ekspresinya itu, tapi tak lama sebelum dia mengalihkan tatapannya dariku.
Kemudian lift sampai ke tujuan, jadi kami mulai bersiap untuk turun.
“Bisa jalan?”
“Kurasa bisa.”
Jawabku, tapi Kushida maju selangkah di depanku untuk memberi contoh, jadi aku pun mengikutinya untuk menirunya. Setelah perjalanan panjang dengan lift, kami tiba di jalur untuk yang mahir.
Jelas saja ada lebih sedikit orang daripada di bawah, tapi mungkin masih cukup banyak.
“Ini cukup menakjubkan.”
“Lerengnya lebih curam daripada yang kamu duga, bukan?”
Seperti kata Kushida, lerengnya terlihat lebih rapat daripada jika dilihat dari bawah.
“Kamu yakin bisa?”
“Ya, pasti bisa kalau dicoba.”
“Dalam keadaan darurat, mungkin lebih baik untuk melepas papan skinya dan kemudian berjalan ke samping. Tapi mungkin tidak akan terlihat keren.”
“Aku paham. Tapi sekarang yang lebih penting dari itu, di mana Yamamura.”
Area ski berisi masyarakat umum yang bercampur dengan para siswa, jadi mencarinya akan pasti sulit.
“Kurasa dia ada di dekat lift setelah dia menyadari kalau dirinya tidak bisa berseluncur di sini...”
Bersama-sama, aku dan Kushida melihat sekeliling.
Namun, tidak mudah untuk menemukan Yamamura itu dengan cepat.
“Apa mungkin sudah meluncur...? Keknya belum sih ya...?”
Meskipun banyak yang meluncur menuruni lereng, tidak ada pemain yang tampak jelas seperti pemula. Di sisi lain, beberapa pria dan wanita berkumpul di sekitar Ryūen.
“Mereka itu siswa-siswi dari kelas Ryūen-kun, ‘kan? Aku ingin tahu apakah dia ternyata cukup disukai.”
“Tapi mereka tidak terlihat seperti sedang asyik mengobrol sih.”
“Benar juga.”
Para siswa yang berkumpul menyampaikan sesuatu pada Ryūen dengan ekspresi yang sangat serius.
Ryūen yang ada di tengah lingkaran, tidak melihat ke arah siswa tertentu dan tampak mendengarkan dengan santai
Buat apa kumpul di jalur untuk yang mahir di mana ada lebih sedikit orang?
Jika ingin terus berhubungan dengan kelas, dia bisa menggunakan ponsel nanti dan itu sudah cukup.
Maka bisa diasumsikan... dia sengaja menciptakan pertemuan itu.
“Apa mungkin mereka melaporkan sesuatu?”
“Tampaknya begitu.”
Anggota yang berkumpul di sana juga orang-orang seperti Kaneda, Ishizaki dan Kondō, yang semuanya sering mendapat perintah dari Ryūen.
“Itu dia, Ayanokōji-kun. Yamamura-san.”
Katanya, Kushida melihat ke arah Yamamura, dan benar saja, dia ada di sana.
Ia tidak berseluncur, tapi hanya diam menatap kelas Ryūen dkk yang sedang bubar.
“Yamamura-sa———”
Kushida mencoba memanggilnya, tapi aku memberi isyarat dengan jari dan tatapanku agar dia tetap diam.
“Eh? Ada apa?”
“Tunggu sebentar.”
Pergerakan Yamamura tampaknya sedikit tidak bisa dijelaskan. Apa artinya pergi ke jalur untuk yang mahir lebih awal, sementara dia tahu itu salah, dan kemudian terus berdiam diri di sana, menghapus kehadirannya sendiri dengan menahan napas?
“Yamamura itu, siswa seperti apa?”
“Siswa seperti apa? Aku juga tidak begitu kenal.”
“Kushida yang mengenal banyak siswa di sekolah, kok bisa ada siswa yang tidak kamu kenal?”
“Ya emang. Jika ada seorang gadis secara spontan berbincang denganku, aku bisa mengenalinya, tapi tidak dengan Yamamura-san. Dianya tidak pernah mengajak ku bicara, dan ketika aku yang mengajaknya bicara, dia hanya akan memberi jawaban singkat atau mengangguk diam. Kalau begitu, mana bisa aku mengenalinya, ‘kan?”
Jika dia menutup hatinya sendiri, tentu saja Kushida pun tidak akan bisa berbuat apa-apa.
“Siapa siswa terdekatnya di Kelas A?”
“Aku juga tidak tahu soal itu. Karena aku tidak bisa membayangkan gadis itu bicara dengan siapapun. Hawa kehadirannya sangat tipis, bukan?”
Grup kami baru dibentuk, tapi menang benar bahwa kesan dia sangat tipis.
OAA individu Yamamura menunjukkan bahwa dia memiliki kemampuan fisik yang rendah, tapi kemampuan akademiknya tinggi.
Tidak lama setelah itu, para siswa yang berkumpul di tempat Ryūen berpencar dan kembali ke grup mereka masing-masing.
Bersamaan dengan itu, Yamamura menghentikan tatapanya ke arah Ryūen dan mulai berjalan perlahan.
Ketika kami berdua terus mengawasinya agar kami tidak kehilangan Yamamura....
“Ah, dia terjatuh.”
Yamamura jatuh di tempat mungkin karena terjebak di salju.
Sepertinya ada orang di sekitar, tapi tidak ada yang terlihat akan membantu atau memperdulikanya mungkin karena mereka tidak menyadarinya.
“Jadi orang yang hawa kehadirannya tipis pasti sulit ya.”
“Lalu kenapa kau melihatku?”
“Sebab kamu adalah perwakilan orang yang hawa kehadirannya tipis, bukan? Tapi mantan, mungkin kata yang tepat.”
Itu hal menyedihkan yang tidak bisa kusangkal.
Tidak peduli seberapa keras apa pun aku mencoba, itu adalah hal-hal yang tidak bisa kuubah dengan mudah.
“Ngomong-ngomong, bagaimana Kushida melihat pergerakan Yamamura?”
“Mau lari dari topik ya.”
“Aku tidak lari.”
Aku menyangkalnya, tapi Kushida tertawa geli.
“Pergerakan Yamamura-san... di bawah perintah orang lain untuk mengawasi gerakan Ryūen-kun?”
“Itu sangat mungkin. Meskipun mungkin hanya ada satu kandidat siapa orang itu.”
“Sakayanagi-san, ya. Tapi aku tidak bisa bayangkan dirinya berinteraksi dengan Yamamura-san.”
“Justru itu, bukan? Tidak seorang pun menyadari adanya hubungan tersebut. Aku pun mungkin tidak akan menyadarinya jika aku tidak segrup dengan Yamamura.”
Berawal dari kekhawatiranku padanya sebagai sesama pemula. Jika aku tingkat menengah atau keatas, aku mungkin sudah mulai berselancar tanpa menyadarinya sekarang.
“Entah mereka memiliki hubungan atau tidak, kita harus mencari tahu itu selagi kita bisa, ‘kan?”
“Karena ini bisa jadi penting ketika kita melawan Sakayanagi di masa depan. Kita tidak bisa menghindari tugas mencari tahu siapa kaki tangan yang penting bagi Sakayanagi.”
“Aku paham.”
“Yamamura mulai bergerak.”
Kami mengawasi keberadaan Yamamura.
Dia melepas papan skinya dan berjalan tanpa rasa takut menuruni lereng curam dari tepi lereng.
“Aku akan pergi untuk mendukungnya. Mungkin itu bisa memperpendek jarak di antara kami.”
Setelah mengambil keputusan untuk melakukan apa yang harus dia lakukan, Kushida meluncur dengan papan.
“Dia cepat bergerak.”
Berpikirnya juga cepat, dia membaca niatku dengan lancar.
Apa lagi, Kushida memiliki keterampilan berinteraksi yang kuat yang membuatnya bisa berteman dekat dengan kebanyakan orang.
Dia juga tidak akan mengambil jalan pintas, karena itu adalah cara dia untuk bertahan di kelasnya.
(Tln: artinya berjuang keras)
Baiklah———kurasa aku akan mencoba jalur untuk yang mahir sendirian.
Kemungkinan Kushida kaget sama refleks nya Kiyotaka sama kaya waktu pertemuan Suzune dan Ryuuen waktu dia disiram Jus Jeruk. Btw soal Yamamura kayanya emang mata mata Sakayanagi buat ngawasin Ryuuen.
ReplyDeleteAhh enggak deh kayaknya, soalnya Kushida baru kaget pas ngeliat mata Kuyo,kalo emang karena refleksnya pasti udah kaget dari awal.
DeleteInilah yang di sebut benih benih cinta antara keduanya 👌👌
Deletecoming soon kushida best waifu
ReplyDeletekushida supremacy
ReplyDelete