Bab 3
Perjalanan Sekolah Hari Ke-2
Di pagi hari, hari kedua perjalanan sekolah. Setelah sarapan dan berganti pakaian, kami bersantai di kamar sampai bus berangkat ke area ski. Aku dan Watanabe menonton TV dengan santai. Di dalam layar TV, para selebriti membacakan ringkasan berita selama pagi ini, dan menanggapi dengan komentar yang santai. Setelah beberapa saat, suasana berubah total saat acara masuk ke bagian khusus tentang anak kucing. Sementara itu, teman sekamarku Ryūen sudah mengambil posisinya di single sofa, sementara Kitō menatap setumpuk majalah yang dipinjamkan secara gratis di penginapan, satu per satu. Mereka semua terlihat seperti majalah fashion.
“Dia hanya membaca buku saja sudah membuatku sangat resah.... Terlihat seperti sedang membaca buku panduan membunuh.”
Bisik Watanabe ke telingaku. Dia mungkin berbisik agar tidak terdengar olehnya, tapi matanya yang tajam langsung memelototi Watanabe. Mungkin takut dengan itu, Watanabe bersembunyi dalam bayanganku untuk memblokir tatapan itu.
“Dia pasti pernah melakukan itu pada beberapa orang, ‘kan? Iya, ‘kan?”
(Tln: Enggak jelas apa yang dimaksud “Are/Itu”. Mungkin membunuh. Tentu saja dengan maksud cuman bercanda)
Dia menggoyangkan pundakku, tapi kalau bisa, aku ingin fokus menonton acara spesial kucing di TV.
“Yō, Kitō. Kau pasti tidak puas dengan pertarungan bantal kemarin, bukan? Bertandinglah denganku hari ini.”
Seperti membawa badai ke pagi yang damai, Ryūen berkata begitu untuk menantang Kitō.
Tak perlu dikatakan lagi bahwa aku dan Watanabe tidak senang dengan kejadian ini.
“Orang bodoh. Kau berniat bunuh diri ya? Jika kau ingin menyesalinya, aku tidak akan menghentikanmu.”
“Kuku, kalau begitu ayo kita coba saja.”
“Pertandingan seperti apa yang kau inginkan?”
“Yang akan kita lakukan nanti, jelas balapan ski.”
Dia sepertinya menginginkan time attack sederhana untuk melihat siapa di antara mereka yang akan selesai berseluncur lebih dulu. Kitō mungkin juga bukan seorang pemula, tapi setidaknya aku tahu kemarin kemampuan Ryūen sangat tinggi.
(Tln: time attack = berpacu dengan waktu)
Tidak perlu repot-repot termakan strategi yang ingin menyeretmu ke dalam ringnya sendiri.
Akan tetapi, Kitō menutup keras majalah dengan ekspresi yang sama.
“Kau pikir kau bisa mengalahkanku dalam ski? Aku akan hancurkan kesombonganmu itu.”
Ternyata dia menerima tantangan itu, sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda akan melarikan diri.
“Jangan terlalu banyak bikin masalah ya? Oi dengar tidak sih kaliah?”
(Tln: ditulis dalam katakana)
“Aku yakin mereka tidak mendengar nasihat itu.”
Suara Watanabe sangat kecil hingga seorang anak kecil mungkin akan mengira ada semut sedang bicara, aku yang duduk di sampingnya saja hampir tidak bisa mendengarnya.
“Aku bisa membayangkan kau merangkak di lereng dengan frustrasi.”
“Menggelikan.”
Sementara kami di sini bertukar kata dalam bisikan, mereka berdua sudah memanas. Kitō berdiri, menggulung majalah pinjaman di tangannya, mendekati Ryūen dan menusukkan ujung majalah itu ke arahnya seperti ujung pedang.
“Jika kau kalah, kau harus diam seperti kucing pinjaman selama perjalanan ini.”
Dia menuntutnya seperti itu, mungkin tanpa disadari terinspirasi oleh acara spesial kucing di TV.
“Aa? Jika kau tanya aku, aku sudah cukup diam loh.”
Pan, ia menepis dengan kuat ujung majalah dengan lengannya.
“Bisakah kalian cukupkan bertengkarnya? Aku ingin nonton acara spesial kucing.”
Kataku, aku meminta mereka berdua agar menjaga jarak dan jangan berdebat.
“Ka-Kau berani sekali ya, Ayanokōji. Padahal kau bisa jadi sasaran selanjutnya.”
“Itu tidak akan. Tidak ada manfaatnya buat mereka untuk berurusan denganku.”
Selama aku tak terlalu banyak melakukan interfensi, skema Ryūen vs Kitō akan tetap sama.
“Yang jelas, sekarang setelah kalian semua tenang, aku akan lanjutkan acara special———”
Pikirku begitu, tapi sebelum aku sadari, kucing itu telah menghilang dari layar TV.
Durasinya tidak terlalu panjang untuk sebuah acara special, dan itu sudah berakhir dalam beberapa menit.
“Sayang sekali ya, Ayanokōji. Kamu, suka kucing, ‘kan?”
“Enggak, enggak juga.”
“Lah ternyata gak suka!”
Entah kenapa aku hanya ingin melihatnya, aku tidak memiliki keterikatan khusus dengan hewan yang disebut kucing.
Aku mungkin akan merasakan hal yang sama jika ini adalah acara special anjing, atau acara special kuda nil.
Acaranya terkesan menyenangkan dan ceria untuk beberapa saat, tapi kemudian muncul berita terbaru.
[Baiklah untuk berita selanjutnya. Mantan Sekretaris Jenderal Naoe meninggal dunia di sebuah rumah sakit di Tokyo setelah masa penyembuhan yang lama. Berikut komentar dari Perdana Menteri Kijima dari Kantor Perdana Menteri———]
(Tln: anjir, bosnya Papakiyo. Apa dengan ini Papakiyo jadi pemimpin fraksi?)
Diiringi banyak kilatan foto, seorang pria dengan ekspresi tegas mulai berbicara.
“Dampingilah orang lain, tunggangilah seekor kuda. Kata-kata ini diberikan kepada saya oleh Naoe-sensei tak lama setelah saya bertemu dengannya]
(Tln: kalimat pertama artinya kamu tidak bisa menilai seseorang sampai kamu menghabiskan waktu bersama mereka, sama seperti kamu tidak bisa menilai kuda sampai kamu menungganginya)
Tepat ketika Perdana Menteri mulai membicarakan almarhum, layar menjadi gelap.
“Sudah waktunya untuk naik bus.”
Kata Kitō padaku, sambil memegang remote control dengan jari telunjuknya pada power.
“Sip, ayo kita pergi, Ayanokōji.”
Meskipun aku sedikit khawatir dengan pertandingan mereka berdua, aku akan menikmati bermain ski sendiri.
Mantan sekertaris jendral Naoe kaga meninggal gara2 ayahnya ayano kan??
ReplyDeletejendral naoe itu siapa? dah lama gak baca.. lupa
Delete