Bab 3
Perjalanan Sekolah Hari Ke-2
8
Ketika aku berjalan cepat kembali ke kamar tamu, Horikita berdiri di depan kamar.
“Kau sedang apa?”
“Menunggumu.”
“Menungguku?”
Aku punya firasat buruk, jadi aku berpura-pura tidak bodoh, tapi ekspresi Horikita sangat tajam.
“Kau ternyata jahat juga ya, Ayanokōji-kun. Kamu melihatnya, ‘kan?”
“Apa yang kau bicarakan?”
“Kamu tadi ada di bagian oleh-oleh, ‘kan? Biasanya aku akan menganggapnya hanya kebetulan kamu ada di dekat sana, tapi mengingat ini kamu, aku mencoba untuk tidak menganggapnya sebagai suatu kebetulan.”
Sungguh cara berpikir yang dipaksakan. Hanya saja, pemikiran itu benar. Jika aku mengambil langkah serupa terhadap Horikita di masa depan, aku harus memastikan bahwa aku tidak akan ketahuan.
“Kamu sedang memikirkan cara agar lain kali tidak ketahuan, ‘kan? Aku bisa tahu loh.”
“...Hebat juga bisa nebak.”
Aku bertepuk tangan dengan tulus, memujinya atas ketajamannya dalam membaca pikiranku.
“Sudō yang memintanya. Dia ingin aku menyaksikan saat dia mengungkapkan perasaannya.”
“Meski begitu, tidakkah kau merasa itu kurangnya kepedulianmu terhadap si wanita———terhadap aku?”
“Merasa kok.”
“Sudō-kun masih belum ada apa-apanya ya. Bagian di mana ia memintamu untuk mengamati itu mengurangi nilainya.”
(Tln: kalimat pertama maksudnya masih bodoh. Bodohnya dia minta Kiyotaka untuk menyaksikan mereka)
Dia tercengang, tapi tidak sampai marah.
“Jadi? Apa kau datang jauh-jauh ke sini untuk mengeluh padaku karena melihat kalian?”
“Iyalah.”
Sekali lagi, tanpa ragu dia mengatakannya dengan jelas.
“Yah setengahnya bercanda. Sebenarnya, aku perlu bicara denganmu. Tapi kamu kelihatannya sedang buru-buru ingin masuk ke dalam kamar.”
“Bukan begitu juga sih.... Bisa besok saja enggak?”
“Kenapa?”
“Aku menerima desakan kuat dari orang lain. Dia marah karena aku sama sekali tidak menemuinya dalam dua hari terakhir ini.”
“Aku paham, Karuizawa-san ya.”
Kukira dia akan menyuruhku untuk menunda yang makan waktu lama untuk nanti saja. Horikita merenung.
“Kalau begitu besok malam. Jika kamu bisa berjanji untuk meminjamkan wajahmu di waktu ini, aku akan memaafkanmu.”
“Oke, aku janji.”
Jawabku begitu, karena aku tidak punya pilihan lain saat ini.
Aku menitipkan kuncinya ke Kitō yang ada di dalam kamar, dan menuju ke tempat Kei. Meskipun kami sudah diakui oleh banyak orang sebagai pasangan resmi, kami tidak bisa pergi kemana-mana seperti Ike dan Shinohara.
Kami memutuskan untuk bertemu di sebuah area yang terdapat beberapa kamar mandi pribadi.
Setelah itu, aku langsung dimarahi habis-habisan begitu bertemu dengannya, tapi tak lama kemudian Kei masuk ke dalam mode manja, jadi aku memeluk dan menghiburnya, kami pun menghabiskan waktu bersantai untuk sementara waktu.
Bucin amat ya. Tsundere chan gini di RL ga ada bro.
ReplyDeleteHuh nih gw kirain dlu ga bakal ada genre romancenya dlu yah walaupun tetep keren LN nya
ReplyDeletekenapa perlu area yg perlu kamar mandi pribadi? :3
ReplyDeleteAnjer,,, dimarahin bini cuk wkwk
ReplyDeletehmmm yakin kah?
DeleteEntah kenapa, apa cuma saya yg ngerasa aneh dan ngak sreg sama interaksi ayanokouji dan kei, ya?
ReplyDeleteInteraksi bucin bro ya gitu
DeleteHadir, w juga aneh tiap kali ad scene bucin kek gini
DeleteNih penulisnya sengaja ya bikin yang baca iri?
ReplyDelete