Bab 1
Si Riajuu yang dibenci yang memberi pengaruh besar kepada seluruh sekolah.
Ketika melewati gerbang sekolah yang sudah sangat akrab bagi kami, Aku dan Yua pergi untuk mengambil salinan daftar nama kelas yang dibagikan di pintu masuk gedung sekolah. Mulai di tahun kedua, kelas dibagi menjadi humaniora dan sains, serta diadakan pergantian kelas sehingga hasil pembagian tersebut tercantum dalam daftar nama ini. Secara pribadi, aku lebih suka metode pengumuman yang dicantumkan pada papan buletin karena lebih seru saja, tetapi menurutku hal ini juga bisa diterima karena bisa lebih mudah mengetahui kelas teman lain.
Ketika mengecek daftar nama ini, Yua menunjukkan ekspresi yang cerah.
“Syukurlah, aku bisa sekelas lagi dengan Saku-kun. Mohon bantuannya tahun ini, ya.”
“Bukan cuma kita berdua saja, tetapi kita hampir sekelas dengan teman-teman lainnya.”
“Iya, sih….Tetapi setidaknya kamu inisiatif sedikit dengan menunjukkan ekspresi pura-pura senang.”
Aku mengecek daftar nama itu lagi sambil acuh tak acuh merespon Yua yang tampaknya tidak merasa senang. Termasuk aku dan Yua, semua grup riajuu kelas 1-5 dulu memilih kelas humaniora.
Di sekolah kami, menjunjung kebijakan dasar, yaitu “ketika pergantian kelas terjadi karena pilihan mata pelajaran, seminimal mungkin menjaga perpindahan siswa.”
Ini merupakan kebijakan yang pas bagi siswa SMA untuk menguragi stres yang tidak perlu karena perubahan dalam hubungan manusia serta untuk menjaga lingkungan sekolah agar siswa dapat berkonsentrasi pada studi mereka. Bahkan jika tetap terjadi pergantian kelas sekalipun, siswa lainnya mencoba untuk bersikap ramah sehingga hasil dari daftar ini tidak akan terlalu mengejutkan.
Namun, ada banyak siswa dari kelas lain yang bercampur dengan kelas 2-5 selain dari kelompok kami. Berdasarkan cerita yang pernah aku dengar dari kakak kelas, hampir setiap tahun, kelas humaniora dan kelas sains akan berada dalam satu kelas, seperti saat ini.
Sebanyak apapun siswa lainnya menjaga pergantian kelas ini, selama siswa dari kesepuluh kelas memilih jalur mereka sendiri akan ada batas penyesuaian di suatu tempat. Oleh karena itu, pertama-tama, siswa yang memiliki sedikit teman atau mungkin yang tidak punya sekalipun, atau yang memiliki masalah perilaku, akan dikumpulkan menjadi satu, lalu dengan slot yang tersisa akan diisi dengan siswa riajuu yang memiliki kemampuan komunikasi serta bergaul dengan baik dengan siswa tipe mana pun.
Sudah barang tentu, sekolah tidak akan secara resmi mengatakan hal tersebut. Namun, di tahun kedua maupun ketiga, mereka akan disebut sebagai “kelas riajuu” dan “kelas penyendiri” secara alamiah. Keberadaan mereka akan dianggap hal yang wajar.
“Entah bagaimana, kita berada di kelas 5 lagi. Aku terlalu sesumbar sebelumnya bahwa aku akan terbebas dari sebutan “Si Chitose Saku kelas 1-5”, tetapi langsung dipatahkan, padahal dari tadi aku sudah tertawa cekikikan. Namun, ternyata aku harus menyandang peran itu lagi setidaknya untuk satu tahun lagi.”
“Yah, tidak perlu repot-repot menulis ulang ‘Chitose Saku kelas 2-5, pria berengsek yang suka mempermainkan wanita’. Bagiku, itu sangat membantu.”
“Eh?...Kamu berniat menyerangku sedekat ini?”