Bab 2
Anggota OSIS Baru
4
Besoknya sepulang sekolah, setelah anggota baru OSIS dipilih dan dimulainya belajar kelompok untuk ujian khusus. Horikita langsung dipanggil oleh Nagumo dan baru mau ke ruang OSIS. Tadinya kupikir aku tidak akan dipanggil lagi, tapi———.
“Aku diminta untuk mengajakmu juga.”
Horikita menunjukkan layar ponsel yang berisikan pesan dari Nagumo.
“Aku masih sakit perut seperti kemarin, maaf aku tidak bisa datang.”
“Kalau begitu apa boleh buat. Tapi jika kamu tidak bisa datang, dia nanti akan memanggilmu lagi, bukan?”
“Ayoklah cepat selesaikan.”
Karena setelah jangka waktu tertentu, mungkin saja aku akan dipaksa untuk melakukan sesuatu yang merepotkan lagi.
Aku segera berdiri dan menunjukkan keinginanku untuk pergi ke ruang OSIS, tapi dihentikan.
“Aku akan mengajak Kushida-san sekalian. Tunggu sebentar.”
Sepertinya dia ingin bertemu dengan anggota baru dan menyelesaikan semuanya sekaligus.
Si Kushida teman sekelasnya itu... pikirku, aku lihat sekeliling untuk mencarinya, tapi ternyata dia sudah ada.
“Sepertinya dia sudah pergi duluan dan menunggu kita.”
Aku meninggalkan kelas berdampingan dengan Horikita yang lesu.
“Artinya dia tidak ingin pergi denganmu, Horikita?”
“Tapi begitu kegiatan OSIS dimulai, mau tidak mau kami akan menghabiskan lebih banyak waktu bersama.”
Yah, itu sebabnya dia ingin mengurangi sedetik pun waktu bersamamu di tempat lain.
“Merepotkan juga jika kami terus bertengkar karena dendam yang nggak berdasar ya.”
“Siapa tahu, jika kamu sedikit lebih lembut, mungkin lain lagi ceritanya.”
“Bukankah yang ada malah lebih buruk? Bahaya tahu jika kita terus memberi kendali pada gadis itu.”
Ia harus memegang kendali dan mengendalikannya sampai batas tertentu, aku setuju sih.
Setibanya di ruang OSIS, aku melihat Kushida dan Nanase menunggu berdampingan di kejauhan.
Entah keduanya ini sudah saling kenal atau belum, mereka terlihat asyik mengobrol mungkin karena mereka memiliki kemampuan berkomunikasi yang alami.
“Asyik sekali ya mereka ngobrol.”
“Iya, asyik sekali.”
Entah bagaimana, saat aku melihat mereka berdua, tidak ada tanda-tanda percakapan mereka akan berhenti.
Mereka tampak sangat damai dan terus tersenyum, sepertinya mereka akan terus mengobrol jika tidak ada yang mengganggu.
“Mungkin OSIS akan berjalan dengan baik tanpamu, Horikita? Mereka berdua juga akan diterima dengan baik di kalangan siswa.”
“Berisiklah. Ayo cepat.”
Biar mereka nggak terlalu asyik? Horikita mendekat dengan cepat.
“Selamat sore, Horikita-senpai.”
Nanase membungkukkan kepala dan dengan sopan menyapa, Kushida pun tersenyum lebar di sampingnya.
“Waktu aku dengar kalau Nanase-san juga akan masuk OSIS mulai hari ini, aku agak lega. Soalnya, aku gugup banget dan nggak bisa tenang dari kemarin.”
Kata Kushida, ia tidak menyangka, sambil membuat gerakan mengelus dadanya.
Tiga anggota OSIS lainnya sudah masuk ke ruang OSIS terlebih dahulu.
Rasanya agak ganjil untukku ada di sini, tapi karena aku dipanggil, aku tidak ada pilihan lain.
“Ketua OSIS Nagumo. Aku perkenalkan kepadamu, Kushida Kikyō dari Kelas B tahun kedua, dan Nanase Tsubasa dari Kelas D tahun pertama anggota OSIS baru. Aku sudah membawa mereka ke sini.”
Kata Horikita menjelaskan, disambut oleh Nagumo dan Kiriyama.
“Tak kusangka kau benar-benar memilih dari teman sekelasmu sendiri. Kau cukup berani juga ya, Suzune.”
Kata Nagumo setengah bercanda sambil tersenyum.
“Aku objektif dalam memilihnya. Atau apa pilihanku kurang tepat?”
Ini hanya basa-basi, tapi dia tidak menjawab bahwa itu demi kelasnya sendiri dan berbohong dengan terang-terang.
Meskipun dengan dipilihnya Kushida tidak mungkin itu bukan demi kelasnya sendiri, Nagumo juga terlihat menerima alasan itu.
“Aku tidak punya masalah dengan pilihanmu. Tidak ada keluhan.”
Melihat jumlah anggota OSIS baru, kali ini terbentuk susunan yang tidak biasa karena Nagumo, Kiriyama, dan Ichinose keluar, lalu Yagami sudah dikeluarkan dari sekolah.
“Ini mungkin pertama kalinya perbandingan pria dan wanita dalam anggota OSIS terbalik.”
Kiriyama yang sebelumnya adalah wakil ketua OSIS juga menyebutkan apa yang ia perhatikan saat melihat daftar anggota.
“Gak masalah, kan? Sekarang adalah zamannya di mana pria dan wanita itu setara. Masalah cuma generasi berikutnya yang berbakat lebih cenderung ke wanita. Bukan begitu? Ayanokōji.”
“Tak ada kata yang bisa kukatakan untuk menjawab itu.”
Naiknya wanita ke tampuk kekuasaan bukanlah hal yang buruk. Namun, jika idealnya adalah 1:1, maka hasil kali ini juga dapat merefleksikan kegagalan laki-laki.
“Jadilah ketua OSIS yang objektif.”
“Baik.”
“Nah, tugasku sebagai ketua OSIS sudah selesai sekarang.”
Dia menepuk kursi ketua OSIS seolah-olah dia tidak ingin melepaskannya, kemudian berdiri dari kursinya.
“Terasa panjang tapi juga terasa singkat. Rasanya campur aduk.”
“Apakah kamu punya penyesalan?”
Melihat ekspresi kesepian Nagumo, Horikita pun bertanya.
“Menciptakan lingkungan di mana siswa yang berbakat dari semua kelas dapat lulus sebagai kelas A. Namun aku tidak bisa mencapai tujuan yang kuinginkan.”
(Tln: aku memikirkan sesuatu yang ekstrim. Mungkinkah nanti Kiyotaka berhasil menciptakan kelas yang berisikan siswa berbakat entah bagaimana caranya dan menjadi lawannya di akhir? Itu akan mewakili judul serial ini)
Ketika dia mengambil alih jabatan ketua OSIS, dia sangat menekankan tujuan tersebut.
Hasilnya siswa tahun ketiga kini telah menciptakan situasi yang mendekati itu, tapi itu lebih seperti aturan yang dibuat oleh Nagumo sendiri, bukan hasil kinerja dia sebagai ketua OSIS.
“Otoritas OSIS di sekolah ini lebih besar daripada kebanyakan sekolah lainnya, tapi aku masih tidak bisa mengubah keputusan sekolah. Padahal kupikir aku bisa berbuat lebih banyak lagi.”
“Meskipun begitu, jelas ada pengaruh dari Nagumo-senpai, kan? Aturan seperti tiket pindah kelas dan poin perlindungan tidak pernah ada sebelumnya di sekolah ini.”
“Yah, benar sih.”
Apakah aturan ini akan membuahkan hasil yang baik atau buruk, akan diketahui oleh generasi yang akan datang.
Hirokita Manabu mempertahankan tradisi SMA Kōdo Ikusei dan telah menjadi ketua OSIS yang baik.
Kemudian, Nagumo Miyabi menciptakan OAA dan membawa perubahan yang lebih berfokus pada kemampuan, memabawa angin segar ke sekolah ini.
Meneruskan jejak mereka, akan menjadi ketua OSIS seperti apa Horikita Suzune selama satu tahun ke depan?
Tujuan yang paling jelas dan sulit dicapai adalah———.
Tentu saja berawal dari kelas D dan berhasil lulus sebagai kelas A.
Jika dia berhasil mencapai tujuan itu, maka dia pasti akan mencatatkan namanya dalam sejarah sebagai ketua OSIS yang hebat.
“Ada beberapa prosedur tertulis yang harus dilakukan. Kecuali Ayanokōji, tolong tetap di sini.”
Bersamaan dengan pemberitahuan itu dari Kiriyama, dia mengatakan bahwa aku mengganggu.
“Kalau begitu, aku permisi.”
“Sampai jumpa, Ayanokōji. Pertarungan antara kita belum selesai loh.”
Ternyata dia memanggilku hanya untuk mengingatkanku akan hal itu lagi.
“Aku tahu.”
Menundukan kepalaku sedikit, aku pergi dari ruang OSIS.
Meninggalkan Horikita dan yang lainnya di dalam ruang OSIS, aku mengeluarkan ponselku.
Beberapa kali ponselku bergetar di dalam saku, dan ternyata aku menerima pesan.
Aku mengira itu dari Kei, pacarku, tapi sepertinya bukan darinya.
Pesan itu dari seseorang yang tidak biasa, dan dia mengajakku pergi di hari libur.
Dia ingin bertemu dan bicara denganku, jika aku punya waktu di hari Sabtu atau Minggu.
Karena aku ada kencan dengan Kei di hari Minggu, aku balas pesannya aku bisa bertemu di hari Sabtu.
Ketika aku tiba di pintu depan, aku menerima pesan lagi, isinya adalah detail waktu dan tempat ketemuan, yaitu di Keyaki Mall jam 2 siang hari Sabtu.
Karena tidak ada masalah, aku balas kalau aku bisa datang.
Meskipun topik pembicaraan tidak disebutkan, saat aku melihat nama satu orang yang akan ikut, aku tahu kemana arah pembicaraan ini akan berjalan.
Sewaku aku hendak meninggalkan tempat itu, aku berpapasan dengan seorang siswi.
“Kamu dipanggil ke ruang OSIS lagi?”
“Kiryūin-senpai juga, hari ini kamu ada urusan lagi ya di ruang OSIS? Apa soal yang tempo hari?”
“Benar. Setelah itu, percakapan kami berakhir tanpa kesimpulan yang jelas dan masih belum terselesaikan.”
“Itu sungguh malang.”
Dari apa yang terlihat pada saat itu, Nagumo pasti tidak akan memberikan jawaban yang jelas.
“Hari ini aku akan mencoba pendekatan yang lebih agresif.”
“Silakan saja, tapi sekarang dia sedang melakukan prosedur penerimaan loh. Untuk Horikita menjadi ketua OSIS dan pendaftaran anggota OSIS baru.”
Aku tahu dia bisa saja maksain untuk masuk karena itu bukan urusannya, tapi aku hanya coba memberi tahu.
Mungkin itu tidak disangka-sangka ternyata efektif, karena Kiryūin berdiri diam dan mulai merenung.
“Baiklah, aku permisi dulu.”
Naluriku mengatakan kepadaku untuk segera pergi saja dari sana, tapi sayangnya itu sudah terlambat.
“Aku mau ngobrol sebentar denganmu, Ayanokōji.”
“...Apa itu soal kasus yang belum terpecahkan itu?”
“Meskipun aku terus menekan Nagumo tanpa henti, dia tidak akan membeberkan apa-apa soalnya.”
“Kenapa tidak melakukan pendekatan yang katamu lebih agresif itu saja?”
“Aku tidak boleh membuat ketua OSIS atau anggota baru trauma, bukan?”
Itu mah bukan urusanku. Selain itu, jika kamu tidak menginginkan hal itu, tunggu saja sampai Horikita dan yang lainnya pergi.
“Kamu hanya berpikir kalau menggunakanku adalah solusi yang lebih baik daripada menerobos paksa, kan?”
“Fumu, kau memang hebat, Ayanokōji. Cepat sekali nyambungnya.”
Dia memujiku sambil menjentikkan jarinya, tapi hal seperti itu bisa dipikirkan oleh siapa saja.
“Toh paling kamu mau langsung pulang, kan? Bisa ikut denganku dulu?”
“Aku punya rencana kencan dengan pacarku di kamar.”
“Biarkan dia nunggu. Menunggu kepulangan kepala keluarga juga merupakan tugasnya sebagai pacar.”
Ucapan Kiryūin tidak terlalu meyakinkan karena dia sendiri tampaknya tidak sabaran untuk menunggu.
“Sambil jalan saja bisa?”
“Fumu. Yah, itu bisa juga.”
Kiryūin yang telah berbalik, mulai berjalan mengikuti langkahku.
“Apa kamu punya rencana untuk membicarakannya lagi dengan Yamanaka-senpai?”
“Nagumo dan Kiriyama menghentikanku dengan tegas. Katanya, setelah dia menyebutkan nama Nagumo sebagai pelaku utama, tidak mungkin untuk mengharapkan hasil yang lebih baik lagi.”
“Kok aneh ya. Masak yang dicurigai sebagai pelaku malah menghentikanmu bertemu dengan orang lain?”
Entah Nagumo atau bukan yang memberi perintah, setelah dia secara jelas menyebut Nagumo, berarti kecil kemungkinannya akan ada nama yang lebih besar lagi keluar bahkan jika dia diancam lagi.
“Memang kau benar, tapi aku juga setuju dengan itu. Bahkan jika aku mengancam Yamanaka secara lisan, aku tidak bisa mengharapkan nama pihak ketiga untuk keluar. Dan ketika aku pertama kali menanyainya, aku juga memberi ancaman yang maksimal selain kekerasan atau penyiksaan.”
Dengan kata lain, hanya itu yang bisa dia beberkan.
“Jika kita berpikir secara logis, itu pasti ketua OSIS Nagumo, kan?”
“Tentu saja aku mencurigainya. Makanya aku coba masuk seperti ini. Tapi tanpa bukti, aku tidak akan bisa memojokkannya lebih jauh, bukan?”
Dan setelah memikirkannya, dia berencana untuk mengancam Nagumo secara serius.
“Masih ada kemungkinan Nagumo bukan pelakunya. Kamu tahu apa itu, kan?”
“Mungkin saja Yamanaka-senpai memiliki dendam padamu tanpa kau sadari, Kiryūin-senpai. Maka aku bisa paham jika ia ingin menjebakmu sebagai pengutil karena keinginan untuk menbalas dendam. Aku tidak tahu detail situasi siswa tahun ketiga, tapi sepertinya ada orang yang mungkin tidak menyukaimu, Kiryūin-senpai.”
“Omonganmu nylekit juga ya.”
Dia tidak marah, malah tertawa, mengangguk tanpa menyangkalnya.
“Apakah itu Nagumo atau Yamanaka. Atau mungkin ada orang ketiga yang bersembunyi di balik layar?”
“Biarkan saja kenapa? Jika pelakunya sudah belajar dari kasus kali ini, mungkin dia akan diam-diam mundur sebelum identitasnya terungkap.”
“Nggak bisalah. Harga diriku tidak bisa membiarkan pelaku lolos begitu saja setelah mencoba menjebakku.”
Dari kelihatannya, sepertinya ia tidak akan berhenti mencari pelaku sampai menangkap pelakunya.
“Aku terlalu mencolok. Itulah sebabnya aku ingin memintamu untuk mencari informasi sebagai gantinya.”
“Aku merasa tak ada kewajiban untuk membantumu. Selain itu, aku sendiri jarang berinteraksi dengan siswa tahun ketiga. Malah hanya sebatas dengan Kiryūin-senpai atau anggota OSIS seperti Nagumo-senpai.”
Aku bukan orang yang cocok untuk mengumpulkan informasi dengan berpura-pura menjadi detektif.
“Justru karena itu. Kamu memiliki pandangan yang objektif, bukan?”
“Jika kamu minta tolong ke seseorang yang memiliki kemampuan komunikasi baik itu masuk akal, tapi...”
“Memang aku tidak mengandalkanmu untuk bagian itu. Tapi, kemampuanmu yang lain sempurna. Terutama dalam naluri bertarung, bisa dibilang tidak ada yang bisa menandingimu. Tidak ada orang lain yang bisa membuat diriku ini yakin akan kalah saat melawannya tanpa menghadapinya secara langsung.”
Itu mungkin sebuah pujian, tapi aku sama sekali tidak merasa senang.
“Bahkan siswa tahun ketiga pun ada yang pemarah. Tidak ada yang lebih baik daripada memiliki kekuatan fisik.”
“Sebelum bicara menang atau kalah, aku tidak ingin berkelahi dengan tahun ketiga.”
“Yah, jangan ngomong gitu bantu aku lah. Aku tidak punya teman yang bisa aku sebut sahabat. Kalau tidak terpaksa, aku tak bisa bergerak seperti seorang detektif.”
Egois banget. Aku merasa kasihan dengan Kiryūin-senpai karena dijebak, tapi lebih baik aku menolaknya.
“Menurutku kau berhutang budi padaku untuk yang di pulau tak berpenghuni. Tentu saja kamu pasti bisa menanganinya dengan baik meskipun aku tidak muncul, tapi aku mungkin perlu mengemukakan agenda ke OSIS untuk mempertanyakan manfaatnya. Kira-kira seru tidak ya kalau kulaporkan detail pertarungan antara Ayanokōji Kiyotaka dan mantan penjabat ketua dewan?”
Dia memblokir jalan keluar dengan cara yang kasar dan tidak akan membiarkanku menolak.
“Jika kau ingin mengancamku, akan lebih cepat jika kau mengancamku sejak awal.”
“Aku tidak ingin kamu salah paham. Aku selalu ingin membangun hubungan yang bersahabat denganmu, jadi aku tidak ingin menggunakan cara ini.”
Kiryūin menatapku sambil melipat lengannya tanpa rasa bersalah.
“...Aku mengerti. Aku akan coba menyelidinya dulu, sudah cukup, kan?”
“Aku tahu kamu akan mengatakan itu.”
Kiryūin-senpai mengangguk dengan senang, dan menunjukkan ekspresi puas di wajahnya.
Kurasa aku tidak bisa melakukannya dengan asal-asalan.
Kiryūin itu tajam, tergantung hasil yang kuperoleh, ada kemungkinan aku akan terus terlibat dengannya.
Yg janjian dengan Ayanokouji, kemungkinan besar Ryuuen atau Ichinose.
ReplyDelete