-->

Cari Blog Ini

You-Zitsu LN 2nd Year Vol 9 Bab 3 Part 1 Indonesia

Bab 3

Bagaimana Menghabiskan Waktu dengan Kelas Ichinose


1


Kami berempat masuk ke dalam ruangan yang telah ditunjuk setelah mendaftar di kasir karaoke.

Aku yang diundang sebagai tamu, dibawa ke bagian yang lebih dalam ruangan dan duduk bersama anak laki-laki lainnya seperti Watanabe dan Kanzaki.

Kami tidak bisa tidak memesan apa-apa, jadi kami semua hanya memesan minuman sesuai keinginan kami.

“Kalau begitu ayo, yang mau nyanyi silahkan... jelas nggak ada ya?”

Canda Watanabe mengambil mikrofon di atas meja dan mengarahkan ujung mikrofonnya ke arah Kanzaki, seperti sedang mewawancarainya.

Kanzaki yang sama sepertiku, tidak terbiasa dalam suasana santai seperti itu, terlihat kesulitan dan marah, lalu menyingkirkan mikrofonnya dengan pelan.

“Maaf, itu nanti saja.”

“...Kau benar.”

Watanabe menarik kembali mikrofonnya menyesal.

“Pertama-tama. Aku sudah menjelaskan ke Himeno apa yang akan dibicarakan hari ini, tapi mereka berdua belum pernah mendengarnya sebelumnya. Seperti yang kukatakan sebelum Ayanokōji datang, bisakah kalian berjanji bahwa kalian akan merahasiakan apa yang kita bicarakan di sini?”

Sepertinya ketika Kanzaki mengizinkan mereka ikut, ia sudah memberi tahu mereka sebelumnya bahwa ini adalah pembicaraan rahasia.

“Bilangin apapun topik pembicaraannya pasti akan kami rahasiakan kok. Iya, kan?”

“Ya. Tenang saja.”

Watanabe dan Amikura sepertinya yakin kalau mereka bisa menjaga rahasia.

Namun, Kanzaki kelihatannya belum sepenuhnya mempercayai mereka berdua.

“Maaf, tapi aku masih meragukan kalian.”

Sebagai buktinya, Kanzaki mengatakan itu tanpa menyembunyikan pemikirannya.

“Oioi... lalu gimana biar kau percaya?”

Watanabe mengeluh karena masih diragukan bahkan setelah berjanji akan menjaga rahasia.

Namun, jika mempertimbangkan isi percakapannya nanti, tindakan Kazaki sebenarnya cukup tepat.

Jika hanya cari aman, Kanzaki bisa saja menolak Watanabe dan Amikura yang hanya ingin ikutan karena penasaran dan menunggu kesempatan lain lagi.

Tapi itu tidak dilakukan, dan dia memeriksa mereka dengan hati-hati seperti ini mungkin salah satu bentuk taruhannya.

Ia mencurigai mereka karena ia ingin mempercayai dan mengandalkan mereka berdua ini.

“Apakah kita perlu menandatangani dokumen atau semacamnya? Dibilangin aku tidak akan memberitahu siapa pun kok.”

“Benar juga dokumen, itu juga bukan ide yang buruk. Dan kita juga bisa merekamnya dengan ponsel.”

Buat mereka bersumpah di depan kamera bahwa mereka tidak akan memberitahu orang lain, dan memberikan hukuman jika sumpah itu dilanggar.

Prosedur semacam itu bisa menjadi salah satu cara untuk menjaga agar keduanya tetap tutup mulut.

Tanpa ragu, Kanzaki mengeluarkan ponselnya dan menaruhnya di atas meja untuk menunjukkannya.

“Kamu serius? Entahlah, rasanya agak tidak enak.”

Amikura terlihat agak tidak senang, karena usulan itu seperti bukan berasal dari teman sekelasnya.

“Kan sudah kubilang. Kami hari ini akan melakukan pembicaraan penting dengan Ayanokōji. Aku yakin jika pembicaraan kita di sini bocor, dampaknya bisa sangat besar di masa depan.”

“Sepertinya itu... tidak dibesar-besarkan, ya?”

Bukan hanya Kanzaki yang menatap Watanabe. Himeno juga menatapnya dengan sama tajamnya.

“Aku tanya untuk terakhir kalinya. Bisakah kalian berjanji tidak akan memberitahu orang lain?”

Dia sudah siap apabila akan dibenci secara pribadi, Kanzaki meletakkan tangannya di telepon dan sekali lagi meminta konfirmasi.

Jika mereka tidak ingin bertanggung jawab, mereka harus pergi sekarang juga.

Tekad dan semangat Kanzaki pasti sudah meresap ke dalam diri kedua orang itu.

“Aku berjanji, aku tidak akan pernah memberi tahu siapa pun.”

“...Aku juga. Tidak keren kalau aku pergi karena aku mungkin tidak bisa menjaga rahasia. Jika perlu, kamu boleh kok merekamnya di ponselmu.”

Jika mereka melanggar larangan dan memberitahu orang lain, setidaknya Kanzaki dan Himeno pasti akan kecewa.

Meskipun mereka tidak terlihat seperti teman dekat, Watanabe dan Amikura memiliki pegangan yang harus mereka lindungi sebagai manusia.

Setelah yakin, Kanzaki memasukan ponselnya dan memalingkan pandangan dari kedua orang itu ke arahku.

“Jadi begitulah. Sekali lagi, Watanabe dan Amikura akan ikut mendengarkan.”

“Sejak awal aku tidak keberatan. Ini hanya masalah yang harus dihadapi oleh kelas Ichinose.”

Jika dia membawa orang yang salah, itu adalah kesalahan Kanzaki dalam menentukan pilihan.

“Oh ya, sebelum kita masuk topik utama, ada satu hal yang ingin aku tanyakan. Sebagian besar anggota kelas, termasuk Watanabe dkk telah mendengar desas-desus kalau Ichinose akan keluar dari OSIS.”

Benarkah itu? Sebuah kata keprihatinan daripada hanya sekedar konfirmasi.

Karena anggota pengganti belum resmi diumumkan, sepertinya pernyataan [aku berhenti] belum diucapkan oleh Ichinose.

Tapi seiring berjalannya proses perekrutan, rumor tersebut menyebar luas dan sampai ke telinga Kanzaki dan teman-temannya.

“Kenapa kau pikir aku mungkin tahu?”

“Karena nama Ayanokōji juga disebut dalam rumor yang berhembus.”

Aku terdiam mendengar kata yang sedikit ambigu, tapi misteri itu terpecahkan tidak lama kemudian, ketika Watanabe bilang.

“Ada juga yang bilang Ayanokōji mau masuk OSIS sebagai anggota baru.”

Yang namanya rumor itu menarik ya. Mungkin seseorang yang melihatku jalan dengan Horikita berpikir seperti itu karena Horikita ditunjuk sebagai ketua OSIS, dan cerita yang tidak benar itu pun menyebar.

(Tln: buset, mungkin kejadian ini yang ngasih ide Kiyotaka buat ngetes Kei)

“Mungkin kalian akan segera tahu, tapi itu memang benar Ichinose akan keluar dari OSIS.”

“...Ternyata benar.”

Mungkin Ichinose akan menyangkalnya jika ditanya secara langsung, tapi Kanzaki dan teman-temannya pun sepertinya tidak berani untuk menanyakannya.

Jika mereka mendengar kalau dia berhenti, mereka mungkin akan mulai menanyakan pertanyaan seperti Kok bisa? Kenapa? terus menerus.

Hal itu dikhawatirkan akan menimbulkan kegaduhan di kelas.

“Mungkin Ichinose juga ingin memberitahu kalian secepatnya, tapi ketua OSIS Nagumo memerintahkan agar itu tetap dirahasiakan sampai ada penggantinya. Jadi, meskipun dia ingin bilang, dia tidak bisa.”

Aku pastikan untuk memberitahu mereka itu terlebih dahulu agar mereka tidak salah paham.

“Apakah ia akan tetap menjadi anggota OSIS atau tidak itu semua terserah Ichinose. Aku tahu kalau orang-orang di kelas tidak berhak untuk mengkritiknya. Namun, kesan buruk yang muncul karena tindakannya itu tidak bisa dihilangkan.”

“Apa itu berarti Ichinose-san sudah menyerah untuk naik ke Kelas A?”

Ucap Himeno dengan lugas, tidak seperti Kanzaki yang berputar-putar.

Keluar dari OSIS di saat dia sedang mengejar Kelas A dan berjuang bersama teman-temannya. Ini justru bisa memberikan kesan positif yang mendukungnya. Hanya dengan memberitahu teman-temannya bahwa dia akan mengalihkan beban yang dia tanggung di OSIS ke persaingan kelas, maka mereka pasti akan merasakan keseriusannya.

Namun, sekarang ketika dia hampir keluar dari persaingan kelas, jika dia memutuskan untuk keluar dari OSIS, pandangan orang terhadapnya akan berbeda.

Karena itu bisa dianggap sebagai menyerah begitu saja tanpa menggunakan senjatanya untuk mengejar.

Faktanya, Kanzaki dan Himeno berpikir demikian.

Di sisi lain———.

“Kamu sedikit terlalu berlebihan, Himeno.”

“Ya, itu benar. Aku tidak percaya Honami-chan akan dengan mudah menyerah pada Kelas A.”

Sebaliknya, Amikura yang terus percaya tanpa ragu sedikit pun membantahnya.

“Lalu kenapa dia keluar dari OSIS?”

“Sepertinya dia ingin fokus untuk mengincar Kelas A. Makanya dia mengurangi beban di OSIS, mungkin?”

Kata Amikura tidak percaya kalau Ichinose sudah patah semangat.

Watanabe juga sepertinya sejalan dengan pendapat Amikura, karena dia mengangguk berkali-kali sebagai tanggapan setuju.

“Lalu kenapa dia tidak memberitahu kita? Jika dia bilang apa adanya, kan kita akan merasa lebih tenang.”

“Karena ketua OSIS menyuruhnya untuk tetap diam, bukan? Jadi Honami-chan tidak akan sembarangan dan mengingkari janjinya.”

Amikura tidak mau kalah dengan bantahan Himeno, dia pun membalas dengan alasan yang kuat. Mengingat kepribadian Ichinose, jika dia diperintahkan untuk tidak membocorkan rahasia, maka wajar baginya untuk tetap diam sampai periode itu berakhir.

“Ichinose belum menyerah pada Kelas A. Ini adalah pemikiran dan situasi kelas saat ini.”

“Jadi Kanzaki, kau ingin bilang kalau Ichinose keluar dari OSIS karena dia menyerah pada Kelas A?”

“Bukan begitu. Kita tidak akan tahu kebenarannya kecuali mendengarnya langsung dari orangnya. Tapi, yang ingin aku katakan adalah bahwa itu terlalu delusi. Kenapa tak ada yang mempertimbangkan kemungkinan kalau keluarnya dia dari OSIS adalah keputusan yang dibuat karena dia menyerah pada kelas A?”

Amikura dan Watanabe di sini adalah juru bicara. Yang mewakili pemikiran banyak orang lain di kelas Ichinose.

“Sudah jelas, kan? Itu karena Honami-chan bukan gadis seperti itu.”

“Aku juga sependapat. Dan Kanzaki, justru kamu yang menganggap kalau Ichinose sudah menyerah pada kelas A, bukan? Kalau tidak, kamu tidak akan berkata seperti itu.”

Mendengar ucapan Amikura dan Watanabe yang terdengar seperti perwujudan dari delusi, Kanzaki tanpa ragu memberikan tanggapan.

“Aku memang sangat yakin dengan itu. Tapi meski begitu, paling tidak hanya sekitar 70%.”

Dia meragukannya sekitar 70%. Itu tidaklah rendah, justru cukup tinggi.

“Kau itu selalu tidak percayaan, ya?”

Kata Watanabe yang sepertinya sudah tidak terkejut lagi, justru tampak sangat heran.

“Tidak sebanyak Kanzaki-kun, tapi setidaknya 50% aku meragukannya.”

“Himeno-san, apa kau serius?”

“Tentu saja aku serius. Justru lebih baik kalau kita meragukannya sedikit, kan?”

“Kok aneh sih. Nggak ada yang perlu kita ragukan dari Honami-chan.”

Himeno dan Kanzaki saling bertukar pandang. Mereka mungkin ingin percaya bahwa ada siswa selain mereka yang memiliki keraguan yang sama seperti mereka berdua.

Tetapi kenyataannya adalah, siswa seperti Amikura dan Watanabe itu jauh lebih banyak.

Kenyataan kalau mereka tidak mempertimbangkan kemungkinan Ichinose sudah patah semangat.

“Kalian berkata buruk tentangnya hanya karena dia berhenti dari OSIS... aku kasihan sama Honami-chan.”

“Tapi keuntungan kelas pasti berkurang dengan dia keluar dari OSIS.”

“Apa kita yang bahkan tidak masuk OSIS punya hak untuk mengeluh?”

Sanggahan Watanabe juga benar. Tidak ada yang bisa menyalahkan tindakan Ichinose. Tidak, mereka tak berhak menyalahkannya.

Jika ada yang menyalahkannya, mereka pasti akan langsung ditegur.

Jika kau tidak ingin melepas keuntungan dari OSIS, cobalah untuk mencalonkan diri dan gantikan perannya.

Setelah bertukar pendapat yang bertentangan, suasana di dalam ruang karaoke menjadi hening.

Meskipun masih belum masuk topik utama, situasi di dalam kelas Ichinose mulai terlihat jelas.

Dari cara merangkai cerita, alur, dan logika. Kanzaki bukanlah orang yang tidak kompeten, tapi dia gampang disanggah karena sering menyampaikan pendapat yang tidak jelas.

Itu mungkin karena dia kesulitan dalam merangkai pemikirannya menjadi kata-kata yang bisa dipahami oleh mereka.

Kelemahannya karena tidak terbiasa berbicara dan menyampaikan pendapat mulai terlihat.

“...Mari kita lanjutkan sedikit. Kau benar-benar tidak tahu kenapa Ichinose berhenti, kan, Ayanokōji?”

Kanzaki yang sedang kesulitan memotong topik dan bertanya lagi padaku.

Mungkin lebih baik aku memberikan sedikit bantuan di sini.

Alasan kenapa dia keluar. Mereka semua ingin tahu niatnya itu.

“Maaf mengecewakan, tapi terus terang aku tidak tahu apa yang dipikirkan Ichinose saat ini. Aku bahkan tidak menyangka dia akan keluar dari OSIS?”

Setelah mengatakan hal itu, aku memutuskan untuk terus bicara sebelum ada tanggapan dari siapa pun.

Kalau Kanzaki dibiarkan memimpin terus, takutnya percakapan hanya akan muter-muter.

Meskipun aku hanya orang luar, aku harus lakukan manajemen risiko di sini.

Dan ini juga bisa menjadi satu kasus uji coba yang berguna di masa depan.

“Toh bukannya teman sekelas yang menghabiskan waktu setiap hari di kelas yang sama dengannya lebih tahu tentang keadaannya daripada aku?”

“I-Itu iya sih.... Ayanokōji bener banget.”

Watanabe dan Amikura percaya pada Ichinose, tapi mereka tidak tahu yang sebenarnya.

Hal yang sama berlaku untuk Kanzaki dan Himeno.

Memang bagus kalau lebih dari satu sudut pandang keraguan telah muncul di dalam kelas, tapi ini hanya perubahan posisi mereka, dan sejauh ini tidak berperan dalam mengubah kelas ke bentuk idealnya.

“Benar juga, mungkin masalahnya adalah kita sebagai teman sekelasnya tidak tahu apa-apa...”

Kata Amikura, dia pun merenungkan hal ini.

Di saat aku menunggu jawaban dari keempat orang itu, pelayan datang untuk menyajikan minuman yang kami pesan.

Sepertinya tempat ini sudah ramai sejak hari ini, jadi butuh waktu lebih lama dari biasanya. Pelayan berpesan agar kami memesan lebih awal jika kami ingin memesan sesuatu, setelah itu ia keluar dari ruangan.

“Kanzaki. Sebelum kau tegur pendapat Watanabe dan Amikura, menurutku kau harus memastikan sendiri faktanya mengenai masalah OSIS terlebih dahulu. Apa aku salah?”

“Tapi, bahkan jika aku bertindak terang-terangan———”

“Terang-terangan? Mencari tahu niat Ichinose tidak ada hubungannya dengan itu. Mau pagi, tengah malam, atau melalui telepon atau chatting, pasti ada cara untuk berhubungan dengannya.”

Dan ini tidak hanya berlaku untuk Kanzaki, tapi juga untuk Himeno yang pura-pura cuek.

“Apa kau sudah puas hanya dengan mendapatkan beberapa teman yang setuju denganmu tanpa bertindak sendiri?”

“Bukan seperti itu.... Karena aku tidak terlalu dekat dengan Ichinose-san dan aku ragu dia akan bilang yang sebenarnya jika aku tanya.”

Masalah yang dihadapi oleh Ichinose. Bukan hanya sebatas pengagungan delusi semata.

“Kalau begitu, kau hanya perlu jadi lebih dekat dari siapa pun dan menjadi sahabatnya. Jika Himeno sudah berteman baik dengan Ichinose tanpa rahasia-rahasiaan, keraguan dan kecurigaan seperti ini tidak akan muncul.”

(Tln: Kiyotaka bukan expert-nya perkara hubungan manusia, tapi dia tahu contoh nyata-nya, dan itu adalah persahabatan Kei dan Satou)

Himeno yang sudah mendapatkan informasi hanya perlu membaginya dengan Kanzaki sesegera mungkin.

Ekspresinya menegang, Himeno sepertinya bahkan tidak tahu bagaimana harus membalas.

“Tu-Tunggu sebentar. Aku mengerti apa yang ingin kamu katakan Ayanokōji, tapi kamu sedikit berlebihan...”

Watanabe yang sejak tadi menjadi pihak yang dikritik oleh Kanzaki dan Himeno, membelanya.

“Tapi... tidak mudah untuk membuat Ichinose bicara jujur, bukan? Apa pun caranya, jika dia mau membuka hatinya, kita pasti tidak akan kesulitan, bukan?”

Jawabnya karena ia merasakan suasana tempat ini semakin tegang.

Keinginan untuk membela teman bukanlah hal yang buruk.

Bahkan di tengah banyaknya informasi buruk, ada hal yang bisa dilihat melalui diskusi seperti ini.

“Aku tidak begitu tahu tatapan dan kata-kata yang diberikan Ichinose sebagai pemimpin kelas pada teman-temannya. Karena itu aku punya beberapa pertanyaan.”

“Mi-Misalnya?”

“Jika tidak bisa bertanya langsung, maka kamu bisa mengamati dan memahaminya sendiri. Siapa pun pasti akan memberikan perhatian pada siswa yang terlihat tidak sehat, dan bertanya, [Apa kau baik-baik saja?] Jika Ichinose tidak selalu memiliki wajah poker, maka itu cara yang bagus untuk mengetahui perubahan itu.”

Melihat ekspresi seseorang adalah hal yang penting dalam membaca emosi.

Sebelum dan setelah keluar dari OSIS, apakah ada perubahan dalam kehidupan sehari-harinya?

Meskipun mereka tidak tahu pastinya, aku ingin tahu apakah mereka merasa ada yang aneh atau tidak.

Mereka berempat pasti sedang mengingat-ngingat waktu terakhir yang mereka habiskan bersama Ichinose.

Apakah ada gerakan, ekspresi wajah, atau kejadian yang mereka sadari sebelum dan sesudah perjalanan sekolah?

Adakah sesuatu seperti SOS yang muncul?

Namun———.

“Gimana ya, yah sama seperti biasanya... iya, kan?”

Kata-kata yang keluar setelah beberapa saat hening, itu adalah pernyataan yang mengatakan kalau tidak ada yang aneh.

Watanabe melirik ke arah teman-teman sekelasnya, seakan-akan meminta persetujuan mereka.

Amikura juga menyampaikan apa yang ia rasakan setelah mendengar Watanabe.

“Ya, betul. Jika benar dia sudah keluar dari OSIS, maka mungkin tidak ada perubahan antara sebelum dan setelah dia keluar. Hari ini, kita bahkan membahas ujian khusus berikutnya secara normal.”

“...Aku setuju.”

Kanzaki yang pasti lebih sering mengamati Ichinose daripada yang lain, juga tidak menyangkalnya. Sebagian besar teman sekelas Kanzaki adalah orang yang hanya memikirkan diri sendiri dan tidak berbagi informasi.

Namun, apabila keempat orang ini berkumpul dan berdiskusi, itu bisa membuka pintu yang tertutup.

“Cuma... um, sudah lama sih, tapi gimana bilangnya ya, sejak ujian di pulau tak berpenghuni, dia terlihat tidak bersemangat. Tapi alasannya... menurutku bukan soal kelas A.”

Kata Amikura agak ragu, sambil melirik ke arahku dengan acuh tak acuh.

“Eh? Benarkah? Aku sama sekali tidak sadar... eh, beneran?”

Bukan hanya Watanabe, Kanzaki juga tampaknya tidak menyadarinya.

“Benar juga, kalau dipikir-pikir, itu agak aneh.”

Kata Himeno menunjukkan pemahaman yang sama dengan Amikura. Meskipun dia tidak menyadarinya selama ini, mungkin dia merasa apa yang dikatakannya itu benar setelah dia mengingatnya kembali.

Dua anak laki-laki tidak terpikirkan apa pun, sedangkan dua anak gadis sepertinya tahu sesuatu.

“Mungkin wajar jika Honami-chan terlihat aneh...”

“Kamu sepertinya tahu apa penyebabnya, Amikura. Kasih tahu aku dong.”

“Aa~. Eng, jadi dia tidak bersemangat, tapi itu karena beda alasan. Bukan karena dia keluar dari OSIS, mungkin...?”

“Kok kamu yakin betul? Kalaupun benar begitu, jika dia tidak semangat, kita perlu mengetahui penyebabnya secepat mungkin. Ini juga ada kaitannya dengan sistem komando.”

“Aku tahu maksudmu, tapi, soalnya———A-Ayanokōji-kun. Aku harus gimana?”

Ia meminta bantuan dengan panik, karena khawatir telah mengatakan sesuatu yang tidak perlu.

Tidak seperti Amikura yang bisa memahami banyak hal sebagai teman dekat Ichinose, yang lain sepertinya tidak tahu apa-apa. Namun, melihat jeda yang aneh dan situasi di mana dia meminta bantuan padaku, Himeno pun akhirnya paham.

“Ah, apa mungkin penyebabnya itu?”

“Iya itu, ya itu!”

Pantaslah jika dia seorang gadis, dia dengan cepat menyadarinya paling cepat di antara ketiga orang yang tidak tahu apa-apa.

“Aku tidak tahu pastinya... tapi, un, masuk akal juga.”

“Kasih tahu, Himeno. Apa penyebab Ichinose hilang semangat?”

Kanzaki yang belum juga paham, bertanya dengan semangat.

“Aku tidak enak ngomong di depan orangnya, tapi Ichinose-san hilang semangat itu ada kaitannya dengan Ayanokōji-kun, kan?”

Menanggapi pernyataan langsung Himeno, Amikura mengangguk ragu-ragu.

“Apa katamu...?”

Bagi Kanzaki, ini adalah sebuah kejutan. Ia terkejut mendengar bahwa akulah penyebab dari keterpurukan Ichinose.

Melanjutkan cerita yang setengah-setengah hanya akan membuat Kanzaki dan Watanabe semakin bingung.

“Ini menyangkut kehidupan pribadi Ichinose juga sih, tapi tidak baik untuk tidak mengungkapkan informasi di situasi seperti ini, jadi akan aku beritahu———. Selama ujian di pulau tak berpenghuni, aku menerima pengakuan dari Ichinose.”

Ketika aku mengatakan tentang apa yang selama ini aku rahasiakan, Watanabe-lah yang paling terkejut.

“Pengakuan? Ha? Apa, ha? Cinta?”

“Iya, seperti itu.”

“Se-se-serius ini serius?! Si Ichinose itu? Ngaku ke Ayanokōji!? I-ini berita besar...!”

“Gak mungkin...!? Aku juga tidak tahu itu...”

Amikura menutup mulutnya dengan kedua tangan dan suaranya teredam.

“Eeeh!? Lalu yang kamu maksud itu apa, Amikura!?”

Setiap orang memiliki informasi yang berbeda, jadi suasana di dalam ruangan karaoke menjadi gaduh.

“Eh, um. Aku tahu kalau Honami-chan itu menyukai Ayanokōji-kun, dan dia terkejut ketika mengetahui kalau Karuizawa-san menjadi pacarnya... kukira cuma begitu.”

Ternyata bahkan sahabatnya, Amikura, tidak tahu kalau dia sudah mengungkapkan perasaannya padaku.

“Karena itu hampir bersamaan, dengan waktu dia tahu tentang Kei. Jadi tidak beda jauh.”

Watanabe memegang kepalanya tidak percaya.

“Shibata pasti akan nangis jika tahu soal itu... bukan hanya Shibata saja, sebenarnya...”

“Masalah cinta, ya... begitu rupanya.”

Kanzaki menggelengkan kepalanya beberapa kali sambil menekan dahinya.

“Tidak, tapi bahkan jika dia memang tidak semangat, seharusnya itu tidak terlalu mempengaruhinya, kan...”

Mereka bertiga berusaha memisahkan masalah ini dari OSIS, tapi———.

“Tapi siapa tahu, kan? Aku tidak tahu sejak kapan Ichinose-san menyukai Ayanokōji-kun, tapi mungkin dia merasa sangat sedih karena patah hati. Mungkin ia tidak bisa melupakan itu dan kondisinya menurun.”

Himeno dengan tenang menganalisis begitu. Apa ia pikir aku ada hubungannya dengan keluarnya Ichinose dari OSIS?

Aku ingin menyangkalnya, tapi kurasa aku tidak bisa membuktikan hal itu 100% tidak benar dengan bukti yang ada sekarang.

“Jika sekarang Ayanokōji putus dengan Karuizawa dan pacaran dengan Ichinose, adakah kemungkinan dia langsung menjadi lebih baik...?”

Kanzaki yang ingin menaikkan kelasnya tidak peduli pakai cara apa pun, bergumam sendiri.

“Itu mah terlalu tidak masuk akal... ya kan?”

Sambil berkata begitu, Amikura juga menuangkan nuansa seperti bertanya [Gimana menurutmu?].

(Tln: ini maksudnya Amikura senang-senang saja jika saran Kanzaki itu jadi kenyataan, dan dia minta pendapat Kiyotaka)

“Maaf, aku tidak bisa menerima saran semacam itu dari pihak yang tidak terlibat.”

“...Kau benar sekali.”

Meskipun cinta dan pertarungan kelas dapat saling mempengaruhi secara tidak langsung, keduanya harus dipisahkan.

“Aku sudah berbagi informasi, tapi sekarang kita harus memotongnya dari arah yang lain.”

“Kenapa kau setenang itu, Ayanokōji? Juga, jangan lupa kalau disukai oleh Ichinose itu hoki banget! Jadi kau harus sadar itu!”

Aku tidak ingin dia mengucapkan hal-hal seperti itu dengan penuh semangat.

Pokoknya, prioritas utama di sini adalah mengubah pemikiran mereka berempat yang kebingungan.

Pencarian alasan kenapa Ichinose keluar dari OSIS harus semakin dipersempit.

“Apakah ada tanda-tanda dia merasa pesimis atau semacamnya dalam menghadapi kelas Ryūen?”

Mereka masih membutuhkan waktu untuk beralih ke topik baru, jadi jawabannya tidak langsung muncul.

Sambil minum, Amikura mengangkat tangannya sedikit setelah jeda sebentar.

“Sejauh ini, sepertinya tidak ada perubahan yang signifikan. Aku merasa dia optimis dan berusaha untuk menang?”

“Aku juga setuju. Rasanya seperti dia masih ingin terus berjuang seperti sebelumnya.”

“Ya. Dan kami juga mendengar beberapa strategi bertarung yang spesifik.”

Hanya Kanzaki yang tidak angkat bicara, mungkin itu karena pendapatnya sejalan dengan ketiga orang lainnya.

Meskipun begitu, dia sepertinya sedang memikirkan sesuatu yang lebih dari itu.

“Itulah kenapa jika dibalik, ini bisa juga diartikan dia sedang memaksa dirinya sendiri. Meskipun dia tertekan hingga keluar dari OSIS, dia terus berpura-pura kuat agar tidak membebani teman-teman sekelasnya...”

Sekali mulai memikirkannya, kecuali kamu memutus rantainya, kamu akan terus tenggelam dalam pikiran.

Tapi Kanzaki dkk harus memikirkannya baik-baik.

Menjelajahinya sedikit lebih dalam dan lebih luas.

Dengan memberikan kemampuan berpikir kepada setiap siswa, kelas dapat menjadi lebih aktif.

“Aku tahu kalian ingin tahu kenapa Ichinose keluar dari OSIS. Aku juga mengerti bahwa Kanzaki dan yang lainnya kesulitan untuk lebih baik, atau lebih buruk. Tapi, apa tujuan kalian melakukan itu? Apa kalian tidak ingin Ichinose memaksakan diri atau justru ingin dia bekerja lebih keras untuk kelas jika dia keluar dari OSIS? Aku ingin kalian menjelaskannya secara rinci.”

Aku memberi tahu mereka berempat apa yang ingin aku ketahui, dan menyesap teh oolong.

Mereka semua tidak bergerak, hanya bertukar pandang dan tampak kesulitan untuk menjawab.

Aku bisa tahu hanya dengan melihatnya.

Aku bisa memprediksi apa yang sedang dipikirkan oleh teman-teman kelas Ichinose yang tidak ada di sini.

Pasti banyak orang yang mengkhawatirkan kondisi mental Ichinose.

Sebelum memikirkan apakah pemimpin akan jatuh atau tidak, mereka pasti hanya tulus mengkhawatirkan Ichinose.

Namun, hanya Kanzaki dan Himeno yang tidak sepenuhnya seperti itu.

“Mulai dari aku dulu. Tentu saja, aku berharap tinggi pada kemampuan Ichinose sebagai seorang pemimpin. Masalah OSIS sebenarnya aku tidak peduli, jika OSIS dianggap beban, maka dia harus keluar tanpa pikir dua kali. Yang penting adalah apakah ia memiliki tekad untuk memperbaiki kelas sekarang dan mencapai kelas A. Jika ia telah kehilangan tekad itu, itu akan menjadi masalah.”

“Menurutku Ichinose masih memilikinya sejak awal. Tapi, jika Ichinose sudah menyerah pada kelas A, orang luar seperti kita tidak bisa memaksanya, bukan? Pada akhirnya, terserah dia mau mengincarnya atau tidak.”

Tidak heran kalau Watanabe menunjukkan sisi yang peduli dengan teman-temannya, dia tidak bisa memaksa melakukan apa pun yang tidak diinginkannya.

“Un. ...Kita tidak bisa memaksanya, kan?”

Amikura pun sama, dia pasrah jika Ichinose sudah menyerah.

Jika seseorang sudah menyerah, memaksa mereka untuk mengejar Kelas A memang hal yang sangat kejam.

“Namun, itu bukanlah tindakan yang dapat diterima sebagai seorang pemimpin. Kita harus segera laporkan itu ke kelas.”

Paling tidak mereka bisa berharap dia tidak menjadi beban. Dalam hal itu, Ichinose pasti tidak ingin membuat masalah bagi teman-temannya, jadi mereka tidak perlu khawatir. Karena mudah sekali membayangkan dia akan berkontribusi sebanyak mungkin untuk membantu teman-temannya dengan kemampuan terbaiknya.

“Jika dia menyerah, maka aku ingin dia menyatakan niatnya dengan jelas lebih awal. Karena tidak akan ada hasil yang baik jika dia memaksakan dirinya menjadi pemimpin tanpa memiliki niat untuk mencapai Kelas A.”

“Makanya jangan khawatir. Nyatanya, Ichinose tidak mengatakan apa-apa, bukan?”

“Yang aku takutkan adalah sifat manusia yang baik dari Ichinose. Sama seperti yang kukatakan sebelumnya, gimana jika dia hanya pura-pura dan menyembunyikan kenyataan bahwa dia sudah menyerah? Tidak ada yang lebih sulit dari ini untuk kelas kita.”

Dia memilih untuk tidak mengungkapkannya secara terang-terangan bawah dia sudah menyerah karena dia peduli dengan teman-temannya.

Jika Ichinose benar-benar sudah menyerah, maka kemungkinan seperti itu tidak dapat disangkal.

“Kurang lebih aku mengerti apa yang ingin kamu katakan, tapi... Jadi, untuk mencegah hal ini, kerja sama dengan Himeno-san sangat diperlukan?”

“Bukan itu saja. Dengan mengumpulkan orang yang bisa memberikan masukan kepada Ichinose, kelas bisa memiliki otak yang lain. Kita harus memiliki pilihan kedua selain hanya mengandalkan pemimpin.”

“Rasanya, itu agak mirip dengan pengkhianatan ya?”

Kelas yang dipimpin oleh Ichinose itu harus bersatu. Atau begitulah seharusnya. Bagi Amikura, yang memiliki pikiran seperti itu, tindakan orang-orang seperti Kanzaki mungkin terlihat seperti pengkhianatan.

“Aku merasa kita harus bertindak sekarang sebelum terlambat. Makanya, kami sedang mempersiapkannya.”

“Begitulah. Meskipun seperti yang ditunjukkan oleh Ayanokōji, masih ada banyak kekurangannya...”

Pada awalnya, Watanabe dan Amikura tidak terlalu memikirkan hal ini, tapi mereka akan memahami situasinya.

Tapi diskusi ini tidak berakhir dengan kesepakatan yang jelas.

Bahkan Kanzaki tampaknya sangat menyadari hal ini, dan suasana canggung tidak menghilang.

Kurasa sudah cukup jelas sekarang mengenai alasan kenapa Ichinose keluar dari OSIS.

Kalaupun ini diteruskan, jumlah informasi yang kami miliki saat ini mungkin tidak membuat kami lebih dekat dengan kebenaran.

Menghabiskan waktu dalam diskusi yang tidak ada jawabannya adalah sia-sia.

“Kanzaki. Sudah saatnya aku ingin mendengar apa yang ingin kamu katakan padaku.”

“Hm? A-ah.”

Kanzaki melihat ponselnya untuk mengecek waktu, seakan-akan mengingat sesuatu.

“Alasan aku memanggilmu hari ini adalah untuk mengenalkanmu dengan rakan baru kami, Ayanokōji. Dia datang terlambat karena ada urusan lain yang tidak bisa dia lewatkan pagi ini, tapi dia harusnya sudah tiba sekarang.”

Selama sekitar 20 menit setelahnya, kami beralih ke obrolan ringan tanpa topik yang berat.

Kami menunggu sambil membicarakan perjalanan sekolah sebelumnya.

“Permisi.”

“Selamat datang, Hamaguchi.”

Hamaguchi? Ketika aku mengalihkan pandanganku, aku melihat Hamaguchi Tetsuya dari kelas Ichinose.

“Jangan bilang Hamaguchi-kun...? Tidak mungkin, mengejutkan...”

Bertatapan dengan Watanabe, Amikura terlihat terkejut melihat orang yang tidak dia perkirakan akan hadir.

“Hai Ayanokōji-kun. Mungkin ini pertama kalinya kita bertemu langsung sejak ujian di pulau tak berpenghuni.”

“Mungkin. Waktu itu kamu sudah memperlakukanku dengan baik.”

Di tengah tuntutan untuk menghemat makanan, aku masih ingat bagaimana mereka menyambutku dengan ramah padahal aku hanya orang asing.

“Aku tidak melakukan hal besar. Lebih penting lagi, di mana aku harus duduk?”

“Untuk saat ini... tolong kamu duduk di sebelah sini, Hamaguchi.”

Kanzaki berdiri dari tempat duduknya dan menuntun Hamaguchi ke sampingnya.

“Jadi Hamaguchi yang harusnya nyusul bergabung ya?”

“Ya. Bisa dibilang, hanya Hamaguchi untuk saat ini.”

Dengan kata lain, hanya 3 orang jika Watanabe dan Amakura yang ikut secara tidak terduga tidak dihitung.

“Aku sudah bicara dengan Hamaguchi untuk minta kerjasamanya dalam masalah ini.”

“Dengan kata lain, dia adalah rekan resmi ketiga ya.”

Kanzaki dan Himeko teringat pada seseorang yang dapat mengubah Ichinose.

Tentu saja, Watanabe dan Amikura mungkin tidak memahami situasinya.

Namun, kehendak Kanzaki jugalah yang membuat mereka berdua ada di sini, meskipun secara kebetulan.

Jika ia menganggap mereka mengganggu, ia bisa menolak mereka dan menudanya di lain hari.

“Kita sudah sampai di titik di mana kita harus mulai bergerak.”

Kata Kanzaki dengan semangat yang lebih tinggi, Himeno hanya mengangguk dalam diam.

“Tunggu, Hamaguchi-kun. Aku sudah dengar dari Kanzaki-kun, tapi apa kamu sadar apa yang akan kamu lakukan?”

“Kondisi mental Ichinose-san sangat tidak stabil. Tidak bijak untuk membiarkannya seperti ini. Ini bukan karena Kanzaki-kun menunjukkannya, tapi sesuatu yang aku pikirkan sejak aku menjadi siswa tahun kedua.”

Rupanya Hamaguchi sudah menyadari kegelisahan Ichinose sejak lama.

“Serius? Aku belum pernah lihat tanda-tanda seperti itu sebelumnya.”

“Itu wajar saja. Karena kelas membenci suasana seperti itu. Tidak ada yang akan mengikutiku bahkan jika aku mencoba mengambil tindakan sendiri. Karena kita semua sudah melihat bagaimana Kanzaki-kun telah menderita selama ini.”

Meskipun aku tidak tahu detailnya karena aku dari kelas lain, kebenaran dan beratnya dapat dibaca dari gerak-gerik dan ekspresi teman-teman sekelasnya yang ada di sini.

“Aku tidak ingin menjatuhkan Ichinose-san sebagai pemimpin. Tapi aku selalu ingin menjadi teman yang bisa mendukungnya ketika dia kesulitan. Undangan Kanzaki-kun kali ini adalah waktu yang tepat.”

“Saat aku terisolasi selama ujian khusus suara bulat, Hamaguchi pun selalu memperhatikanku tanpa diketahui orang lain di sekitarnya. Aku yakin dia bisa mengerti dari sikap dan kata-katanya.”

Dia memahaminya dengan baik dengan mengamati sekelilingnya.

Hamaguchi adalah kehadiran yang andal dan pada saat yang sama dapat diandalkan.

Dia mungkin memiliki peran dan potensi yang mirip dengan Yōsuke di kelas Horikita.

“...Apakah itu keputusan yang baik, untuk memberi tahu aku dan Amikura rahasia seperti itu?”

“Ini pertaruhan. Meskipun bergerak dengan hati-hati dan diam-diam itu penting, aku menilai bahwa kita tidak punya banyak waktu mengingat Ichinose juga keluar dari OSIS. Jika aku tidak bisa meyakinkanmu Watanabe dan Amikura, maka kami akan segera menemui jalan buntu.”

Dari kontak yang kebetulan, Kanzaki telah melihat cahaya dan memilih untuk bergerak maju.

Komentar Amikura sangat pro-Ichinose, tapi ia juga memiliki pendapatnya sendiri.

“Aku senang kamu mempercayai kami, tapi...”

“Yah, kami sudah berjanji untuk tidak memberi tahu siapa pun, sih.”

Keduanya tampak bingung, tapi tidak terlihat tanda-tanda mereka akan mengkhianati Kanzaki.

“Aku tidak minta kalian untuk langsung ada di pihak kami. Tapi, aku ingin kalian sedikit merubah pemikiran kalian yang selama ini hanya menyerahkan pengambilan keputusan kepada Ichinose. Mulai sekarang, perlahan-lahan.”

“Lain cerita jika kamu mencoba melakukan sesuatu yang buruk, tapi jelas sekali bahwa kamu bertindak demi kebaikan kelas. Mungkin tidak bisa langsung, tapi aku akan memikirkannya.”

Jawab Watanabe yang kurang lebih sudah paham, dengan sedikit melemaskan pipinya.

“Aku mungkin belum bisa... mengatakannya dengan pasti. Tapi, seperti kata Watanabe-kun, aku tidak akan memberitahu Honami-chan tentang hal ini. Itu saja yang bisa aku katakan sekarang...”

“Itu sudah cukup.”

Bahkan jika dia dengan paksa meminta lebih dari itu di sini sekarang juga, dia tidak akan mendapat jawaban yang memuasakan.

“Ngomong-ngomong, rencana konkrit kalian mulai sekarang apa?”

“Konkrit, ya. Langkah pertama untuk menyelamatkan kelas———”

Kanzaki hendak melanjutkan kata-katanya, tapi tiba-tiba ia melihat ke arah pintu, yang dibuka dengan kuat.

“Ooh! Kami permisi masuk~!”

Ishizaki dan Komiya masuk ke dalam ruangan karaoke tanpa izin.

Apakah seseorang dalam ruangan ini memanggil kedua orang ini? Pikirku begitu, tapi sepertinya tidak.

Atmosfer di ruangan ini jelas sangat berbeda dari sebelumnya.

“Kalian ngapain kumpul-kumpul di hari libur? Ajak aku juga dong.”

Tidak mungkin dia tahu aku ada di dalam kumpulan itu, di sinilah tatapan Ishizaki menoleh ke arahku untuk pertama kali.

“Eh, loh... kok Ayanokōji ada di perkumpulan ini?”

“Justru kenapa kalian berdua ada di sini?”

“Kalau ditanya kenapa, yah, ada banyak alasan. Iya, kan?”

Ishizaki yang tampak agak canggung, mengalihkan pandangannya ke arah Komiya.

“Y-ya. Waktu kami berdua datang ke karaoke, kami melihat kalian. Kami pikir lebih seru nyanyi bareng banyak orang ketimbang berdua saja.”

Katanya sambil mengetuk-ngetuk bagian kaca pintu ruangan karaoke.

“Kita sama sekali tidak akrab, kan?”

Potong Amikura atas jawaban Ishizaki dan Komiya.

“I-itu, kau tahu. Makanya kami kesini, kan? Agar bisa memperdalam hubungan kita melalui bernyanyi.”

Jelas sekali dia sedang coba menacri-cari alasan.

Tidak mau membiarkan sandiwara ini terus berlanjut, Kanzaki mengungkapkan tujuan kedua pria tersebut.

“Sejak hari ujian khusus diumumkan, setiap hari kelas Ryūen selalu mendatangi kami tanpa alasan.”

“Rasanya seperti, keknya sudah pernah ya?”

Tidak terlihat tanda-tanda kemarahan, tapi Amikura melipat tangannya heran.

“Apanya tanpa alasan, itu berlebihan?”

“Kalian masuk ke ruangan grup lain tanpa izin, apa itu bukan contohnya?”

“Kami datang cuman untuk lihat teman seangkatan kami. Aku ingin tahu lagu apa yang kalian nyanyikan, dan jika terdengar seru, kami ingin gabung, itu saja.”

Ishizaki melontarkan serangkaian alasan yang tidak masuk akal untuk membenarkan Komiya, tapi tidak ada yang mempercayainya.

“Sayang sekali, bukan pertemuan belajar kelompok hari ini.”

“...Kelihatannya begitu.”

Ishizaki menyadari bahwa tidak ada alat belajar di atas meja dan menggaruk kepala.

Kelas Ryūen berhadapan dengan kelas Ichinose. Ishizaki dkk sangat kalah dalam kemampuan akademik, jadi mereka mungkin lebih fokus untuk menyabotase lawan daripada belajar dengan benar. Dari ucapan [sudah pernah] dari Amikura juga, sepertinya ini bukan pertama kalinya tindakan seperti ini terjadi sejak kompetisi diumumkan.

“Jadi bisakah kalian pergi?”

Entah ya kalau mereka sedang belajar, tapi karena situasinya hanya terlihat sebagai sebuah grup yang sedang menikmati karaoke, tidak ada alasan bagi Ishizaki dan Komiya untuk tetap berada di sini.

“Cih. Ayo ke tempat lain, yang lain.”

Pada akhirnya, dengan terang-terangan mengakui, Ishizaki dan Komiya meninggalkan ruangan sambil mendecakkan lidah.

“Dasar orang-orang yang tidak berguna. Tidak, tapi semuanya itu karena perintah dari Ryūen.”

“Betul. Mereka hanya mikirin gimana menghalangi orang lain daripada belajar dengan serius.”

“Sama seperti ujian akhir tahun lalu ya.”

Waktu itu, Ryūen melakukan tindakan yang sangat berbahaya meskipun itu juga demi kemenangan. Kurasa dia tidak akan melakukan hal yang berlebihan kali ini, tapi aku tidak tahu cara apa yang akan Ryūen gunakan.

“Mereka dipaksa buat matuhin perintah yang nggak masuk akal nggak ya?”

“Jangan khawatir. Aku juga sudah siapkan tindakan pencegahan. Tentu saja, aku tidak akan lengah karena belum pasti tidak akan ada masalah di masa depan.”

Kanzaki berdiri dan memastikan bahwa Ishizaki dan Komiya benar-benar sudah pergi sebelum kembali ke kursinya.

“Meskipun ada gangguan yang tidak perlu, kembali ke topik utama. Langkah pertama untuk menyelamatkan kelas adalah dengan segera memeriksa kondisi mental Ichinose. Karena tanpa dia kembali ke keadaan normal, kita tidak akan bisa maju ataupun mundur.”

Dia benar. Sekarang belum ada yang tahu dengan pasti keadaan Ichinose yang sebenarnya.

“Kalau saja ada cara untuk sepenuhnya memahami situasi saat ini...”

“Kurasa satu-satunya cara adalah kita harus berada dekat dengan Honami-chan.”

“Apa bedanya dengan selama ini?”

“Eh? A-aku juga tidak tahu bedanya kalau ditanya...”

“Karena kalian diam saja, hanya diam terus seperti itu makanya kita berada di situasi saat.”

“Oi, Kanzaki, jangan terlalu nyalahin gitu sih. Kita di sini bebas untuk mengeluarkan pendapat kita, bukan?”

Dengan nada yang sedikit marah, Watanabe menyela ceramah Kanzaki dan melanjutkan.

“Padahal ia sudah memberanikan diri mengusulkan ide, jika dia disudutkan seperti itu, bakal sulit buat dia mengusulkan ide selanjutnya, kan?”

“...Tapi...”

“Tidak, aku pun setuju dengan pendapat Watanabe-kun. Selama ini aku menahan diri untuk tidak bersuara, tapi masalah terbesarnya bukan hanya Ichinose-san. Kupikir nada keras dari Kanzaki-kun juga adalah salah satu penyebabnya.”

Untuk membela Watanabe, Hamaguchi menegur Kanzaki dengan sikap tenang.

“Aku mengapresiasi usaha yang kau lakukan untuk kelas kita, Kanzaki-kun. Tapi jika itu akhirnya jadi usaha yang sia-sia apa gunanya?”

Meskipun hanya sedikit anggota yang berkumpul, mereka memiliki keinginan yang kuat.

Artinya meskipun mayoritas siswa memuja Ichinose, ada juga yang meragukannya.

Namun, Hamaguchi dan Watanabe juga tidak bisa mengungkapkannya di depan banyak orang.

Itulah sebabnya, dengan Kanzaki yang mengambil inisiatif dan maju, mereka bisa mengeluarkan pendapat dengan bebas.

“Kupikir berada didekatnya bukan ide buruk. Kurasa Ichinose-san tidak akan mudah menjawabnya jika kita maksain untuk bertanya, jadi penting untuk mengamati dan menilainya secara alami.”

“Mau ngabisin waktu lama? Di situasi segenting ini. Tidak ada waktu untuk itu.”

“Tidak, itu tergantung pada caramu mendekatinya. Karena kita pada dasarnya hanya mengenal Ichinose-san sebagai pemimpin. Tapi Amikura-san berbeda. Ada cukup banyak kesempatan untuk main dengannya dihari libur, bukan? Peluangnya pasti lebih banyak di sana.”

Amikura mengangguk kuat sebagai penegasan.

“Ada lebih banyak kesempatan adalah keuntungan. Tapi... di saat yang sama, ada juga kerugiannya. Karena Amikura-san dan yang lainnya sering bersama Ichinose-san setiap hari, dia juga jadi mudah untuk waspada dan sulit juga untuk mendapat kepercayaannya, menurutku.”

Ada tata krama bahkan di antara teman yang akrab. Amikura tidak bisa begitu saja menanyakan segalanya.

“Ah, iya. Aku punya ide yang ideal untuk itu.”

Himeno, yang paling jarang berbicara, mengangkat tangannya dengan ringan lebih cepat dari yang lain.

“Beritahu aku.”

“Bagaimana kalau minta Ayanokōji-kun buat melihat keadaan Ichinose-san di hari libur? Terus, dia nanti bisa nanyain berbagai hal secara alami. Siswa dari kelas lain bisanya tidak akan dipercayai, tapi jika dia orang yang dia sukai, maka kewaspadaannya pasti akan berkurang, bukan?”

“Itu mungkin ide bagus. Ichinose-san pun tidak akan merasa tidak senang jika dia diajak oleh orang yang dia sukai, seperti kata Himeno-san juga, kewaspadaannya pasti akan berkurang———”

Hamaguchi tampaknya juga tahu kalau Ichinose jatuh cinta padaku.

“Tapi seperti katamu tadi, Ayanokōji itu berasal dari kelas lain. Itu akan menjadi masalah terbesar.”

“Tapi kamu percaya padanya, bukan? Kau bahkan mengundangnya ke diskusi sepenting ini.”

Balas Himeko tajam, membuat Kanzaki terdiam.

“Ayo kita minta dia mencari tahu hal-hal yang tidak bisa dilihat oleh kita, teman sekelasnya.”

“Hei, tunggu sebentar. Aku mengerti apa yang ingin kamu katakan, Himeno, tapi Ayanokōji itu sudah punya pacar, kan? Dia Karuizawa kau tahu, Karuizawa, itu bisa menimbulkan banyak masalah, bukan?”

“Honami-chan terlalu menonjol. Jadi kalau dia jalan berduan dengan laki-laki, mungkin akan muncul gosip. Setidaknya harus dapat izin dari Karuizawa-san. Bukti kalau itu bukan kencan... aa tapi, Honami-chan beneran suka Ayanokōji-kun, mana bisa minta izin ya....”

Siswa-siswi ini mulai memakai namaku seenaknya sendiri dan heboh sendiri.

“Pertanyaannya, bisakah kita melanjutkannya tanpa mengurus masalah Honami-chan? Aku paham kalau ini untuk kebaikan kelas, tapi.... aku agak tidak suka karena ini seperti memanfaatkan perasaan seseorang.”

Tidak heran jika Amikura, yang terlihat sangat akrab dengannya, mengeluh seperti itu.

Sejauh ini kelas Ichinose sudah berjalan berpusat pada Ichinose dalam senang maupun susah.

“Ini bukan tentang melakukan persiapan untuk ujian khusus tanpa izin. Ini adalah salah satu tindakan untuk Ichinose. Memberitahu orang yang bersangkutan kalau kita khawatir dengan jalan pikirannya itu aneh, bukan?”

Kanzaki berusaha meyakinkan Amikura, tapi ia tidak sepenuhnya setuju dengan itu.

“Sewaktu ujian khusus suara bulat, aku tahu kalau Kanzaki-kun ingin pindah kelas. Aku tidak akan bilang kalau itu hal yang buruk. Tapi, menurutku tindakan diam-diammu yang berkonsultasi dengan Ayanokōji-kun dan menggandeng Himeko-san di belakang layar bukanlah tindakan yang patut dipuji.”

Sebagai anggota kelas Ichinose yang cenderung mementingkan transparansi, itu pola pikir yang alami ya.

“Jika aku bertindak dengan berani, pasti akan ada yang keberatan. Itulah sebabnya aku tidak sendirian, Himeno dan Hamaguchi membantuku untuk melawan argumen yang menentangku.”

Bahkan di tempat ini, lebih dari separuh orang ada di pihak Kanzaki.

Jika Kanzaki sendirian, dia harus bertarung 1 lawan 4, tapi sekarang ini praktis 3 lawan 2.

Dengan adanya sekutu, pertolongan dari bala bantuan juga dapat diharapkan.

“Kesimpulannya adalah kencan dengan Ayanokōji-kun, kan?”

Himeno mencoba menarik kesimpulan, tapi ekspresi Amikura tetap kaku dan ia tidak mengubah posisinya.

“Himeno-san kelihatannya sama sekali tidak ragu, apa kamu sangat tidak puas dengan kinerja Honami-chan?”

“Aku...”

“Aku paham soal Kanzaki-kun. Dia selalu ada di sisi Honami-chan memberi masukan dan terkadang bahkan bersikeras dengan pendapatnya sendiri. Tapi aku belum pernah mendengarnya dari Himeno-san.”

“Himeno———”

Kanzaki hendak menyanggah mewakili Himeno, tapi Hamaguchi menghentikannya dengan tangannya.

“Jika hal sepenting ini tidak dia ungkapkan dari mulutnya sendiri, menurutku itu tidak akan ada artinya.”

Masuknya Hamaguchi yang mampu melihat seluruh situasi dan menilai hal-hal secara objektif sungguh efektif.

“Daripada tidak puas... aku hanya tidak begitu suka dengan sikap bahwa semua orang harus bergandengan tangan dan berteman baik. Ini bukan hanya baru-baru ini, tapi sejak sebelum aku masuk ke sekolah ini. Aku juga tidak terlalu suka bergaul dan lebih merasa nyaman saat sendirian.”

Mungkin selama ini Amikura sama sekali tidak tahu kalau dia punya pikiran seperti itu.

“Tapi aku tidak terlalu pandai dalam bicara dan aku merasa lebih mudah diam saja mengikuti arus. Makanya jika diajak main, aku hanya diam dan ikut saja, dan jika semua orang mematuhi Ichinose-san, aku juga diam dan mematuhinya karena lebih mudah begitu. Itu saja.”

Himeno sudah puas dengan membiarkan dirinya terbawa arus tanpa menyatakan pendapatnya.

“Tapi, dalam hati aku selalu berpikir. Hanya dengan metode Ichinose-san, kita tidak akan bisa naik ke kelas A. Tapi tidak ada pilihan lain. Aku terbawa arus karena jika semua orang diam dan patuh, maka aku juga harus patuh.”

Himeno yang masih sulit untuk menatap mata orang lain, terus berbicara sambil terus menatap ke arah layar monitor yang terus menampilkan gambar.

“Tapi saat aku tahu kalau Kanzaki-kun benar-benar serius ingin mengubah kelas. Aku tidak ingin menyerah untuk lulus sebagai kelas A. Itulah sebabnya———aku bertaruh pada itu.”

“Jadi kita memiliki dua pilihan, apakah akan terbawa arus yang mudah dan berakhir di kelas B kebawah atau berusaha keras untuk lulus sebagai kelas A.”

Setelah mendengar pemikiran Himeno yang belum pernah ia dengar sebelumnya, Watanabe bergumam.

“...Begitu ya. Aku paham perasaanmu, Himeno-san. Ternyata aku tidak benar-benar memahamimu ya.”

“Itu wajar saja. Soalnya aku tidak pernah bicara dari hati.”

Tapi itu juga berlaku untuk Ichinose. Sampai sejauh mana dia bicara dari hati, hanya bisa diketahui dari ucapannya sendiri.

Meskipun dia agak tidak puas dengan metodenya, Amikura juga memahami situasinya.

“Sebagai perwakilan kelas aku minta tolong. Tolong cari tahu tahu bagaimana kondisi mental Ichinose dan niat dia kedepannya dengan keluar dari OSIS. Apakah ia masih berpikir bisa menang? Aku ingin mendengar isi hatinya.”

Setelah mencapai kesimpulan, Kanzaki berkata begitu dan membungkukkan kepalanya padaku.

“Karena aku sudah ikut sejauh ini, aku tidak punya alasan untuk menolaknya...”

Kataku, Kanzaki yang biasanya jarang tersenyum, terlihat senang dan mengucapkan terima kasih sambil menundukkan kepalanya.

“Tapi, gimana dengan masalah Karuizawa?”

“Tidak ada cara lain, cukup jelaskan situasinya dan buat dia mengerti.”

“Mau jelasin situasinya, tapi ini soal kelas lain, loh? Apa mungkin Karuizawa-san bakal terima kalau kamu ingin membantu kami? Atau malah dia bakal curiga?”

“Soal itu jangan khawatir.”

Meskipun permintaan tiba-tiba, ini kesempatan yang bagus untuk menguji apa yang ingin aku uji.

Related Posts

Related Posts

3 comments