Bab 3
Bagaimana Menghabiskan Waktu dengan Kelas Ichinose
5
Ketika berjalan pulang bersama Himeno ke asrama, aku menemukan Kei yang sedang duduk di bangku dan memegang ponsel.
“Dah ya, sampai jumpa lagi.”
Himeno yang langsung membaca suasana, berjalan cepat menjauh dari sampingku.
Dia memberikan anggukan ringan kepada Kei yang sedang duduk di bangku, dan langsung berjalan kembali ke asrama.
“Ngapain kamu di sini? Belum balik ke kamar?”
“Ngapain katamu? Kelihatannya aku lagi ngapain?”
“Menunggu seseorang.”
“Benar. Lalu, siapa itu yang aku tunggu? 1) Ike-kun; 2) Minami-kun; 3) Kiyotaka.”
Katanya sambil mengacungkan satu jari setiap kali menyebutkan pilihan itu.
“Pertanyaan yang sangat sulit ya. Tapi nomor 1 sih kayaknya yang paling mungkin benar...”
“Kalau salah, maka ada hukumannya.”
“Sebelum kujawab, aku ingin tahu dulu apa hukumannya?”
“Apa ya. Bagaimana kalau kutulis Kei-chan love di dahimu pakai spidol. Dan kamu harus pergi ke sekolah seperti itu?”
“Oke, aku pilih nomor 3.”
“Cepat banget! Segitunya nggak mau dihukum!?”
Seru Kei sedikit marah, tapi kemudian ia berdiri dan berjalan di sampingku.
“Jadi? Gadis tadi itu Himeno-san, kan? Kenapa dia jalan bareng Kiyotaka?”
Meskipun dia tersenyum, dia memberikan tekanan kuat padaku untuk mengatakan alasannya.
“Aku sudah bilang kalau aku akan bertemu Kanzaki, kan? Himeno juga salah satu yang ada di sana.”
“Fuun? Tapi kok Kanzaki-kun dan yang lainnya gak ada, ya?”
“Kami sempat berpisah. Dan kebetulan aku bertemu Himeno dalam perjalanan pulang dan kami mengobrol sebentar.”
“Fuun? Fuun? Yah, karena aku pacarmu, aku akan mempercayai omonganmu, tapiii?”
Meski dia bilang begitu, sepertinya dia masih curiga padaku.
“Tapi kok kalian kelihatannya akrab banget ya.”
“Meragukan. Di tempat gelap seperti ini, kamu tidak mungkin bisa melihat sampai sana.”
“Uh... i-iya sih. Tapi feeling aja gitu! Sudahlah biarin!”
Dia memeluk lenganku seolah-olah tidak ada yang boleh ada di sampingku selain dirinya.
“Ngomongin yang seru-seru aja yuk.”
“Setuju.”
“Kalau begitu, yuk kita pergi bareng ke Keiyaki Mall besok. Natal juga sebentar lagi kan.”
Ia mengajakku sambil menyeringai. Kamu tahu apa maksudku, kan? Ekspresi semacam itu.
“Karena pengakuan Sudō gagal? Kado Natal, kan?”
“Benaar. Aku suka aja dikasih hadiah kejutan, tapi pergi membeli barang yang kuinginkan bareng pacarku juga bukan ide yang buruk, kan?”
Asalkan dia senang menerima hadiah itu jelas lebih baik daripada dia kecewa pada pilihanku sendiri, jadi ini juga membantuku.
“Aku ingin memenuhi harapanmu, tapi besok aku tidak bisa. Bisa minggu depan saja?”
“Eeeh? Apa kamu punya rencana lain lagi?”
Aku sudah memberi tahu Kei sebelumnya kalau aku akan bertemu dengan Kanzaki dan yang lainnya hari ini. Karena Kei tidak punya hubungan dengan Kanzaki dan yang lainnya dan tidak benar-benar paham hubunganku dengan mereka, meskipun dia tampak sedikit heran, tapi dia tidak terlalu mempermasalahkannya....
“Begitulah.”
“Masak nggak bisa sih luwangin waktu sebentar? Besok mau apa emang?”
Menghabiskan waktu dengan Ichinose. Mudah saja untuk menutupi fakta itu. Tapi, sama seperti ketika aku membahas soal Kanzaki dan yang lainnya, konsekuensi dari menyembunyikan hal tersebut sangat besar.
Sosok Ichinose saja sudah cukup menonjol, jika aku berada di dekatnya, mungkin akan muncul rumor yang meresahkan.
Selain itu, Kei memiliki banyak teman dan teman-teman sekelas itu akan menjadi mata dan telinganya.
“Ketemu Ichinose.”
“...Ketemu Ichinose-san?”
Reaksinya jelas berbeda dari saat aku memberitahu dia kalau aku akan bertemu Kanzaki, Kei pun berhenti berjalan.
“Ada siapa lagi? Kanzaki-kun atau Himeno-san?”
“Untuk saat ini tidak ada yang lain. Hanya Ichinose.”
“Apa itu. Aku nggak begitu paham. Ketemu seorang gadis berduaan di hari libur?”
Aku tahu suasana hatinya jelas memburuk, tapi itu wajar saja.
Jika situasinya dibalik, seorang anak laki-laki normal pasti akan menunjukkan reaksi yang sama.
“Ya, seperti itu.”
Ketika aku melihat keadaan Kei dengan mataku, dia menatapku dengan tajam seolah melawan tatapanku.
“Terus?”
“Terus apanya?”
“Biasanya ya, kau akan memberitahuku alasannya, kan? Kami mau bertemu berdua saja, tapi tolong jangan salah paham, ada situasi khusus, misalnya. Kamu tidak boleh bikin pacarmu cemas dong.”
“Kau benar juga. Aku punya beberapa alasan untuk bertemu Ichinose, salah satunya adalah karena Kanzaki dan yang lainnya yang memintaku.”
“...Diminta Kanzaki-kun dan yang lainnya? Lah?”
Kei sedikit lega ketika nama Kanzaki disebutkan di sini.
“Ini belum diumumkan secara resmi, tapi Ichinose sudah keluar dari OSIS. Sekarang banyak yang bingung karena masalah itu.”
“Tu-tunggu sebentar. Serius? Aku agaknya kurang paham, kenapa?”
“Penasaran, kan? Kanzaki dan yang lainnya ingin tahu kebenarannya. Menjadi anggota OSIS adalah hal yang cukup positif untuk kelas soalnya. Jika dia keluar dari OSIS di saat mereka ingin mendapatkan sebanyak mungkin poin setelah turun ke kelas D, wajar saja jika teman-teman sekelasnya terganggu.”
Penjelasanku cukup singkat, tapi kecemasan yang dirasakan oleh Kanzaki dan yang lainnya pasti juga akan tersampaikan pada Kei.
“Tapi Kanzaki dan yang lainnya takut untuk tanya langsung alasannya pada Ichinose. Karena mereka tidak akan sanggup untuk mendengar dari pemimpin mereka bahwa dia sudah menyerah untuk mengincar kelas A.”
“Jadi———sebagai gantinya Kiyotaka akan mencari tahu alasannya?”
“Ya begitulah.”
“Aku paham situasinya, tapi... kenapa Kiyotaka ikut campur dengan kelas Ichinose-san? Bukannya lebih baik dibiarkan saja. Jika kamu membantunya, mereka mungkin bisa menjadi saingan lagi.”
Pertanyaan itu wajar muncul. Ini bukan cerita yang bisa kuceritakan ke Horikita dan yang lainnya.
“Ada alasan untuk mengirim garam ke musuh. Tapi, itu belum bisa kuberitahukan padamu.”
(Tln: sudah lama aku gak lihat Kiyotaka nyebut Kei dengan Omae)
“Belum bisa memberitahuku....? Apa kamu pikir aku akan memberi tahu orang lain?”
“Bukan begitu. Aku tahu kamu bisa menjaga rahasia. Tapi, aku hanya tidak ingin memberitahu siapa pun pada tahap ini tentang apa yang sedang aku rencanakan.”
Ekspresi Kei agak menegang saat mendengar kata-kata tegas yang sengaja aku katakan.
Tapi Kei adalah Kei, sudah tentu wajar jika dia tidak bisa dengan mudah menerima semuanya.
Sepertinya ia mencoba menahan diri sejenak, tapi ia langsung dihujani dengan berbagai pemikiran.
“Aku tahu Kiyotaka sedang memikirkan banyak hal. Aku yakin kau membantu kelas tanpa sepengetahuanku, atau menuruti permintaan Kanzaki-kun dan yang lainnya dan mencari tahu informasi dari Ichinose-san juga pasti itu penting. Tapi, tapi... aku nggak suka, kamu ketemu seorang gadis di hari libur berdua saja... nggak suka aku. Apa nggak ada cara lain? Misalnya ketemu di sekolah atau saat istirahat makan siang saja?”
Seolah ngambek, Kei melihat ke arah lain dengan bibirnya cemberut.
Jika kubilang “Maaf aku yang salah, yang terpenting hanyalah Kei,” maka ceritanya akan menjadi mudah.
Aku telah belajar kalau dalam hubungan percintaan, mengucapkan sepatah kata seperti jangan khawatir itu hal yang penting.
Lalu bagaimana jika sebaliknya? Aku mungkin bisa memperkirakan jawabannya, tapi aku tidak dapat benar-benar mengatakan kalau aku memahaminya tanpa benar-benar mengalaminya.
“Lalu, apa kamu akan menggangguku? Di hari libur, saat aku bertemu Ichinose, kamu bisa melabrak kami?”
“Ma-mana mungkin aku...”
“Melakukan itu, kan? Tak ada untungnya melakukan itu. Kalau begitu, kita sudah selesai membicarakan ini. Kita akan pergi membeli kado Natal minggu depan, jadi seharusnya tidak ada masalah.”
Hanya dengan tidak mengucapkan kata-kata yang lembut, suasana di sekitar bisa berubah menjadi seberat ini dalam sekejap.
Sosok Kei yang tadi terlihat senang saat menunggu diriku di bawah langit yang dingin telah menghilang.
“Udahlah. Kan Kiyotaka punya pemikiran sendiri ya. Aku nggak punya hak buat ngomong apa-apa.”
Bukan hanya ekspresinya, bahkan emosinya pun telah menghilang entah kemana.
“Aku mau mampir ke minimarket sebentar sebelum pulang. Kamu pulang saja duluan.”
Katanya, lalu dia berlari ke arah minimarket tanpa melihatku.
Tapi langkah kaki Kei terlihat cepat dan lambat, aku tahu dari punggungnya kalau ia berharap aku mengejarnya.
Aku cukup mengejarnya langsung dan bilang kalau aku minta maaf, aku akan memikirkan lagi cara bertemu Ichinose.
Dengan itu sudah cukup untuk bisa mengembalikan suasana hatinya seperti sebelumnya.
Tapi aku putuskan untuk mengalihkan pandanganku dari punggungnya dan kembali ke asrama.
Dengan begitu, keretakan hubungan di antara kami akan semakin besar.
Bagaimana reaksi Kei, sikap seperti apa yang akan ia tunjukkan?
Lalu apa yang kurasakan dan bagaimana tindakanku terhadap itu.
Ini akan jadi kesempatan yang bagus buatku untuk mengalami semua itu.
Akhirnyaaaa ditunggu ya min next chap nya!! Semangat min!
ReplyDeleteKei jadi objek percobaan Ayanokouji selanjutnya.
ReplyDeleteNtaps di tunggu next chaptnya min
ReplyDeletemantap kiyotaka lanjutkan
ReplyDeleteJadi pada dasarnya yg di test sama ni orang bukan cuman pacarnya, tapi juga dirinya sendiri.
ReplyDeleteSerem juga ya ayano-family ini. Semua hal dijadikin objek percobaan sama mereka ; anak-anak, keluarga bahkan diri sendiripun gak terkecuali 😅
kiyotaka ajg, gini aja dieksperimen sama dia, beneran textbook dah tuh wkwka
ReplyDelete