-->

Cari Blog Ini

You-Zitsu LN 2nd Year Vol 9 Bab 4 Part 2 Indonesia

Bab 4

Bagaimana Menghabiskan Hari Libur


2


Selama sekitar satu jam, aku bersama Ichinose dan Amikura melanjutkan aktivitas di gym bersama-sama.

Ketika waktunya hampir udahan, Amikura membaca suasana dan bilang kalau ia akan tinggal sebentar, jadi aku dan Ichinose berganti pakaian terlebih dahulu dan berkumpul di meja penerima tamu.

Sementara itu, aku mendapatkan brosur gym untuk mempertimbangkan bergabung secara resmi.

Meskipun meningkatkan pengeluaran beberapa ribu poin setiap bulan itu akan menjadi pukulan, tapi tak ada salahnya sesekali mengeluarkan keringat.

Karena dalam dua tahun terakhir, aku hampir tidak melakukan aktivitas fisik secara sukarela, aku menyadari lagi bahwa kemampuanku telah menurun signifikan, jauh dibandingkan saat pertama masuk sekolah. Meskipun aku tidak bisa kembali ke kondisi awal, aku sampai pada kesimpulan bawah aku perlu meningkatkan kemampuan fisikku setidaknya sampai pada tingkat tertentu.

Setelah berganti pakaian, aku meninggalkan gym bersama Ichinose dan kembali ke bagian dalam mal.

“Kamu dapat brosur?”

“Aku sedang mempertimbangkan untuk serius ikut berlatih di gym.”

“Oh begitu, maka... mungkin kita nanti akan lebih sering bertemu ya.”

“Ya.”

“Gitu ya...”

“Habis ini mau apa?”

Aku bertanya apa kegiatannya setelah ini karena rutinitasnya seharusnya tidak hanya pergi ke gym.

“Aku sering mampir untuk melihat-lihat di toko buku. Lalu aku juga melihat-lihat toko serba ada. Tapi, hari ini aku merasa lebih lelah dari biasanya, jadi mungkin aku ingin istirahat sebentar. Bolehkah aku istirahat sebentar di bangku?”

Meskipun latihannya sama, konsumsi stamina juga berbeda tergantung pada lingkungan.

Penting juga untuk memilih beristirahat daripada memaksakan rutinitas.

“Yakin nggak ke kafe sekalian?”

“Ya. Kan, terlalu mencolok di sana.”

Rupanya dia menyarankan itu sambil memikirkanku.

“Aku senang dengan niatmu, tapi nggak usah terlalu dipikirkan. Kenapa kita nggak ke kafe saja?”

“Beneran? ...Aku nggak keberatan kalau Ayanokōji-kun maunya begitu.”

Justru jika kami menghindari terlihat oleh orang lain, itu akan terlihat lebih mencurigakan.

Sesekali minum teh dengan lawan jenis di kafe tak lebih dari rutinitas biasa.

Karena dia terlalu memikirkan hal itu, justru yang membuatnya terlihat istimewa.

Aku mengingatkannya untuk bersikap seperti biasa saja, dan kami pun pergi ke kafe. Sebagai pertimbangan, kami memilih kafe di lantai dua yang le

bih kecil daripada kafe di lantai pertama yang lebih sering ramai orang.

Kami berdua membeli minuman pilihan kami sendiri dan duduk di meja.

“Bolehkah aku bertanya padamu, Ayanokōji-kun?”

“Bertanya? Silahkan apa saja.”

“Alasan kamu mengajakku keluar hari ini, apakah itu ada hubungannya dengan aku berhenti dari OSIS?”

Dia bertanya dengan ragu-ragu, tapi tidak salah lagi Ichinose sepertinya yakin tebakannya benar.

Mungkin ia sudah tahu sejak saat aku mengajaknya keluar tiba-tiba di hari libur.

“Kalau aku bilang tidak ada hubungannya, itu pasti bohong.”

“Bener kan. Aku senang kamu jujur.”

Kata Ichinose sambil tersenyum sedikit, meskipun tatapan matanya masih menghindar.

“Aku juga terkejut waktu kamu mutusin untuk keluar dari OSIS. Kupikir kamu bisa menang dalam pemilihan ketua OSIS melawan Horikita.”

Ichinose telah berkontribusi untuk OSIS sejak tahun pertama, serta kepribadian dan kemampuannya. Di sisi lain, Horikita baru masuk ke OSIS telat satu tahun, tapi karena gelar kakaknya sebagai Ketua OSIS dan saat ini dia berada di kelas B yang memiliki mementum, prediksi tentang kemenangan keduanya cukup seimbang.

“Jika ada pemilihan ketua OSIS, kamu akan dukung siapa, Ayanokōji-kun? Bercanda deng.... Itu pertanyaan bodoh ya.”

Sebelum bicara mana yang lebih aku suka, Horikita adalah teman sekelasku saat ini.

Demi kenaikan kelas, akan lebih menguntungkan jika ada teman sekelas yang menjadi ketua OSIS.

“Aku pribadi memiliki pandangan netral. Aku tidak merasa perlu mendukung Horikita hanya karena dia teman sekelas. Jika Nagumo menyodorkan Horikita, aku akan mendukung Ichinose seperti biasa.”

Ini juga adalah perasaanku yang jujur, tapi Ichinose mungkin menganggapnya sebagai sanjungan.

Meskipun dia senang, dia merasa bersalah.

“Tapi... maka aku yakin kamu tidak akan menang. Aku bukan tandingan Horikita-san.”

Bahkan sebelum bertarung, Ichinose tidak yakin bisa mengalahkan Horikita.

Tapi itu bukan karena perbedaan kemampuan, tapi karena dia kalah mental.

“Semuanya selesai sebelum aku mengecewakanmu, Ayanokōji-kun, jadi aku senang aku keluar dari OSIS.”

“Kita tidak akan tahu hasilnya sebelum bertarung.”

“Aku sudah senang kamu bilang begitu. Terima kasih.”

“Tapi, kamu memutuskan untuk keluar dari OSIS sebelum itu, bukan?”

“Ya.”

“Apa mungkin itu ada kaitannya dengan kejadian di perjalanan sekolah itu? Jika ya, maka———”

“Nggak kok.”

Ichinose dengan tegas menyangkal kata-kataku.

Cangkir kertas di tangannya digenggam begitu kuat sehingga hampir bengkok.

(Tln: detail kek gini ini penting untuk membaca kebenaran dibalik kata-kata lawan bicara)

“Aku sudah memikirkannya sejak sebelum itu. Aku tidak cocok untuk OSIS. Aku tidak memiliki kemampuan, dukungan dari orang lain, dan yang lebih penting———aku memiliki masa lalu yang tidak bisa dihapus.”

Wajah samping Ichinose membuatku teringat pada saat di perjalanan sekolah, tapi ia tidak menangis seperti saat itu. Sepertinya ia tidak ingin terus menjadi lemah.

“Tapi kau tau... meski begitu, aku tidak sepenuhnya menyerah. Aku yakin di kelas ada yang khawatir apakah aku sudah menyerah untuk naik ke kelas A, tapi itu tidak benar.”

“Jadi kau masih bertekad untuk mengincar kelas A?”

“Jika kau tidak punya keberanian untuk melangkah maju, aku bisa membantumu. Kata-kata yang Ayanokōji-kun berikan padaku. Mendengar itu, aku bisa mengambil keputusan pada malam perjalanan sekolah itu.”

Saat dia mengatakan itu, Ichinose tersenyum dan bertatapan dengan mataku.

“Aku masih bisa bertarung. Tapi aku merasa bahwa ini bukanlah pertarungan yang bisa aku menangkan jika aku disibukkan dengan hal lain. Aku merasa kalau terus menjadi anggota OSIS adalah suatu kemewahan, atau beban pikiran yang tidak perlu.”

Jadi itu alasan dia keluar dari OSIS, ya?

“Ah... tapi jadinya itu aku keluar dari OSIS mungkin memang karena kejadian di perjalanan sekolah.”

“Sepertinya begitu.”

Dengan sedikit candaan, Ichinose tersenyum dan menyipitkan matanya.

“Keluarnya aku dari OSIS dan apa yang ku pikirkan sebelum keluar. Aku akan memberitahu semua orang di kelas apa yang baru saja kukatakan padamu Ayanokōji-kun di akhir minggu. Tidak baik jika aku terus disalahpahami.”

“Itu bagus.”

Jika teman-temannya tetap tidak tahu apa yang dia pikirkan, itu akan menjadi masalah ketika mereka harus berhadapan dengan kelas Ryūen.

Semua yang ia katakan di sini kurasa bisa dianggap sebagai pikiran Ichinose yang sebenarnya.

Dia mampu mencernanya seiring berjalannya waktu sejak perjalanan sekolah di mana ia tidak stabil adalah keuntungan yang besar.

Dia kehilangan posisi dalam OSIS, yang merupakan salah satu senjatanya, tapi apa yang dia dapatkan lebih besar dari itu.

Mungkin ia telah melepaskan diri dari kekhawatiran itu setidaknya untuk sementara.

Aku mendapat laporan yang bagus untuk diberikan kepada Kanzaki.

“Oh ya. Ini sama sekali tidak ada hubungannya, tapi ada yang ingin aku tanyakan. Bolehkah aku bertanya?”

“Boleh, apa itu?”

Aku ingin melakukan yang terbaik untuk membantu Watanabe.

“Kamu tahu tipe pria seperti apa yang disukai oleh Amikura?”

“Eh?”

Gerakan Ichinose yang hendak minum itu tiba-tiba terhenti.

Tatapannya yang tadi seringkali berputar-putar kini fokus menatap mataku.

Sebaliknya, justru aku sekarang merasa ingin kabur dari tatapannya.

“Kenapa kamu menanyakan itu?”

Suaranya tidak berubah. Tidka menunjukkan tanda-tanda marah juga.

Tapi, kenapa ya?

Suasana Ichinose yang ada didepanku seharusnya tidak berubah, tapi tiba-tiba berbeda dari beberapa detik yang lalu.

“Tidak... jika ditanya kenapa, aku hanya ingin tahu.”

“Hanya ingin tahu? Kamu hanya ingin tahu, tipe pria seperti apa yang disukai Mako-chan? Sama sekali tidak seperti Ayanokōji-kun.”

Aku tidak memiliki jawaban atas pertanyaan itu, tapi suasana yang canggung jadi semakin canggung.

Mau tak mau aku terdiam.

Namun, aku tidak bisa mengatakan apapun tentang keberadaan Watanabe di sini.

“Karena kami satu grup selama perjalanan sekolah, aku mikir kalau Amikura cantik dan populer.”

“Ya, aku tahu kalau Mako-chan itu cantik. Jadi? Apa hubungannya dengan tipe-nya?”

“Hubungannya———tidak ada, kurasa.”

“Ya. Tidak seperti Ayanokōji-kun, kan?”

Dia terus mengatakan kalau itu tidak seperti diriku.

Ngomong-ngomong, dia sama sekali tidak mengalihkan pandangannya.

“Nggak... yah, mungkin benar.”

Suasana tenang yang ada tadi, seolah-olah sudah pergi begitu saja.

Sambil masih memegang cangkir di dekat mulutnya, Ichinose menanyaiku dengan ekspresi yang sama.

“Kenapa kamu ingin tahu tipe Mako-chan?”

“Tidak ada alasan khusus———”

“Tidak ada?”

“Ada, sih. Karena itu aku bertanya.”

Aku menyerah untuk bertatapan mata dengannya dan mengalihkannya ke pelayan kafe.

Ah, sepertinya ada pesanan baru dan dia sedang membuat minuman dengan menggunakan cokelat.

“Apakah kamu bertemu Mako-chan di suatu tempat sebelum bertemu denganku?”

Lanjut tanya Ichinose, tanpa mempedulikan tatapan mataku yang kualihkan.

“...Maksudmu?”

“Waktu kita bertemu secara kebetulan di gym hari ini, anehnya kalian bertukar tatapan. Seperti berbicara dengan mata?”

Jika dia sudah seyakin itu, menyangkal hanya akan memperburuk keadaan.

“Kau menyadarinya ya.”

“Jelas sadarlah. Habisnya aku... selalu melihat dan memikirkan Ayakouji-kun...”

Di sini, akhirnya, tatapan Ichinose yang sejak tadi menatapku berpaling.

Mungkin ia menyadari kalau ia sudah mengucapkan kalimat yang memalukan itu dengan penuh semangat.

“Ini adalah tebakanku. Mako-chan dan teman-teman di kelas pasti khawatir ketika mereka mendengar rumor bahwa aku keluar dari OSIS. Itulah sebabnya mereka meminta saran ke Ayanokōji-kun, kan? Mereka meminta kamu untuk memantau keadaanku?”

Sebagai bukti dari pemulihan mentalnya, Ichinose memperlihatakan kalau ia memahami situasinya dengan baik. Dia melihat keadaan sekitar dengan baik.

“Luar biasa. Kau benar.”

Aku sampai ingin memberikan tepuk tangan dengan tulus, tapi aku menahan diri.

“Tapi aku tidak mengerti. Kenapa kamu ingin tahu tipe pria yang Mako-chan sukai?”

Meskipun Ichinose dapat menyimpulkan bahwa ada pembicaraan antara aku dan Amikura sebelumnya, bisa dimengerti kalau dia tidak tahu hubungannya dengan pertanyaan tentang tipe pria yang disukainya.

“Kenapa menurutmu?”

Aku bertanya karena aku ingin tahu apakah dia bisa menebaknya atau tidak.

Lebih tepatnya, ini adalah satu-satunya cara untuk menyembunyikan keberadaan Watanabe.

Aku harus berpikir terbalik dari tebakan Ichinose dan membuat jawaban yang acak.

“Itu bukan karena———Ayanokōji-kun tertarik pada Mako-chan, kan? Ya, karena aku tidak suka itu, jadi aku tidak akan memikirkannya.”

Dia menghapus sendiri pilihan yang dia berikan.

Ngomong-ngomong... meskipun kami hanya berdua, dia mengatakan hal yang cukup berani.

Dia tidak mencoba untuk menyembunyikan niatnya bahwa dia masih mencintaiku.

Atau mungkin dia tidak terlalu memikirkan hal semacam ini dan hanya bergumam tanpa sadar?

Meskipun aku amati, niat sebenarnya dari Ichinose tidak jelas dan sulit dipahami.

“Jika bukan karena itu... ada anak laki-laki yang menyukai Mako-chan, dan ia memintamu untuk mencari tahu hal itu. Ya, itu mungkin lebih masuk akal. Mungkin dia berpikir kalau aku pasti tahu soal itu.”

Ini sedikit menakutkan karena beberapa tebakannya terbukti benar.

“Dengan kata lain, ada anak laki-laki di kelas kami yang mengetahui hubungan Mako-chan dan aku. Dan ia juga pernah berinteraksi dengan Ayanokōji-kun, jadi dia itu adalah———”

“Oke. Aku akan berterus terang.”

Maaf, Watanabe. Elakan yang buruk tidak akan berhasil melawan Ichinose yang setajam itu.

Bahkan jika aku berhenti sekarang, dalam satu detik, dia akan menyebutkan namamu.

“Ada seorang anak laki-laki yang menyukai Amikura, dan dia memintaku untuk mencari tahu hal itu. Tapi, aku tidak bisa memberitahumu siapa lelaki itu, Ichinose. Aku tahu itu sedikit egois.”

Aku tidak bilang bahwa mencari tahu siapa yang disukai oleh lawan jenis secara tidak langsung itu buruk.

Namun, dari sudut pandang Amikura, apakah itu hal yang menyenangkan buat dia atau tidak adalah masalah yang berbeda.

“Maaf. Lupakan saja masalah ini.”

“Tak apa. Siapa pun itu wajar jika ingin tahu tentang orang yang mereka sukai, dan aku tahu betapa sulitnya bertanya langsung. Mako-chan itu gadis yang sangat baik. Aku tidak tahu seperti apa tipe orang yang ia sukai. Karena aku belum pernah mendengarnya. Tapi, sejauh dari obrolan kami sehari-hari, mungkin dia tidak memiliki orang yang disukai di sekolah ini.”

Dari kalimat terakhir, itu berarti orang yang dia sukai berada di sekolah lain.

Ini nyambung dengan pengakuan Amikura tadi.

“Sepertinya dia menyukai teman seangkatannya di SMP. Dan kayaknya mereka tidak jadian, tapi dia masih belum bisa move on dan mungkin dia belum jatuh cinta dengan orang lain.”

Kehidupan cinta Amikura yang mungkin tak pernah terbayangkan oleh Watanabe. Mungkin sulit sekali untuk mengincar seseorang yang terus memikirkan orang yang disukainya dalam waktu yang selama itu.

Meski begitu bukan berarti tak ada peluang. Jika dia bisa membangun hubungan yang erat sekarang ini dan setahun ke depan, mungkin masih ada cukup peluang.

“Hanya ini informasi yang bisa kuberikan, apakah itu membantu?”

“Cukup membantu. Terima kasih, Ichinose.”

“Ayanokōji-kun, kamu jadi sangat diandalkan oleh Watanabe-kun, ya?”

“Aku tidak pernah menyebutkan Watanabe sama sekali.”

“Ah, iya, kah? Maaf, maaf.”

Kurangnya hubungan sosial adalah alasan terbesar kekalahanku, bukan karena aku menyebut namanya pagi tadi.

Related Posts

Related Posts

4 comments

  1. Bahkan sekelas Ayanokouji punya masalah berinteraksi dengan cewek.
    Btw, Ichinose ini pemahamannya tentang orang lain termasuk kelas atas walaupun strateginya ga sehebat Ryuuen ataupun Sakayanagi. Horikita juga ga sebagus Ichinose walaupun ada peningkatan setelah dibantu Ayanokouji.

    ReplyDelete
  2. serem juga Honami
    Pemimpin kelas masing2 punya keahlian masing2

    ReplyDelete