Bab 6
Sudah Diperkirakan Dan Di Luar Perkiraan
2
Keesokan harinya seusai ujian khusus, akhirnya tiba saatnya upacara akhir semester kedua.
Setelah mendengarkan pidato dari guru di gedung olahraga, dan kembali ke kelas, para siswa kembali ke kelas untuk presentasi singkat tentang penghargaan kepada siswa yang berprestasi dalam kompetisi klub dan kegiatan lainnya, lalu menerima pengingat liburan musim dingin.
Setelah itu, Chabashira-sensei mengumumkan hasil ujian khusus.
Setelah semua orang menahan napas, hasil yang mereka dengar adalah kemenangan kelas mereka.
Momen ini disambut dengan sorakan yang bergema hingga ke kelas sebelah.
Perubahan poin kelas untuk semua kelas hanya 50 poin saja.
Tapi poin kelas yang besar telah berhasil diperoleh.
Hampir bersamaan dengan itu, dua pesan masuk ke ponselku.
Satu dari Ichinose yang mengucapkan [Selamat] atas kemenangan kami.
Yang satunya lagi dari———.
“Libur musim dingin mulai besok. Penting sejak hari pertama untuk santai saja, dinginkan kepala kalian yang panas karena belajar.”
Sementara kelas masih merayakan kemenangan, Chabashira-sensei memberitahu kami untuk bubar.
Saat meninggalkan ruang kelas, Chabashira-sensei juga terlihat senang dengan menyipitkan matanya.
Juga seperti yang sudah diberitahukan sebelumnya, hasil ujian khusus ini juga dirancang untuk memberikan informasi rinci tentang siswa di setiap kelas, siapa yang menjawab soal apa dan berapa banyak soal yang dia jawab dengan benar.
Informasi lain juga diungkapkan, seperti urutan penerimaan tes dan jumlah waktu yang dihabiskan.
Dengan melihat ini, bukan hanya akan mengetahui orang yang berusaha keras, tapi juga dapat memahami strategi kelas.
Ini pasti akan berguna sebagai data untuk sekutu dan saingan.
Karena detailnya juga dapat dilihat di ponsel, aku akan memeriksanya dengan lebih teliti nanti.
Sambil mengabaikan para siswa yang tergesa-gesa melihat hasil dan heboh sendiri, aku meninggalkan kelas lebih dulu.
Kei terus memperhatikanku sepanjang waktu.
Setelah melewatkan kesempatan kemarin, aku belum menerima kabar dari Kei sampai sekarang.
Tapi dari cara dia memperhatikanku sampai detik terakhir, sepertinya dia ingin menghubungiku.
Jika dia kesulitan untuk bicara di tempat yang ramai, aku mungkin perlu pindah tempat.
Kei saat ini masih belum stabil jadi aku tidak bisa mengambil tindakan yang tepat.
(Tln: orang ini mau apa lagi?)
Hubungan kami tidak akan pernah membaik jika dia terus menjaga jarak denganku, jadi apa boleh buat.
Dengan pikiran seperti itu, aku memutuskan untuk meninggalkan kelas dulu, tapi....
“Kamu pulang sendirian?”
Orang yang mengikutiku keluar ke lorong bukan Kei, tapi Horikita.
“Yakin nggak apa-apa nih? Pahlawan kemenangan meninggalkan ruang kelas dengan cepat.”
“Aku akan kembali nanti. Aku ingin bicara sebentar denganmu.”
Katanya, ia menyusulku dan kami berjalan bersama. Horikita memang tidak membawa tas, jadi dia pasti akan kembali ke kelas nanti.
“Dalam ujian khusus kali ini, kamu menggunakan strategi yang menarik.”
“Tapi aku tidak tahu apakah caraku ini adalah yang paling efisien sih.”
Strategi yang dibuat oleh Horikita. Dimulai dengan memilih Keisei sebagai pemukul pertama siswa untuk mengerjakan soal. Seorang siswa dengan kemampuan akademik A salah satu yang terbaik bahkan seangkatan. Keisei diminta untuk menyelesaikan dua soal minimum secepat mungkin dan menggunakan waktu yang tersisa untuk fokus membaca pertanyaan.
Tujuannya adalah agar siswa dengan kemampuan akademik rendah yang menunggu di urutan kedua dapat menyelesaikan soal-soal yang lebih mudah.
Strategi yang menyusun siswa dengan kemampuan akademik tinggi dan rendah secara bergantian.
Tapi, strategi ini normalnya tidak dapat digunakan. Alasannya karena selama ujian dilarang untuk berbicara. Bahkan ponsel, tulisan, dan memo tidak boleh digunakan.
Tapi jika ditanya apakah tak ada celah sama sekali, seperti yang terlihat dari hasilnya, jawabannya adalah tidak.
Ketika seorang siswa sedang mengerjakan soal di dalam kelas, siswa berikutnya menunggu di lorong.
Dengan kata lain, saat keluar dari kelas setelah mengerjakan soal, ada momen ketika keduanya saling bertemu.
Kelas memiliki dua pintu masuk, jika mereka harus masuk dari depan dan keluar dari belakang, maka akan terbentang jarak di antara mereka, tetapi Horikita sudah memikirkan cara untuk mengatasi hal ini.
Keduanya hanya perlu saling memandang sebentar. Saat itu, beritahu kandidat soal harus diselesaikan pakai isyarat tangan dengan kedua tangan, lalu orang tersebut bisa mencoba mengerjakannya.
Jika soal nomor 55, tunjukkan tangan kanan dengan membentuk tanda gunting dua kali seperti mendorong. Untuk soal nomor 69, tunjukkan enam jari dengan kedua tangan, lalu mendorong kedua tangan dengan sembilan jari diangkat.
Meskipun peraturan melarang penyebutan apa pun yang berhubungan dengan jawaban dari sebuah soal, Horikita sudah memastikan sebelumnya bahwa memberikan petunjuk tentang soal mana yang harus dijawab melalui isyarat tangan tidak akan melanggar peraturan.
Instruksi hanya untuk memberi tahu soal mana yang harus dijawab tidak dianggap sebagai mencontek, dan aturan agar tidak bicara pun dipatuhi. Dengan cara ini, siswa yang kemampuan akademiknya rendah bisa fokus untuk menyelesaikan soal tanpa harus mencari soalnya terlebih dahulu.
“Tapi hampir saja. Kelas Sakayanagi-san memang luar biasa... meskipun kita menang dari skor total karena ada banyak siswa yang memiliki kemampuan akademik rendah, kita kalah dalam persentase jawaban benar.”
Persentase jawaban benar kelas Horikita sebesar 72%, sedangkan kelas Sakayanagi adalah 86%.
Artinya, jika pertandingan dilakukan dalam kondisi yang sama dan dengan distribusi skor yang sama, Horikita akan kalah.
“Dia pasti tidak puas. Meskipun dia telah melakukan yang terbaik dan masih kalah.”
Dia selalu menempati posisi pertama dalam ujian tengah semester dan ujian tertulis dan menunjukkannya lagi kali ini.
“Meskipun persentase jawaban benar lebih rendah, menang tetaplah menang. Tidak perlu merasa pesimis.”
Faktanya adalah Kelas Horikita mendapatkan poin kelas dan Kelas Sakayanagi kehilangan poin kelas.
Selain itu persentase jawaban benar 72% juga tidak kalah mengagumkan.
“Tentu saja aku tidak pesimis. Aku hanya frustrasi.”
Tampaknya kepedulianku tidak perlu. Justru malah rasa persaingannya lebih kuat.
“Ngomong-ngomong, belakangan ini Karuizawa-san agak lesu. Dia masih belajar giat sih, tapi apakah terjadi sesuatu?”
“Tidak ada. Kalau harus kujawab, mungkin ini hanya seperti diem-dieman saja.”
“Aku no komen deh. Tapi tumben-tumbenan kalian berantem.”
“Jika pria dan wanita telah berhubungan cukup lama, hal seperti ini bisa saja terjadi. Ini juga pengalaman yang bagus.”
Horikita terlihat curiga dan mengerutkan keningnya, mungkin karena dia tidak menyukai jawabanku.
“Jika dia tetap belajar kelompok dan menorehkan hasil di hari ujian meskipun dalam kondisi mental yang tidak stabil, itu adalah hal yang bagus.”
“Aku ingin bilang kalau dia sangat terbebani secara mental sampai-sampai dia menekuni belajar yang tidak disukainya.... Tapi semangat Karuizawa-san juga mudah mempengaruhi kelas. Sebaiknya kalian baikan secepat mungkin.”
Sebagai pemimpin, dia mungkin ingin menjaga stabilitas kelas———tapi yah, baiklah.
Setelah melihat Horikita kembali ke ruang kelas, aku memutuskan untuk pulang.
Aku juga no komen deh. Terserahlah mau dibikin gimana sama author. Dibikin putus juga gak papa, gk juga gk papa. Gw tetep tim kei. hehehe
ReplyDelete